Sikap dan Tuntutan FPR dalam Peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2017

INFO GSBI-Jakarta, 1 Mei 2017. Dalam memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 2017, Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar aksi ...



INFO GSBI-Jakarta, 1 Mei 2017. Dalam memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 2017, Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar aksi massa di Jakarta, Sumtaera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, dan beberapa daerah lainnya di Indonesia. FPR juga menggelar aksi massa di Hongkong, dan Macau. Di Jakarta, aksi massa dilakukan di beberapa titik, yakni Kedutaan Amerika Serikat, Balai Kota Jakarta, Kementerian Pertahanan, dan puncaknya di Istana Negara. Aksi di daerah dilakukan di pusat kota/kabupaten dan kantor pemerintahan daerah.

Aksi ini diikuti oleh ribuan buruh bersama kaum tani, rakyat miskin perkotaan, buruh migran, perempuan, dan pemuda mahasiswa. Ini adalah bentuk perjuangan buruh dan seluruh rakyat tertindas melawan kebijakan pemerintah yang mengabdi kepentingan neoliberal globalisasi dibawah pimpinan imperialis Amerika Serikat.

Dibawah Donald Trump, imperialis AS yang telah mengalami krisis kronis, justru semakin gencar dan brutal melancarkan perang dan agresi. Serangan 59 misil AS ke Suriah, intimidasi di Laut Tiongkok Selatan, hingga intervensi dengan memastikan Jokowi sebagai diplomat untuk menghentikan pengembangan nuklir Republik Demokrasi Rakyat Korea (DPRK) menjadi bukti bahwa AS akan terus meningkatkan agresi dan intervensi atas nama: “Demokrasi, HAM, Kemanusiaan, Pencegahan Dini (pre-emptive)”, dll. Namun, semuanya untuk keuntungan ekonomi, keuangan, perluasan pasar kapital AS dan barang komoditas secara berkelanjutan, serta dominasi militer di Asia Pasifik.

Pemerintah Indonesia melayani kepentingan AS di regional, internasional, dan spesifik memastikan kepentingan AS berjalan sukses di Indonesia. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia telah menerapkan Paket Kebijakan Ekonomi sejak September 2015 (14 jilid). Seluruh Paket tersebut memberikan fasilitas istimewa untuk mempercepat dan mempermudah investasi, fleksibilitas tenaga kerja yang menjamin upah murah, memanjakan borjuasi komprador mendapatkan keringanan pajak (tax holiday, tax amnesty), membuka 35 jenis usaha yang sebelumnya diharamkan bagi investasi asing, reformasi pelabuhan dan bongkar muat (dwelling-time), dan memberikan perlindungan maksimum bagi keamanan industri dan infrastruktur. Seluruh kebijakan ini menyebabkan kemerosotan hidup dan penderitaan panjang klas buruh, kaum tani, perempuan, buruh migran, dan rakyat lainnya.

Rudi HB Daman, Koordinator FPR menyampaikan, “Paket ekonomi Jokowi telah membatasi kenaikan upah dan mengekang hak buruh dalam perundingan demokratis untuk penentuan upah, dan secara sistematis menghilangkan upah sektoral (UMSK) karena implementasi PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Akibatnya, kenaikan upah (2017) hanya mencapai 8,25 persen, upah buruh di sektor alas kaki terus mengalami penurunan, level defisit upah semakin lebar akibat jauhnya angka nominal upah dengan tingkat kebutuhan hidup minimum (living cost).”

Lebih lanjut, Rudi menegaskan, “untuk mengintensifkan fleksibilitas tenaga kerja (labour flexibility), Pemerintah memberlakukan Permen No. 36 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri. Cara ini melegalkan pengusaha merampas upah dengan mempekerjakan orang dalam status magang selama beberapa bulan dengan memberikan uang saku hanya sebesar 75 persen dari UMK yang berlaku. Bukan hanya itu, hak buruh dan rakyat dalam berpendapat semakin dibatasi melalui penerapan berbagai regulasi di pusat dan daerah. Kehidupan mayoritas rakyat miskin di perkotaan juga terus merosot karena pendapatan dan upah yang kecil dan tidak tetap, tidak ada kepastian kerja, penggusuran intensif, dan semakin tingginya harga kebutuhan pokok.”

Bagi kaum tani, paket ekonomi Jokowi menerapkan reforma agraria palsu demi kepentingan kapitalis finans monopoli internasional. Target 2 hingga 5 juta sertifikat adalah implementasi dari Land Administration Project (LAP) Bank Dunia untuk kepentingan investasi dan hutang yang akan mengintensifkan monopoli dan perampasan tanah rakyat.

