21 thn GSBI Membangun Gerakan Buruh Militan di Indonesia

21 thn GSBI Membangun Gerakan Buruh Militan di Indonesia Oleh:  Rudi HB. Daman “Bahwa, gerakan buruh yang militan hanya akan berk...


21 thn GSBI Membangun Gerakan Buruh Militan di Indonesia

Oleh:  Rudi HB. Daman

“Bahwa, gerakan buruh yang militan hanya akan berkembang dan meluas 
ketika organisasi-organisasi SERIKAT BURUH mampu memainkan perannya sebagai alat Perjuangan dan Sekolah bagi klas buruh untuk senantiasa melakukan perjuangan dan perlawanan terhadap musuh-musuh klas-nya”.


Hari ini Sabtu 21 Maret 2020 tepat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) berusia 21 tahun.  Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dibentuk dan di deklarasikan pada 21 Maret 1999 di Jakarta dengan nama awal Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI).

Pembentukan GSBI digagas oleh 17 (tujuh belas) Serikat Buruh Tingkat Perusahaan (PTP), 9 (sembilan) Kelompok Belajar Buruh (KBB) yang tersebar di berbagai perusahaan (pabrik) di wilayah Jabodetabek, 2 (dua) Federasi Serikat Buruh yaitu Perkumpulan Buruh Pabrik Sepatu (PERBUPAS) dan Asosiasi Buruh Garmen dan Tekstil (ABGTEKS) serta tokoh dan aktivis buruh diantaranya Bapak Arist Merdeka Sirait (saat ini menjabat sebagai Ketua KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia).

Pada bulan November 1998 bertempat di Cimanggis-Depok  atas inisiatif Bapak Arist Merdeka Sirait atau yang bisa di sapa Bang Arist (red,pada saat itu sebagai Direktur eksekutif Sisbikum) diadakan pertemuan antara Sisbikum, Pimpinan Pusat Perkumpulan Buruh Pabrik Sepatu (PERBUPAS) dan Pimpinan Pusat Asosiasi Buruh Garment dan Tekstil (ABGTeks), 17 (tujuh belas) pimpinan PTP Serikat Buruh serta beberapa tokoh dan ativis buruh membahas tentang perlunya segera membangun wadah persatuan, pusat perjuangan buruh (vaksentral)  secara Nasional yang Independen yang menghimpun berbagai bentuk serikat buruh baik yang berpusat maupun yang lokal terutama untuk mempersatukan dan memimpin perjuangan serikat-serikat buruh yang sudah ada dan terbentuk sejak awal 1998.

Setelah pertemuan November 1998, pada tanggal 21 Pebruari 1999 pertemuan nasionalpun kembali di gelar di Wisma Hijau-Mekarsari, Depok- Jawa Barat yang menghasilkan kesepakatan bersama untuk membentukan Pusat Perjuangan Buruh Militan di Indonesia (vaksentral) termasuk nama GSBI (Gabungan Serikat Buruh Independen) dipilih dan ditetapkan dalam pertemuan tersebut, termasuk memilih dan menetapkan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal pertama GSBI yaitu, Bung Sobirin, Pimpinan Serikat Buruh Garmen di Tangerang sebagai Ketua Umum dan Bung Bandung Eko Saputro (alm), Sekretaris Perkumpulan Buruh Pabrik Sepatu (Perbupas) mantan buruh pabrik sepatu PT Lintas Adhikrida di Cileungsi-Bogor menjadi Sekretaris Jenderal.

Sebulan setelahnya, pada tanggal  21 Maret 1999 bertempat di Jakarta (Gedung Tenis Indor GBK) Gabungan Serikat Buruh Independen / Federation of Independent Trade Union (GSBI) di Deklarasikan kepublik, yang kemudian pada tahun 2015 dalam Kongres Nasional Ke III GSBI pada 23 - 27 Mei 2015 di Cisarua Kabupaten Bogor berubahan nama menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia yang di singkat GSBI yang di sahkan dengan Surat Keputusan Kongres Nasional ke III GSBI Nomor  : KEP.008/KN.3/GSBI/BGR/V/2015 tanggal 26 Mei 2015 sebagai organisasi Pusat Perjuangan Buruh di Indonesia (Vaksentral) yaitu gabungan dari berbagai macam bentuk organisasi Serikat Buruh sektoral dan/atau satu jenis industri dan non-sektoral yang berpusat maupun yangg lokal yang berwatak independen, militan, patriotic, demokratis dan nonpartai.

Kongres Nasiona Pertama GSBI baru dapat dilaksanakan 2 (dua) tahun pasca Deklarasi, yaitu pada April 2001 bertempat di Bumi Perkemahan Wiladatika-Cibubur-Jakarta Timur dalam Kongres Nasional pertama ini terpilih Bandung Eko Saputro sebagai Ketua Umum GSBI dan Rudi HB. Daman sebagai Sekretaris Jenderal GSBI dan dalam Kongres Nasional pertama ini lah tanggal 21 Maret 1999 di tetapkan sebagai hari Jadi dan Lahirnya GSBI.

