Tugas Gerakan Buruh Dewasa Ini: Tantangan Membangun Gerakan Buruh Militan Dibawah Rezim Jokowi-JK

Tugas Gerakan Buruh Dewasa Ini: Tantangan Membangun Gerakan Buruh Militan Dibawah Rezim Jokowi-JK Oleh: Rudi HB Daman Pendahuluan Ketika ...

Tugas Gerakan Buruh Dewasa Ini: Tantangan Membangun Gerakan Buruh Militan Dibawah Rezim Jokowi-JK

Oleh: Rudi HB Daman


Pendahuluan
Ketika Pemilu 2014 berakhir dan menghadirkan Jokowi-JK sebagai pemenang untuk memerintah di Indonesia selama lima tahun, banyak kalangan menaruh harapan besar bahwa rezim ini akan memberikan perbaikan terhadap kondisi rakyat Indonesia, sebagaimana janji kampanye yang selalu disampaikan sebelum Pemilu diselenggarakan. Kepada kaum buruh, Jokowi-JK menjanjikan upah layak, kerja layak dan hidup layak. Namun, setelah enam bulan lebih berkuasa, janji tiga layak kepada kaum buruh tersebut belum terlihat realisasinya.

Persoalan upah masih tetap menjadi isu poros dalam gerakan buruh dibawah rezim Jokowi-JK. Upah yang saat ini diterima oleh kaum buruh di Indonesia masih terbilang rendah dan hanya dapat digunakan untuk bertahan hidup selama satu bulan, hingga upah bulan depan mereka terima. Kebijakan pengupahan yang berlaku di Indonesia adalah penyebab kenapa besaran upah tidak pernah setara dengan angka kebutuhan riil kaum buruh. Fleksibilitas pasar tenaga kerja yang dipertahankan oleh rezim Jokowi-JK menjadi sebab lain kenapa upah buruh di Indonesia sangat sulit mengalami kenaikan yang signifikan.

Disisi lain, kebijakan demi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah semakin menempatkan kaum buruh dalam situasi ekonomi yang sangat sulit. Pencabutan subsidi public serta kenaikan harga bahan pokok yang terjadi bertubi-tubi memaksa kaum buruh terus mengencangkan ikat pinggang agar upah yang mereka terima dapat mencukupi kebutuhan hidup dan keluarganya. 

Kebijakan Perburuhan Selama 6 Bulan dibawah Rezim Jokowi-JK
Disektor perburuhan, kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Jokowi-JK disandarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) melalui sembilan agenda prioritas atau yang dikenal dengan Nawa Cita. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara; Membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; Meningkatkan kualitas hidup manusia  dan masyarakat Indonesia; Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sector-sektor strategis ekonomi domestic; Melakukan revolusi karakter bangsa; Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi social Indonesia.

Kata pembangunan menjadi kunci didalam pemerintahan Jokowi-JK. Hingga 2019, pemerintah berencana membangun 15 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan 14 Kawasan Industri Baru, yang sebagian besar akan dibangun di wilayah Indonesia Bagian Timur. Di industry tambang sebagai contohnya, pemerintah akan menerapkan insentif fiskal dan non fiskal sebagai sarana mendorong investasi pengembangan industry pengolahan dan pemurnian. Pembangunan smelter yang didukung dengan penyediaan infrastruktur jalan dan listrik, ditambah dengan pengembangan insentif keringanan bea keluar, tax allowance dan skema pembayaran royalty bagi pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan pengusahaan tambang. Semua tawaran kemudahan ini tak lain digunakan untuk menarik investasi agar mau menanamkan modalnya di Indonesia.