Perampasan tanah di desa dan terdesaknya rakyat di kota telah mendorong migrasi paksa semakin tinggi. Melalui Roadmap 2017, Jokowi akan mengekspor tenaga kerja berkeahlian khusus, dengan syarat sertifikasi yang justru melegalkan overcharging (biaya penempatan berlebih) dan  menjerat calon buruh migran dengan hutang melalui skema KUR (Kredit Usaha Rakyat). Jokowi menutup mata atas penderitaan Buruh Migran, namun mengambil keuntungan besar dari remitansi keuangan sektor migran.

Ironisnya, pemerintah gencar menggunakan kekuatan Aparat TNI dan Polri dalam memastikan Rencana Strategis Nasional (Paket Kebijakan Ekonomi). Keterlibatan TNI bersama Aparat Keamanan lainnya juga dapat dilihat dalam pelaksanaan proyek strategis nasional, khususnya infrastruktur seperti: Pembangunan Waduk Jatigede dan Bandara Kertajati Jawa barat, pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah, penggusuran Kampung Pulo di Jakarta, pembangunan PLTA di Seko, Kab. Luwu Utara, hingga pengamanan proyek infrastruktur di Papua. Jokowi mengalokasikan Rp 7,6 triliun untuk pembangunan di Papua. Program ini tidak akan menjawab masalah pokok dan justru memicu problem militerisme semakin meningkat. Pada tahun 2016 saja sudah 4.000 orang ditangkap dengan tuduhan melakukan makar.

Rakyat semakin menderita akibat implementasi skema neoliberal imperialis AS melalui Paket Kebijakan Ekonomi.  Pungkas Rudi.

Berikut ini adalah sikap dan Tuntutan FPR dalam Peringatan May Day 2017 :
  1. Cabut dan hentikan Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi yang hakekatnya adalah pelaksanaan neo-liberalisme imperialis Amerika Serikat! Hentikan seluruh pelaksanaan rencana strategis nasional yang telah semakin memerosotkan penghidupan massa dan meningkatkan penindasan!
  2. Cabut PP No. 78 tahun 2015 sebagai politik mempertahankan upah murah! dan cabut seluruh aturan yang memudahkan fleksibilitas tenaga kerja semakin berkembang sebagai implementasi neo-liberalisme (seperti Peraturan Menteri No. 36 tahun 2016 tentang Pemagangan)
  3. Hentikan reforma agraria palsu Jokowi dan jalankan reforma agraria sejati! Turunkan biaya produksi pertanian (pupuk, obat, bibit), naikkan harga produksi, dan naikkan upah buruh tani!
  4. Turunkan Harga dan berikan subsidi yang lebih besar kepada rakyat untuk pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok rakyat!
  5. Cabut UUPPTKILN No 39 Tahun 2014! Berikan perlindungan sejati terhadap buruh migran Indonesia dan menolak seluruh aturan dan undang-undang yang mengeksplotasi BMI
  6. Hentikan kekerasan dan diskriminasi negara terhadap kaum perempuan Indonesia!
  7. Cabut UU Pendidikan Tinggi, hentikan liberalisasi, privatisasi, komersialisasi, dan segala bentuk pungutan liar di sektor pendidikan.
  8. Hentikan perampokan kekayaan alam di tanah Papua oleh imperialis dan negara! Hentikan kekerasan, kriminalisasi, dan penderitaan rakyat oleh meningkatnya militerisme di Papua! 
  9. Mengutuk intervensi, agresi dan provokasi perang oleh imperialis ASterhadap Suriah, Iran, Republik Demokrasi Rakyat Korea, dan di negeri-negeri lain yang mempertahankan kedaulatan bangsanya. Pemerintah Indonesia harus menghentikan Kemitraan Strategis Indonesia dengan Amerika Serikat yang hakekatnya adalah pengkhianatan terhadap kedaulatan bangsa.

FRONT PERJUANGAN RAKYAT (FPR)
GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) – ALIANSI GERAKAN REFORMA AGRARIA (AGRA) – SERIKAT PEREMPUAN INDONESIA (SERUNI) – KELUARGA BESAR BURUH MIGRAN INDONESIA (KABAR BUMI) – FRONT MAHASISWA NASIONAL (FMN) – SERIKAT PEMUDA JAKARTA (SPJ) – GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA (GMNI) – JARINGAN AKSI UNTUK PERUBAHAN INDONESIA (JAPI) - INSTITUTE FOR NATIONAL AND DEMOCRACY STUDIES (INDIES)

Koordinator: Rudi HB Daman (081213172878)

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item