Poto; Pimpinan GSBI pertama kali saat Deklarasi di Jakarta, 21 Maret 1999

GSBI Lahir dalam Tindasan Fasis Orde Baru

Proses membanguan dan melahirkan GSBI sebagai Serikat Buruh pusat perjuangan buruh (Vaksentral) di Indonesia pengorganisasian pembangunan GSBI sudah di mulai sejak akhir tahun 1980-an di tengah situasi kekuasaan rezim otoriter fasis orde baru Soeharto dan organisasi serikat buruh tunggal yaitu SPSI.

Pembangunan GSBI sebagai serikat buruh awalnya di rintis dan di gagas oleh para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGOs) pejuang hak-hak buruh yang tergabung dalam Yayasan Saluran Informasi Sosial dan Bimbingan Hukum (SISBIKUM) yang di pimpin oleh Bang Arist Merdeka Sirait dan para aktivis serta tokoh buruh dengan melakukan kerja-kerja pengorganisasian, penyadaran buruh melalui kegiatan; Pendidikan dan Pelatihan serta bantuan hukum  (advokasi, pembelaan dan pendampingan) atas kasus dan masalah serta isu buruh di tingkat komunitas di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek).

Untuk menghindari kejaran dan tindasan rezim otoriter fasis orde baru Soeharto, sebagai alat berkumpul dan beraktivitasnya buruh yang diorganisir dalam kelompok-kelompok belajar buruh (KBB) pada awal tahun 1990-an di bentuklah TEATER BURUH INDONESIA atau yang lebih di kenal dengan TBI.

TBI adalah organisasi komunitas yang bergerak dibidang kesenian dan kebudayaan yang menghimpun kreatifitas dan potensi buruh di bidang seni budaya dengan beragam aktivitas organisasi seperti; Bermain musik, membuat dan merekam lagu-lagu perjuangan dan kehidupan buruh, puisi, melukis, teater (drama) serta pendidikan-pendidikan hukum perburuhan, diskusi-diskusi, penerbitan bulletin dan pementasan Teater serta pameran hasil karya seni kaum buruh.

Meskipun menggunakan kedok kelompok kesenian buruh, perjalanan TBI tidak mulus-mulus saja. Beberapa kali pementasan Teaternya di Bubarkan oleh Aparat Keamanan (polisi dan ABRI) bahkan sampai di proses sampai ke pengadilan. Sebut saja pementasan TBI di Cimanggis-Depok, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, di Taman Budaya Solo-Jawa tengah semuanya di Bubarkan oleh pihak kepolisian dan ABRI.

Meskipun mendapat tekanan dan tindasan dari rezim otoriter fasis Soeharto, para aktivisnya terus bekerja di kalangan masa buruh. Dari hasil pengorganisasian dan penyadaran yang dilakukan melalui TBI inilah, pada tanggal 15 Desember 1996 bertempat di Cisarua-Bogor, Provinsi Jawa Barat, kelompok-kelompok belajar buruh (KBB) di sektor Industri Sepatu (footwear) yang tersebar di wilayah Jabodetabek berkumpul membentuk dan mendeklarasikan Serikat Buruh di sektor Sepatu dan Perlengkapannya (foot wear) yang di beri nama “Perkumpulan Buruh Pabrik Sepatu” (PERBUPAS),dengan Ketua pertamanya Bandung Eko Saputro.

Kongres pertama PERBUPAS pun di gelar pada tahun 2000 di Cibubur Jakarta Timur,  memantafkan diri sebagai Federasi Serikat Buruh di sektor Industri sepatu dan perlengkapannya dengan memilih Ketua Umum Aang Hermawan dan Rudi HB. Daman sebagai Sekretaris Umum.

Pada tanggal 17 Agustus 1997 bertempat di Bumi Perkemahan Jambore Cibubur-Jakarta Timur, kelompok belajar buruh (KBB) dari pabrik Garmen dan Tekstil pun mendeklarasikan serikat buruh yang diberi nama “Asosiasi Buruh Garmen dan Tekstil ” yang selanjutnya di singkat ABGTeks, dengan ketua pertama Emelia Yanti MD Siahaan dan Sekretaris Umum  Arumilah.

Pembentukan PERBUPAS di tahun 1996 relatif aman, namun pembentukan ABGTeks di tahun 1997 tidak mulus, acara kumpulan buruh dengan kedok pertemuan Koperasi Buruh tercium aparat kemanan. Pertemuanpun di bubarkan aparat keamanan (polisi dan ABRI), beberapa orang di bawa ke kantor Kodim dan Polres.