Hingga lima tahun kedepan, pemerintahan Jokowi-JK mentargetkan pertumbuhan populasi industry sebesar 9 ribu usaha industry dengan skala besar dan sedang, 50 persen di luar Jawa, serta tumbuhnya industry  kecil hingga mencapai 20 ribu usaha, melalui strategi penanaman modal asing maupun modal dalam negeri. Pengembangan wilayah industry di luar pulau Jawa dengan membangun 14 kawasan industry meliputi; Bintuni-Papua Barat, Buli Halmahera Timur-Maluku Utara, Bitung-Sulawesi Utara, Palu-Sulawesi Tengah, Morowali-Sulawesi Tengah, Konawe-Sulawesi Tenggara, Bantaeng-Sulawesi Selatan, Batulicin-Kalimantan Selatan, Jorong-Kalimantan Selatan, Ketapang-Kalimantan Barat, Landak-Kalimantan Barat, Kuala Tanjung-Sumatera Utara, Sei Mangke-Sumatera Utara dan Tanggamus-Lampung. Selain itu, 22 sentra kawasan industry kecil dan menengah terdiri dari 11 di Kawasan Timur Indonesia (Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur), dan 11 di Kawasan Barat Indonesia.

Tidak tanggung-tanggung upaya rezim Jokowi-JK guna mensukseskan programnya, termasuk pembangunan infrastruktur sebagai penopang pertumbuhan industry di Indonesia. Untuk tahun 2015 saja, alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur mencapai 169 triliun, dibagi kedalam pos Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian ESDM. Anggaran prioritas sebesar 107 triliun dialokasikan untuk sector perhubungan dan maritime, energy, pariwisata dan kedaulatan pangan. Program infrastruktur yang digenjot oleh pemerintahan Jokowi-JK dipastikan akan kembali merampas lahan kaum tani di Indonesia. Masifnya perampasan lahan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur akan berdampak pada meningkatnya kaum tani yang kehilangan lahan garapan dan penghidupannya. Sementara kita memahami, bahwa tanpa ada tanah atau lahan pertanian, maka tidak akan ada produksi bahan makanan. Disisi lain, dari berbagai rencana pembangunan industry yang telah disusun oleh Jokowi, tidak satupun berbicara secara khusus bagaimana meningkatkan kesejahteraan kaum buruh melalui peningkatan upah.

Terkait dengan pengupahan, tidak ada hal baru yang dilakukan rezim Jokowi-JK tentang perbaikan kebijakan pengupahan. Inpres 9/2013 tentang Pembatasan Upah Minimum, Permen 7/2013 tentang Upah Minimum dan Kepmen 231/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum masih tetap diberlakukan. Hasilnya, selain menekan kenaikan upah minimum bagi kaum buruh, dampak lainnya adalah 190 perusahaan di Jawa Barat mengajukan penangguhan upah, di Banten mencapai 103 perusahaan dan di Jakarta 26 perusahaan. Dari 103 perusahaan yang menangguhkan upah di Provinsi Banten, 97 perusahaan disetujui dengan rincian; 53 perusahaan di Kabupaten Tangerang, 33 di Kota Tangerang, 11 di Kabupaten Serang, 5 di Tangerang Selatan dan 1 di Cilegon. Bahkan, melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Sistem Pengupahan yang sedang dibahas saat ini, kenaikan upah minimum diusulkan naik setiap dua tahun sekali, dan lima tahun sekali menurut versi pengusaha, sedangkan kenaikan setiap tahun hanya akan didasarkan pada angka inflasi. Ini adalah nyata sebagai bentuk perampasan upah buruh yang dilakukan secara sistematis melalui aturan perundangan.

