Dadeng Nazarudin : Biang Kerok Kebijakan Banyak Perusahaan Membayar THR dengan Cara di Cicil itu Surat Edaran (SE) Menaker RI Nomor. M/6/HI.00.01/V/2020.

Ketua DPC GSBI Kabupaten Sukabumi- Dadeng Nazarudin sedang di Wawancara awak Media INFO GSBI-Sukabumi. Diterbitkannya Surat Edaran (SE) Nom...

Ketua DPC GSBI Kabupaten Sukabumi- Dadeng Nazarudin sedang di Wawancara awak Media

INFO GSBI-Sukabumi. Diterbitkannya Surat Edaran (SE) Nomor. M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) oleh Menakaer RI, Ida Fauziyah disambut banyak perusahaan dengan kebijakan membayar THR buruhnya dengan cara dicicil dua sampai 3 kali, ada juga perusahaan yang membayar THR buruhnya hanya senilai 50%  dari upah bahkan ada yang tidak mau membayar hak THR buruhnya dengan alasan kesulitan keuangan terdampak Covid 19.

Surat Edaran (SE) Nomor. M/6/HI.00.01/V/2020 benar-benar di manfaatkan oleh  para pengusaha untuk memangkas upah buruh dan meraih keuntungan.

Situasi tersebut seperti yang terjadi di perusahaan-perusahaan di wilayah Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat, dimana banyak perusahaan yang mengeluarkan kebijakan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) secara dicicil atau bertahap.

Kebijakan perusahaan mengambil keputusan pembayaran THR dicicil ini berbuntut aksi unjuk rasa dan pemogokan buruh, buruh mem protes kebijakan tersebut.

Setidaknya pada Selasa (12/5/2020) saja di Kabupaten Sukabumi ada dua perusahaan yang buruhnya demo, yaitu PT Doosan Jaya Sukabumi yang berada di Desa Kompa, Kecamatan Parungkuda dan PT Yongjin Javasuka Garment di Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Kedua perusahaan itu didemo karena akan membayar THR secara dicicil dalam waktu tiga bulan.

Kebijakan banyak perusahaan yang membayar Tunjangan Hari Raya (THR) secara dicicil atau bertahap menjadi sorotan aktivis buruh di kabupaten Sukabumi. Salah satunya Dadeng Nazarudin, Ketua DPC Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi yang banyak menyoroti dan mengkritik tajam kebijakan ini.

“Aksi unjuk rasa, pemogokan yang dilakukan buruh menolak kebijakan pembayaran hak THR dicicil itu wajar, dan GSBI mendukung setiap perjuangan buruh, aksi-aksi kaum buruh, pemogokan kaum buruh yang memperjuangkan hak nya. 

THR itu merupakan hak buruh. Sudah ada aturan yang mewajibkan perusahaan membayar THR yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Dan ketika THR dicicil maka namanya bukan THR lagi, sebab diberikan diluar dari Hari Raya Keagamaan. THR itu kan tunjangan yang wajib diberikan pengusaha kepada buruhnya untuk kebutuhan di hari raya. Kalau dicicil sampai beberapa bulan itu bukan THR lagi namanya." jelas Dadeng.

Lebih lanjut Dadeng menyatakan, GSBI sangat menyayangkan banyak perusahaan yang membayar hak THR buruhnya dengan cara di cicil. Ini sangat keterlaluan. Bagaimana tidak setelah pengusaha-pengusaha memberlakukan No Work, No Pay, kemudian sekarang hampir semua perusahaan memberlakukan THR di cicil. 

Pemberlakuan No Work,  No Pay itu berarti pengurangan nilai upah per bulan, ditambah sekarang THR di cicil, padahal THR itu kan tunjangan yang wajib di berikan pengusaha kepada buruhnya untuk kebutuhan-kebutuhan di hari raya. Buruh terus di jadikan korban,  buruh upahnya terus di rampas." 

Selain menyoroti dan menyanagkan banyaknya kasus pembayaran THR yang di cicil, Dadeng pun mengkritik sikap pemerintah yang mendukung kebijakan perusahaan soal THR dicicil. 


“Biang kerok dan sumber masalahnya ini, dimana banyak perusahaan mengeluarkan kebijakan pembayaran THR di cicil ini adalah karena di keluarkannya Surat Edaran (SE) Nomor. M/6/HI.00.01/V/2020 oleh Menaker RI. Dimana dalam salah satu pasal dalam SE tersebut menyatakan bahwa perusahaan boleh membayar THR secara bertahap (mencicil) dan menunda pembayaran apabila dianggap tidak mampu. 

Kalau SE ini tidak dikeluarkan, saya kira tidak akan ada dan banyak kasus seperti sekarang ini.

SE ini harus segera di cabut. GSBI mendesak Menaker RI Ida Fauziyah untuk segera mencabut SE Nomor. M/6/HI.00.01/V/2020 ini. Tegas Dadeng.

SE ini telah melabrak Peraturan Nomor 06 tahun 2016, PP 78 tahun 2015 dan kualitas Surat Edaran (SE) tersebut lebih rendah dari Undang-Undang yang berlaku, SE ini nampak hanya mengakomodir suara dan kepentingan pengusaha semata. 

Padahal pemerintah harus melihat bahwa THR itu sangat dinantikan karena buruh membutuhkannya. "Pemerintah justru mengamini apa keinginan para pengusaha dan mengabaikan kebutuhan para buruh,". tegasnya.

Tidak ada alasan perusahaan tidak mampu membayar THR. Terlebih jika melaksanakan manajeman perusahaannya dengan baik. Sebab pada saat ini, perusahaan sudah mendapatkan banyak stimulus dari pemerintah baik keringanan dari sisi pembayaran pajak, ekspor impor, jaminan sosial ketenagakerjaan juga jaminan sosial kesehatan,dllnya. Bahkan jauh sebelum adanya Covid 19 pengusaha juga telah banyak diberikan kemudahan dan berbagai stimulus oleh presiden Jokowi melalui paket kebijakan ekonomi Jokowi jiid 1 – jilid 16.

Jadi kebijakan banyak perusahaan membayar THR dengan cara dicicil bahkan banyak perusahaan tidak membayar hak THR buruh ini dengan alasan terdampak Covid 19, kalau bukan karena memanfaatkan situasi ini untuk meraih keuntungan,  juga karena mereka serakah dan tidak memiliki resfec terhadap buruh dan kemanusiaan.  Tegas Dadeng. [rd-2020]#.

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item