Tahun-tahun itu serikat buruh yang diakui dan diperbolehkan oleh pemerintah rezim otoriter fasis orde baru Soeharto hanya SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), pemerintah melarang pendirian organisasi-organisasi rakyat termasuk serikat buruh. Organisasi yang diizinkan berdiri hanya organisasi yang berada di bawah kendali pemerintah. Pembangkangan terhadap kebijakan ini akan dituduh sebagai “komunis” yang dikonotasikan tidak beragama dan makar (Subversif : upaya/tindakan pemberontakan, melawan, merobohkan pemerintah yang berkuasa-kekuasaan “negara”). Maka kegiatan organisasi kedua serikat buruh PERBUPAS dan ABGTeks pun dilakukan secara tertutup dengan gerakan pengorganisasian bawah tanah.

Massa Aksi GSBI di Jakarta 

Tindasan Orde Baru terhadap Gerakan Buruh Indonesia

Orde Baru lahir pada tahun 1966 di bawah pimpinan Jenderal Soeharto, pasca peristiwa mengambil alih kekuasaan dari Soekarno (Orde Lama) 1965 dengan menghancurkan seluruh gerakan progresif termasuk gerakan buruh yang dilumpuhkan dengan tuduhan keterlibatan pada percobaan kudeta Gerakan 30 September (G30S) 1965, yang memberi legitimasi tentara mengambil alih kekuasaan dengan menghancurkan berbagai organisasi rakyat termasuk organisasi buruh yang tergabung di bawah Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) pada saat itu.

Penghancuran gerakan buruh di era itu tidak hanya dialami oleh organisasi buruh di bawah SOBSI dan Partai Komunis Indonesia (PKI), tetapi semua organisasi buruh yang ada pada waktu itu. Tahun 1966-1970, adalah  fase penghancuran dan pelarangan yang dilakukan oleh orde baru rezim otoriter fasis Soeharto terhadap segala bentuk pengorganisasian Serikat Buruh. Semua Serikat Buruh dianggap produk era kepemimpinan Soekarno dan terkait dengan gerakan Komunis (PKI).

Orde Baru lahir dan berkembang dengan penghilangan secara sistematis kekuatan pengimbang dari rakyat melalui organisasi-organisasi rakyat seperti serikat buruh. Dan selama lebih dari 30 tahun kontrol ketat negara terhadap rakyat termasuk buruh, tanpa peluang menjadi kekuatan pengimbang dan kontrol terhadap kekuasaan.  Buruh Indonesia dihambat oleh sistem korporatis yang sangat otoriter yang hanya memberikan ruang kepada satu serikat buruh saja bikinan pemerintah (SPSI) yang sangat terkontrol, dan juga penyebar sistem hubungan industrial yang berpola menghindari konflik sebagai satu hal yang prinsipil. Konflik dianggap tidak sesuai dengan nilai budaya Indonesia dan yang secara maya (virtual) melarang aksi demontrasi dan pemogokan buruh atas nama kesatuan dan persatuan nasional (lihat Hadiz, 1997).

Tahun1970 -1990, adalah  fase pengambil alihan (take over) seluruh kekuatan Serikat Buruh dibawah kendali militer dan partai politik yang berkuasa. Politik pengendalian militer bahkan masuk sampai ke tempat kerja, mengintervensi pemilihan pimpinan Serikat Buruh di tingkat perusahaan, mengendalikan kenaikan upah, dan menghindari serta menghambat lahirnya Serikat Buruh yang berwatak kritis dan progresif.

Di sisi lain, pemerintah membuka seluas-luasnya bagi modal asing masuk di Indonesia dengan di tandai lahirnya UU Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Penanaman modal asing (PMA) dilaksanakan di Indonesia yang ditandai dibuka dengan investasi Freeport modal asing asal Amerika Serikat pada tahun 1967 di Papua. Meski awalnya sempat ditolak dengan meletusnya Malari 1974, modal Jepang masuk juga dan berjaya di sektor otomotif.

UU Nomor 1 thn 1967  tentang  PMA mengawali proses “industrialisasi” menurut skema Industri Subsitusi Impor (ISI) dan Industri Orientasi Ekspor (IOE). Pada saat itu, berbagai pola investasi—dalam bentuk Foreign Direct Investment (Investasi asing langsung/FDI) dan bentuk investasi portofolio—mengalir deras masuk Indonesia.

Tahun 1972, adalah fase Peleburan Partai Politik yang ada dari 10 (sepuluh) Partai menjadi 2 (dua) partai politik  (PPP, PDI) dan 1 (satu) Golongan (Golkar). Termasuk  peleburan Organisasi Buruh dari multi serikat buruh menjadi tunggal yaitu Federasi Buruh Seluruh Indonesia/FBSI pada 20 Februari 1973. Setelah bertahan 12 (dua belas) tahun FBSI diubah jadi SPSI.
Tahun 1969 dibentuk MPBI (Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia) beranggotakan 22 (dua puluh dua) Serikat Buruh.
Tahun 1973 berhasil di bentuk FSBI yang beranggotakan 21 SBLP yaitu dari Federasi menjadi Unitaris (FSBI menjadi SPSI).