Enam bulan pemerintahan Jokowi-JK tidak juga ada hal baru terkait dengan jaminan kepastian kerja, PHK masih tetap terjadi, sistem kerja kontrak dan aturan yang memperbolehkan outsourcing juga masih dipertahankan. Pada tahun ini saja, 600 orang buruh dari lima perusahaan di kabupaten Bogor terkena PHK, perusahaan beralasan tidak sanggup membayarkan upah akibat kenaikan upah minimum. Hal yang sama juga dialami oleh buruh di PT. Nikomas Serang, tidak kurang dari 400 buruh di PHK secara bertahap, jika dihitung dari tahun 2014, angkanya mencapai 800 orang buruh. Kasus PHK juga dialami 700 orang buruh outsourcing yang bekerja di PT. Krakatau Steel dan 2.000 orang buruh pabrik rokok PT. HM Sampoerna di Lumajang Jawa Timur yang akan di PHK per 1 Juni 2015. Ini belum termasuk ancaman PHK yang sedang dihadapi 1,600 buruh PT. Jabagarmindo dan 600 buruh PT. Wirapaper Tangerang, dimana perusahaannya terancam tutup. Kenyataan ini tentu saja jauh bertolak belakang dengan rencana Jokowi yang akan membuka dua juta lapangan pekerjaan setiap tahunnya.

Dalam konteks pemenuhan jaminan social terhadap rakyatnya, rezim Jokowi-JK juga masih mempertahankan kebijakan lama yang dibuat oleh pemerintahan terdahulu meskipun diketahui banyak kekurangan dalam implementasinya. Layanan BPJS Kesehatan, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2014 dalam prakteknya banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat yang menggunakannya. Secara esensi, layanan jaminan kesehatan ini tidak sepenuhnya gratis, karena para pengguna tetap harus membayar agar dapat menggunakan layanan ini, atau dengan kata lain tidak ada bedanya layanan BPJS dengan layanan asuransi kesehatan. Meski demikian, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah sepakat mendukung usulan pengajuan tariff baru BPJS. Iuran baru ini akan dikenakan kepada anggota Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun non-PBI. Tarif baru yang diusulkan adalah anggota PBI diusulkan Rp. 27,500 dari yang semula Rp. 19.225, sedangkan bagi non-PBI akan dikenai tambahan sebesar Rp. 10,000 pada setiap kelasnya. Fakta ini tentu bertentangan dengan janji Jokowi-JK yang akan memberikan jaminan kesehatan gratis bagi setiap rakyat melalui Kartu Indonesia Sehat.

Dalam perkembangan saat ini, pemerintah juga sedang melakukan finalisasi terhadap RPP Jaminan Pensiun, yang akan dijalankan mulai 1 Juli 2015. Pemerintah telah mengambil keputusan bahwa iuran jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan sebesar 8 persen, dengan rincian 5 persen ditanggung oleh pengusaha dan 3 persen ditanggung oleh buruh. Dengan iuran 8 persen dengan masa iuran 15 thn akan memebrikan manfaat sebesar 22,5 persen dari rata-rata upah terakhir. sementara kalau 20 tahun iuran berjalan maka manfaat yang akan di terima pekerja ketika pensiun sebesar 34 Persen. Padahal standar ILO bahwa pekerja yang pensiun paling rendah menerima 40 persen  dari rata-rata upah terakhir. Serupa dengan BPJS Kesehatan, secara esensi, bagi buruh yang mengikuti program ini tetap akan diharuskan membayar iuran. Artinya, upah bagi kaum buruh akan kembali dikurangi melalui program-program yang mengatasnamakan jaminan sosial.



Gerakan Buruh di Indonesia dalam Perkembangannya

Ditengah kebijakan perburuhan yang sama sekali tidak berpihak kepada kepentingan kaum buruh, organisasi-organisasi buruh masih dalam intensitas yang kecil untuk menyuarakan kepentingan anti-imperialisme dan rezim bonekanya didalam negeri. Dalam peringatan Mayday beberapa waktu yang lalu, beberapa organisasi buruh justru berencana untuk merintis pembangunan partai politik sebagai usaha memperjuangkan kepentingan kaum buruh. Setidaknya ada dua usaha pembangunan partai politik, pertama dimotori oleh Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang didalamnya terdiri dari tiga konfederasi besar KSPI, KSPSI, KSBSI ditambah dengan KP-KPBI dan beberapa federasi buruh lainnya. Meskipun pada peringatan Mayday lalu seluruh pimpinan yang tergabung dalam GBI menolak jika telah mendeklarasikan partai politik, namun mereka juga tidak menampik kemungkinan jika kedepan akan deklarasi partai buruh. Kedua adalah upaya gerakan pembangunan partai yang dilakukan oleh FPBI, SGBN, GSPB, SBMI dan beberapa organisasi massa lainnya.