Tahun 1990-1998, fase kebijakan ekonomi pasar menjadi kedok pemerintah untuk melanjutkan koptasi dan eksploitasi atas kekuatan politik buruh melalui konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP). HIP dimaksudkan sebagai instrumen kontrol negara terhadap gerakan buruh. Konsepsi Hubungan Industrial Pancasila(HIP) mengaburkan kontradiksi dalam struktur industri di Indonesia:
Pertama, rumusan ideologis, yang intinya pemberangusan ideologi rakyat dari khasanah gerakan perjuangan rakyat yang sejati. Pemberangusan ini dilakukan dengan berisi ancaman-ancaman terhadap setiap kritik atau perlawanan klas buruh.
Kedua, dari segi politik, yang memuat kebijakan-kebijakan anti-rakyat, anti buruh, anti mogok, dan anti kebebasan berserikat.
Ketiga, dari segi organisasi, berupa pewadahtunggalan organisasi massa (ormas) di bawah kontrol negara. di buruh serikat hanya boleh SPSI.
Keempat, dari segi militer berupa tindakan-tindakan fasis: penindasan, kriminalisasi, pengkapan, penahanan dan bahkan pembunuhan aktivis buruh yang kritis.

Perubahan kata ‘buruh’ menjadi ‘pekerja’ menjadi simbol putusnya hubungan gerakan buruh dengan masa lampau. Ideologi harmoni yang coba disebarkan melalui SPSI diharapkan dapat menahan gejolak yang terjadi di kalangan buruh. Karakter radikal, millitan dan progresif yang diperlihatkan serikat buruh dalam perjalanan sejarahnya, seakan hilang dengan bergantinya zaman.

Dibawah pemerintahan rejim otoriter fasis Orde Baru Soeharto, kaum buruh Indonesia mengalami tindasan yang sangat luar biasa. Kaum buruh tidak dapat secara bebas berkumpul, berserikat (mendirikan serikat buruh) diperusahaan ataupun di tingkat nasional. Satu-satunya serikat buruh yang diakui dan diperbolehkan oleh pemerintah saat itu hanyalah Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dimana dalam catatan sejarahnya organisasi ini tidak pernah berjuang untuk kepentingan kaum buruh. Sebaliknya, organisasi ini tidak lebih hanya sebagai perpanjangan tangan penguasa dan berfungsi untuk mengontrol keberadaan kaum buruh agar tetap sejalan dengan keinginan penguasa dan pengusaha.

Didalam tindasan hebat rejim otoriter fasis orde baru Soeharto kaum buruh Indonesia tidak pernah surut untuk melakukan perlawanan. Berbagai pemogokan yang dilakukan oleh kaum buruh hampir seluruhnya berakhir dengan tindasan kekerasan oleh ABRI (TNI). Salah satu peristiwa perlawanan kaum buruh dibawah rejim otoriter fasis Soeharto yang sampai saat ini masih terekam adalah peristiwa kasus Marsinah, aktifis buruh perempuan yang meninggal disiksa dan mengalami penganiayaan oleh tentara. Wiji Tukul, aktifis buruh yang terkenal dengan sajak-sajak kritisnya mengecam pengusaha serta penguasa, keberadaannya sampai sekarang tidak pernah diketahui, menjadi korban penculikan tentara saat itu, dan masih banyak lagi kisah perlawanan dan perjuangan buruh yang berakhir dengan kekerasan dan pemenjaraan. Contoh lain, Muchtar Pakpahan, Advokat dan aktivis buruh yang dipenjara karena mendirikan serikat buruh independen (SBSI) dan memimpin aksi unjuk rasa buruh pada 1994 yang dituduh subversif pada 1996.

Bang ARIST MERDEKA SIRAIT, Penggagas dan Pendiri Utama GSBI sedang berorasi di acara Deklarasi GSBI 21 Maret 1999

Reformasi 1998 dan Tumbangnya Diktator Fasis Soeharto


Krisis ekonomi dan semakin meningkatnya gerakan perlawanan rakyat salah satunya gerakan mahasiswa terhadap penguasa berujung pada tumbangnya Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun di Indonesia. Kaum buruh, bersama dengan berbagai sektor lain seperti kaum tani, pemuda mahasiswa, kaum miskin perkotaan mempunyai peranan besar dalam proses penggulingan rejim anti-demokrasi Soeharto. Termasuk aktifis-aktifis buruh yang saat ini aktif di GSBI, mereka telah banyak terlibat dalam pengorganisasian, mobilisasi dan pemogokan kaum buruh sebelum tumbangnya Soeharto bahkan pada proses pendudukan gedung DPR/MPR RI dan penggulingan Soeharto.

Kekuasaan rezim otoriter fasis Orde Baru jatuh pada bulan Mei tahun 1998, tepatnya tanggal 21 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden oleh gerakan mahasiswa dan rakyat termasuk gerakan buruh di dalamnya.  Kemenangan gerakan rakyat 1998 dalam menumbangkan kekuasaan otoriter orde baru Soeharto sanggup membuka secara relatif proses demokratisasi di Indonesia. Disektor perburuhan, hasil yang dapat dirasakan hingga sekarang adalah kebebasan untuk membentuk serikat buruh. Kebijakan demikian setidaknya mampu memberikan kesempatan kepada buruh Indonesia untuk mempunyai pilihan lain ketika hendak berorganisasi, tidak hanya satu serikat yaitu SPSI. Meskipun, hingga saat ini, kehadiran serikat-serikat buruh independen, serikat yang lebih progresif dibandingkan SPSI ataupun serikat bentukan perusahaan tidak pernah diharapkan hadirnya oleh pengusaha dan pemerintah berkuasa.

Bagi buruh Indonesia, ruang demokrasi dan kebebasan itu di tandai dengan di ratifikasinya Konvensi ILO 87 tentang Kebebasan Berserikat melalui Kepres No 83 tahun 1998 oleh Presiden BJ Habibie yang baru naik menggantikan Soeharto. Konvensi ini melengkapi Konvensi No. 98 tentang Perundingan Kolektif yang sudah diratifikasi sejak tahun 1950an.

Khususnya untuk relaksasi prosedur pembentukan serikat buruh, Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris  saat itupun mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenakertrans) RI No. 05 tahun 1998 tentang pendaftaran serikat buruh, yang mewajibkan agar seluruh serikat buruh yang ada, termasuk SPSI, untuk mendaftar ulang. Dengan aturan ini memungkinkan hadirnya serikat-serikat buruh baru bermunculan, baik yang merupakan pecahan dari SPSI maupun yang betul-betul baru dibentuk pasca-reformasi dan sekaligus mengakhiri era serikat buruh tunggal yang dikuasai FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).

Dua tahun kemudian, di bawah pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) (tahun 2000—2001), era serikat buruh tunggal yang dikontrol negara diakhiri pada tahun 2000 dengan diundangkannya kebebasan berserikat melalui Undang-Undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Nomor. 21 tahun 2000 pada tanggal 4 Agustus 2000. Undang-undang ini mengatur pembentukan, keanggotaan, pemberitahuan dan pendaftaran, hak dan kewajiban, keuangan dan kekayaan, pembubaran dan hal-hal lain yang menyangkut serikat buruh.

Disahkannya UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, ini yang menjadi dasar hukum untuk berkembang dan berfungsinya serikat buruh yang independen dan gerakan yang di lakukan kemudian. Undang-Undang ini merupakan satu paket dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), yang menjadi sumber hukum material, dan UU Nomor 02 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), yang menjadi sumber hukum formil penyelesaian perselisihan perburuhan.

Bung SOBIRIN, Ketua Umum Pertama GSBI - periode 1999 - 2001

GSBI Lahir sebagai Alat Perjuangan dan Sekolah Kaum Buruh


Bahwa dibentuknya Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) lahir dalam semangat persatuan dan dalam gelora perjuangan rakyat Indonesia untuk perubahan, untuk menggulingkan rezim otoriter Soeharto untuk demokrasi sejati, untuk mewujudkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul bagi kaum buruh Indonesia, untuk bekerja dan berjuang mempersatukan kaum buruh dan serikat-serikat buruh, mengkonsolidasikan, memimpin langkah-langkah perjuangan yang rapat dan kompak bersatu, serta memelihara setia kawan (solidaritas) dalam praktek dikalangan kaum buruh dan rakyat dalam garis serikat buruh sejati untuk membela, melindungi, mempromosikan dan memperjuangkan hak dan kepentingan kaum buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan kepastian kerja, upah yang layak, jaminan sosial, kondisi kerja dan syarat-syarat kerja yang manusiawi, hak untuk kebebasan serikat buruh, berunding secara kolektif, hak untuk mogok, untuk demokrasi dan solidaritas internasional untuk perdamaian diantara bangsa-bangsa serta untuk memastikan dan mewujudkan partisipasi kaum buruh yang nyata dalam perjuangan demokratis nasional, pekerjaan, kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapain tujuan Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur, kaum buruh dan keluarganya yang bermartabat, sejahtera lahir dan batin.