Dalam catatan pengalaman perjuangan kaum buruh di Indonesia, bagi dua kelompok diatas yang saat ini berupaya membangun partai politiknya, hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Upaya yang sama pernah dilakukan pada periode sebelumnya, dan usaha tersebut tidak menemui keberhasilan. Dan sekarang, upaya yang sama kembali coba dilakukan dengan berusaha meyakinkan kepada kaum buruh bahwa mereka telah mempelajari kesalahan dan kelemahan sebelumnya, sehingga upaya kali ini diyakini akan berhasil. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah pembangunan partai ini adalah keinginan obyektif dari massa, ataukah hanya kepentingan dari beberapa pimpinan organisasi buruh yang ingin menempuh jalan parlementer sebagai usaha perjuangannya, ataukah ini adalah buah dari ketidaksabaran untuk mengorganisasikan dan memimpin perjuangan massa kaum buruh yang konsisten untuk meraih kemenangannya.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa propaganda rezim Jokowi-JK dan tim pendukungnya telah sanggup membangun opini bahwa pemerintahan saat ini adalah pemerintahan yang nasionalis, demokratis dan berpihak terhadap kepentingan rakyat. Menjelang peringatan Mayday 2015, pimpinan organisasi serikat buruh diantaranya berasal dari KSPI, KSPSI, KSBSI, KP-KPBI, KASBI, diundang oleh Jokowi untuk terbang bersama dalam pesawat kepresidenan untuk bersama-sama menghadiri peringatan hari buruh yang diselenggarakan di Jawa Tengah. Inilah yang kemudian diklaim oleh rezim Jokowi-JK bahwa mereka memiliki kedekatan dengan kaum buruh, buktinya diantara Jokowi dan pimpinan organisasi buruh dapat bergandeng tangan. Disisi lain, tindakan yang dilakukan oleh berbagai pimpinan organisasi buruh tersebut patut disayangkan jika melihat tidak ada satupun keberpihakan Jokowi terhadap kaum buruh di Indonesia.  

Tidak dapat dipungkiri, rezim Jokowi-JK mampu menggunakan kedok sebagai pemerintahan yang populis namun sesungguhnya selalu menghadirkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, ketika kaum buruh mendatangi istana untuk memperingati Mayday dan menyampaikan tuntutan aspirasinya, Jokowi lebih memilih meninggalkan istana dan membuat agenda diluar Jakarta, namun dengan sebelumnya mengajak kepada pimpinan-pimpinan organisasi buruh turut serta dalam perjalanannya. Dengan tindakan demikian, Jokowi-JK ingin membangun sebuah opini bahwa pemerintahan yang dia pimpin saat ini mampu menggandeng seluruh lapisan masyrakat termasuk kaum buruh.

Inilah tantangan bagi gerakan buruh dibawah kepemimpinan Jokowi-JK. Kaum buruh dan organisasinya harus menghadapi upaya sistematis yang dilakukan oleh rezim untuk meredam gerakan buruh, dan memaksa kaum buruh menerima seluruh skema kebijakan perburuhan yang tidak berpihak terhadap kepentingan kaum buruh. Situasi yang demikian membawa ingatan kita pada orde baru ketika organisasi buruh tidak sanggup menjadi alat perjuangan sejati kaum buruh, organisasi buruh tidak lantang menyuarakan tuntutan aspirasi kaum buruh kepada pemerintah yang berkuasa.