GSBI dibentuk dan dideklarasikan memiliki peranan dan fungsi :

1. Sebagai Alat Perjuangan Kaum Buruh 
GSBI dibentuk dan didirikan memiliki peranan sebagai alat perjuangan bagi kaum buruh dalam menuntut dan merebut hak-hak demokratis kaum buruh, meliputi hak sosial, ekonomi, hak politik dan kebudayaan., GSBI senantiasa mendengarkan aspirasi, memperhatikan penghidupan, menyimpulkan keadaan obyektif anggota dan massanya hingga pada akhirnya mengambil peranan untuk memimpin perjuangan kaum buruh untuk mendapatkan hak demokratisnya. 

Perjuangan GSBI diarahkan untuk tercapainya perbaikan-perbaikan (reform) dan pemenuhan hak-hak buruh di dua level, yaitu Pertama; ditempat kerja (pabrik, perkebunan, pertambangan, perkantoran, sekolah dan atau instansi-instansi baik swasta ataupun negeri/pemerintah) dan Kedua; ditingkat kebijakan pemerintah pada setiap tingkatan (Kabupaten /Kota, Propinsi dan Pusat). Perjuangan - perjuangan sosial ekonomi yang diselenggarakan, GSBI meyakini akan berkembang menjadi perjuangan politik yang menuntut adanya perubahan sistem ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan yang lebih adil dan demokratis.

2. Sebagai Pemersatu Buruh
GSBI dibentuk dan didirikan memiliki peranan sebagai alat pemersatu bagi kaum buruh dan serikat-serikat buruh. Mengkonsolidasikan organisasi serikat-serikat buruh memimpin langkah-langkah perjuangan yang rapat dan kompak bersatu, serta memelihara setia kawan (solidaritas) dalam praktek dikalangan kaum buruh dan rakyat dalam garis serikat buruh sejati, untuk membela, melindungi, mempromosikan dan memperjuangkan hak dan kepentingan kaum buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan kepastian kerja, upah yang layak, jaminan sosial, kondisi kerja dan syarat-syarat kerja yang manusiawi, hak untuk kebebasan serikat buruh, berunding secara kolektif, hak untuk mogok, untuk demokrasi dan solidaritas internasional untuk perdamaian diantara bangsa-bangsa. Untuk memastikan dan mewujudkan partisipasi kaum buruh yang nyata dalam perjuangan demokratis nasional, pekerjaan serta kehidupan berbangsa dan bernegara.

Secara prinsip, didalam hubungan produksi kapitalisme, seluruh kaum buruh memiliki kepentingan yang sama, mempunyai musuh yang tidak berbeda antara satu dengan lainnya yaitu pengusaha atau pemilik modal (kapitalis). Didalam hubungan produksi kapitalisme, penindasan terhadap kaum buruh adalah kenyataan yang pasti ada dan tidak dapat dihindarkan, sehingga setiap buruh yang terikat dalam hubungan produksi, tentu memiliki kepentingan yang sama untuk terbebas dari belenggu penindasannya. Pemersatu kaum buruh memiliki pengertian bersatu dalam pikiran serta bersatu dalam tindakan.

Melalui kerja-kerja pendidikan dan propagandanya GSBI menyebarluaskan pengetahuan yang esensial tentang kepentingan buruh dan pengusaha serta bagaimana pertentangannya. Pengetahuan tentang hal ini akan memberikan pemahaman yang baik kepada kaum buruh siapa kawan dan siapa musuhnya, dengan siapa harus bersatu dan dengan siapa harus melancarkan perjuangan. Disinilah kemudian GSBI memiliki peranan sebagai pemersatu bagi kaum buruh, mempersatukan pikiran serta tindakan kaum buruh.

3. Sebagai Organisasi Massa Milik Buruh
GSBI juga mempunyai peranan sebagai organisasi massa milik kaum buruh, sebagai tempat berhimpunnya kaum buruh. Didalam organisasi massa, berkumpul dan berhimpunnya massa memiliki syarat kepentingan yang sama. Untuk membuat organisasi GSBI dapat menjadi tempat berkumpul dan berhimpunnya massa kaum buruh, maka GSBI akan senantiasa menjaga konsistensinya untuk membela dan berjuang untuk hak dan kepentingan kaum buruh. Capaian-capaian yang baik didalam membela dan memperjuangkan hak dan kepentingan kaum buruh akan membuat organisasi GSBI dicintai dan dihargai oleh kaum buruh.

Maka keanggota di organisasi GSBI bersifat terbuka, bertanggung jawab serta berdasarkan pada prinsip sukarela tanpa membedakan jenis kelamin, ras, agama, kepercayaan ataupun aliran politik. Dimana semua Serikat Buruh baik satu jenis industri atau sektoral dan/ataupun  non sektoral (mukti sektor) baik yang berpusat maupun yang lokal dan semua kaum buruh baik yang bekerja di dalam atau di luar negeri terutama yang terorganisir dalam Serikat Buruh dengan tidak membeda-bedakan suku bangsa, keturunan, kedudukan, laki-laki atau perempuan, agama dan keyakinan politik dapat menjadi anggota GSBI.

4. Sebagai Sekolah Bagi Buruh
Didalam perkembangan saat ini, kaum buruh Indonesia masih harus menghadapi persoalan Upah yang murah, Tidak ada kepastian kerja, Kebebasan berserikat, Jaminan Sosial yang terbatas dan berklas, jam kerja yang panjang sebagai akibat keserakahan pengusaha (kapitalis) yang ingin terus menumpuk keuntungan dari hasil produksi kaum buruh.  Jam kerja yang panjang, selain menghabiskan energi kaum buruh juga berakibat pada semakin terbatasnya waktu bagi kaum buruh untuk belajar, meningkatkan pengetahuan dan kapasitasnya termasuk memangkas waktu kaum buruh untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Dari kenyataan tersebut, GSBI mengambil peran pentingnya untuk menjaga agar kaum buruh tetap mempunyai kesempatan meningkatkan kesadaran dan pengetahuannya setahap demi setahap. GSBI akan berjuang dengan keras untuk membuka sekolah-sekolah gerakan buruh secara reguler, untuk mengajarkan kepada kaum buruh tentang berbagai pengetahuan, baik pengetahuan yang berhubungan dengan sektoral kaum buruh, maupun pengetahuan umum yang mempunyai relasi dengan kepentingan kaum buruh.

Sekolah buruh menduduki peranan yang sentral (sangat penting) dalam memajukan kesadaran bagi kaum buruh. Maka kedudukan GSBI sebagai Pusat Perjuangan Kaum Buruh di Indonesia (Vaksentral) lahir diperuntukkan menjadi SEKOLAH atau tempat belajar kaum buruh meningkatkan pengetahuan dan kapasitasnya termasuk memangkas waktu kaum buruh untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Sekolah yang melatih massa buruh mengetahui hak-haknya, memiliki seni memimpin dan kepemimpinan yang handal ditengah massa dalam perjuangan sehari-hari, menjadi sekolah yang melahirkan agitator dan propagandis handal, menciptakan sebanyak mungkin aktifis-aktifis serikat buruh yang sanggup memimpin organisasi dan perjuangan kaum buruh dengan tepat, sekolah yang bisa mendidik massa buruh memiliki keterampilan dalam mengelola, mengatur organisasi sehari-hari serta wadah konsolidasi kekuatan buruh dalam menjalankan perjuangan dan melayani massanya untuk tercapainya perbaikan-perbaikan (reform) dan pemenuhan hak-hak buruh ditempat kerja dan ditingkat kebijakan pemerintah disetiap tingkatan (Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat-Nasional).


Perbedaan GSBI dengan Serikat Buruh Lain

GSBI adalah Pusat Perjuangan Buruh (Vaaksentral) yang menghimpun berbagai bentuk organisasi serikat buruh sektoral atau satu jenis industri dan/atau non-sektoral baik yang berpusat maupun yang lokal, yang lahir berdasarkan pandangan dan pendirian atas situasi obyektif buruh, industri dan masyarakat Indonesia saat ini. GSBI adalah serikat buruh yang mengerti, memahami dan meyakini Indonesia sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal (SJ-SF). Konsekuensi atas pemahaman ini adalah meyakini pula, bahwa musuh utama seluruh rakyat Indonesia termasuk kaum buruh didalamnya adalah dominasi imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat.

Perbedaan GSBI yang pokok dengan serikat-serikat buruh lain adalah, Pertama; pandangan politiknya dan jalan keluar atas persoalan buruh dan rakyat Indonesa saat ini. Kedua; adalah kepemimpinannya, dimana GSBI sepenuhnya di pimpinan oleh buruh dan mantan buruh untuk seluruh level organisasinya. Ketiga; Seluruh operasionalnya di biayai oleh anggota. Dimana saat ini 90% (sembilan puluh persen) operasional organisasi GSBI dibiayai dari Iuran Wajib Anggota, Dana Konsolidasi Organisasi dan sumbangan sukarela anggota.

Maka dari itu, GSBI sebagai serikat buruh selain berjuangan untuk hak dan kepentingan buruh dan keluarganya, GSBI berjuang untuk Industrialisasi Nasional dan Land Reform sejati. Artinya GSBI selalu berjuang untuk melenyapkan dominasi imperialisme di Indonesia, melawan monopoli atau penguasaan tanah sebagai perwujudan feodalisme dan melawan kapitalisme birokrat yang tumbuh subur sebagai imbas dari eksisnya sistem Setengah Jajahan-Setengah Feodal di Indonesia.