Serikat Buruh Sejati dan Peranannya dalam Mempersatukan Gerakan Rakyat di Indonesia





Serikat buruh sejati adalah organisasi tempat berhimpunnya kaum buruh, alat perjuangan sejati kaum buruh yang secara konsisten berjuang terus menerus untuk kepentingan kaum buruh. Dalam pengertian yang demikian, organisasi serikat buruh yang sedang dibangun ini harus terus meningkatkan kualitasnya agar benar-benar menjadi cerminan dari organisasi serikat buruh yang sejati.

Serikat buruh sejati harus memiliki karakter kuat anti terhadap kapitalisme monopoli (imperialisme). Pandangan ini berdasarkan pada situasi kongkret bahwa Indonesia adalah negeri yang berada dibawah dominasi imperialisme, baik dalam aspek politik, ekonomi maupun kebudayaan. Termasuk disektor industry, dominasi imperialisme nampak dari kepemilikan modal dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dimana mayoritas modal berasal dari asing. Dalam keadaan yang demikian, keuntungan terbesar dari industry di Indonesia akan menjadi milik asing dan bukan diperuntukkan bagi kesejahteraan kaum buruh.

Serikat buruh sejati juga memahami, bahwa ditengah krisis ekonomi yang masih terjadi di negeri-negeri imperialisme, intensitas penindasan dan penghisapan terhadap kaum buruh akan semakin meningkat. Termasuk di Indonesia, pemerintahan Jokowi-JK sebagai rezim boneka dipastikan akan melayani kepentingan imperialisme untuk membantu mengatasi krisis yang terjadi. Hal ini terlihat dari bagaimana kebijakan yang ditempuh Jokowi-JK dengan menekan upah buruh, mempertahankan sistem kerja kontrak dan outsourcing, mempermudah PHK hingga melakukan pemberangusan terhadap serikat buruh (union busting). Sehingga, bagi serikat buruh yang sejati, menentang seluruh kebijakan anti rakyat yang dikeluarkan oleh rezim adalah menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Serikat buruh sejati juga memahami, bahwa tidak hanya kaum buruh di Indonesia yang mengalami beban penindasan sebagai akibat krisis dan kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim. Kaum tani, pemuda mahasiswa, perempuan, miskin perkotaan adalah golongan yang juga menderita akibat kebijakan rezim yang tidak berpihak. Kenaikan harga BBM, kenaikan harga kebutuhan pokok, adalah contoh dimana kebijakan rezim yang saat ini berkuasa menghadirkan beban penderitaan tidak hanya bagi kaum buruh, namun juga sektor masyarakat lainnya. Bagi serikat buruh sejati, mempersatukan seluruh sector dalam masyarakat dalam sebuah gerakan rakyat adalah bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Sehingga gerakan rakyat yang terbangun juga akan memiliki semangat anti-imperialisme dan konsisten dalam menentang seluruh kebijakan rezim boneka yang tidak berpihak kepada rakyat.

Serikat buruh sejati juga memahami, bahwa kemenangan sesungguhnya bagi kaum buruh di Indonesia adalah ketika negeri ini sanggup membangun secara mandiri industri nasionalnya. Sedangkan syarat bagi indutrialisasi nasional di Indonesia adalah ketika sumber daya dan kekayaan alam negeri ini tidak dikuasai oleh imperialisme. Dengan kata lain, monopoli atas tanah dan sumber daya alam, melalui perampasan tanah yang semakin masif harus ditentang dan dihapuskan dengan menjalankan program reforma agraria sejati. Bagi serikat buruh sejati hal yang juga menjadi bagian tanggung jawabnya adalah mendukung sepenuhnya program reforma agraria sejati, melawan segala bentuk perampasan tanah sebagai syarat pembangunan industri nasional. Sehingga persatuan kaum buruh dan tani di Indonesia menemukan dasar obyektif sebagai usaha mewujudkan kesejahteraan kaum buruh dan rakyat Indonesia. ##

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item