GSBI percaya bahwa semua masalah yang dihadapi kaum buruh dan rakyat Indonesia saat ini akan dapat di atasi jika dijalankannya Land Reform Sejati dan Industrialisasi Nasional. Karena Land reform sejati menjadi pondasi dasar untuk melenyapkan sistem pertanian terbelakang dan monopoli sumber kekayaan alam oleh imperialis dan kaki tangannya, sehingga memiliki cadangan untuk membangun industri nasional yang mandiri dan ketersediaan pangan yang memadai bagi rakyat. Industrialisasi nasional yang dibangun tanpa harus bergantung pada investasi asing, bahan baku impor dan pasar ekspor. Ini akan menjadikan Indonesia memiliki cadangan modal yang berlimpah untuk dapat membangun kemandirian bangsa dan kesejahteraan bagi rakyat. Upah akan sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup buruh dan keluarga, ketersediaan lapangan kerjan akan dibuka seluas mungkin dan juga jaminan kepastian kerja. Seluruh aspek mengenai kepentingan umum (pendidikan, kesehatan, perumahan, jaminan sosial) sepenuhnya menjadi tanggungan Negara.

Maka dalam perjuangan disetiap level (tingkat) organisasi, GSBI akan senantiasa menghubungkan tuntutan kongkret yang diperjuangkan dengan tiga musuh utama rakyat Indonesia. GSBI menolak perampasan tanah dan menuntut reforma agraria sejati (land reform). GSBI juga melawan kaum kapitalis birokrat yang korup, yang dengan jabatannya dibirokrasi dipergunakan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya bagi kepentingan dirinya, keluarganya ataupun kelompoknya.

Saat ini dengan semakin tumbuh dan berkembangnya serikat buruh di Indonesia, dengan berbagai nama dan program perjuangannya, maka penting dipahami bahwa serikat buruh yang tidak mempunyai karakter seperti disebutkan diatas (anti imperialisme, anti feodalisme dan anti kapitalis birokrat) tentu saja adalah serikat buruh kuning (yellow union).

Dan dalam perkembangan saat ini, serikat buruh kuning inilah yang keberadaannya masih mendominasi di Indonesia dengan berbagai varian. Esensinya adalah serikat buruh kuning, namun karena berbagai pengaruh politik yang ada didalam organisasinya, sehingga terkadang dalam gerakan perjuangannya mereka seolah-olah terlihat progresif, namun sesungguhnya tidak sebenar-benarnya membela kepentingan kaum buruh. Didepan massa-nya pimpinan serikat buruh kuning selalu berteriak paling lantang tentang perjuangan buruh, tetapi mereka menipu buruh, tanpa diketahui oleh massa, mereka membangun kesepakatan damai dengan kelompok pengusaha, mereka berkolaborasi dengan pemerintah membuat kebijakan yang merugikan buruh bahkan yang paling jahat adalah memanfaatkan buruh untuk menempatkannya dalam jabatan dan posisi tertentu didalam pemerintahan, menjadi birokrat-birokrat baru yang akan menindas kaum buruh.

Serikat buruh kuning yang demikian benar-benar harus diwaspadai, cukup sudah kaum buruh ditipu oleh segelintir atau sekelompok orang yang mengatasnamakan perjuangan buruh untuk kepentingan pribadi mereka. Inilah alasan yang sesungguhnya kenapa GSBI harus hadir di Indonesia. Karena GSBI mencintai rakyat Indonesia, GSBI mencintai kaum buruh Indonesia, sehingga GSBI tidak akan pernah rela jika buruh dan seluruh rakyat Indonesia terus menerus dibohongi dengan berbagai kecurangan dan kelicikan. GSBI harus segera dibangun disemua kawasan industry dan kota-kota penting dimana sebaran buruh tinggal, harus terus diperluas dan dikembangkan keseluruh wilayah provinsi, Kota dan Kabupaten untuk mengeliminasi dominasi serikat buruh kuning di Indonesia. Karena sesungguhnya hanya dengan menghancurkan tiga musuh rakyat, pembebasan terhadap kaum buruh dan rakyat Indonesia bisa diwujudkan.

Kelahiran GSBI ditengah tindasan rejim yang anti demokrasi dan perjalanan organisasi yang mengalami pasang surut serta perjuangan internal telah memberikan sebuah pelajaran berharga bagi organisasi GSBI. Organisasi menjadi percaya, bahwa hanya dengan perjuangan yang panjang dan tidak kenal lelah, kaum buruh bisa memperoleh kebebasannya untuk menyampaikan pendapat, berorganisasi dan melakukan pemogokan.

21 tahun GSBI hadir (21.03.199 – 21.03.2020) di tengah-tengah dinamika gerakan buruh Indonesia, telah sedikit banyak memberi warna. GSBI yang pada awal dibentuk hanya berada di 3 (tiga) provinsi dan saat ini di usianya 21 tahun sudah sanggup hadir dengan segala keterbatasannya di 11 (sebelas) provinsi di Indonesia, sudah ada di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. []#

x

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item