GSBI : Dua Surat Edaran (SE) Menaker Ida Fauziah Hanya Mengakomodir Pengusaha dan Lebih Rendah dari Undang-Undang

Poto; Ketua Umum GSBI sedang Orasi di acara Aksi Kamisan  INFO GSBI- Jakarta. Dimasa pandemi global Covid 19 Menteri Ketenagakerjaan RI, Yt...

Poto; Ketua Umum GSBI sedang Orasi di acara Aksi Kamisan 

INFO GSBI- Jakarta. Dimasa pandemi global Covid 19 Menteri Ketenagakerjaan RI, Yth Ibu Ida Fauziah sudah mengeluarkan dan menandatangani dua Surat Edaran (SE). Pertama;  Surat Edaran Nomor :  M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Buruh/Pekerja dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 yang ditandatangani pada 17 Maret 2020. Kedua; Kedua Surat Edaran Nomor : M/6/HI.00.01V/2020 mengenai Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya ( THR ) yang di tanda tangani tanggal 06 Mei 2020. 

Kedua Surat Edaran  (SE) yang diterbitkan Ibu Menteri yang terhormat, dalam penilaian GSBI isinya tidak ada yang istimewa,  padahal situasinya sangat genting dan mendesak akibat sebaran pandemi global Covid 19 yang membutuhkan suatu tindakan nyata dalam memerangi penyebaran Covid 19 di kalangan buruh/pekerja serta menanggulangi dampak lanjutannya di sektor industri (ketenagakerjaan) akibat pandemi Covid 19 ini.

Pandemi global Covid-19 hingga saat ini terus menjadi ancaman bagi semua orang dan negara tak terkecuali kaum buruh. Dari sisi ekonomi, semua negara menghadapi perlambatan ekonomi dan mungkin resesi. Sektor Ketenagakerjaan baik bagi dunia usaha terutama bagi buruh/pekerja serta mayoritas rakyat Indonesia,  terutama yang mengantungkan hidup dan kebutuhan ekonominya dari penghasilan harian atau upah berdasarkan kehadiran kerja mengalami dampak buruk terbesar. 

Maka menurut  GSBI, dalam situasi demikian, Ibu Menaker RI harusnya banyak turun kelapangan, banyak mendengarkan suara  buruh/pekerja,  jangan hanya dengar suara pengusaha saja yang di dengarkan. Ibu Manaker RI harusnya mengeluarkan regulasi yang konkrit dan tegas, bukan malah memberi peluang bagi pengusaha untuk melanggar hak-hak buruh. Regulasi yang melindungi buruh dan menjaga agar dunia usaha tetap kondusif dan berjalan.

Menurut GSBI,  kualitas kedua Surat Edaran (SE) tersebut lebih rendah dari Undang-Undang yang berlaku saat ini di negara Republik Indonesia tercinta. Surat Edaran (SE) yang Ibu Menaker tanda tangani adalah Surat Edaran (SE) yang hanya mengakomodir suara dan kepentingan pengusaha semata. Sebut saja dalam SE. M/3/HK.04/III/2020,  point 1 sampai 3 tidak ada yang istimewa sama sekali, tidak ada sesuatu yang baru, karena sudah ketentuan bahwa buruh yang sakit upahnya harus dibayar. Di point ke 4 sama saja, dimana apabila perusahaan melakukan pembatasan kegiatan maka upah dibicarakan secara bipartit antara pengusaha dan pekerja.  Lebih parah lagi di SE. M/6/HI.00.01V/2020 dimana salah satu isinya bahwa perusahaan boleh membayar THR  secara bertahap (mencicil) dan menunda pembayaran apabila dianggap tidak mampu. 

Kedua SE tersebut tidak menjawab masalah kaum buruh dan sektor industri (ketenagakerjaan) sama sekali, justeru melangkahi Undang-undang, dan mendegradasikan hak-hak buruh.  Mengingat bahwa upah maupun THR sifatnya normatif, Artinya apa? bahwa Hak Normatif tidak perlu dirundingkan. PP 78 tahun 2015 telah mengatur soal itu, yang aturan pelaksanaannya diatur juga dalam Permenaker  No 06 tahun 2016.

Bu Menaker, harusnya sangat paham, bahwa dimasa pandemi Covid19 ini yang terdampak bukan hanya pengusaha, tapi juga berdampak pada kehidupan kaum buruh/pekerja.  Bahkan bagi buruh/pekerja dampaknya jauh lebih parah karena bisa kehilangan nyawa, Bagaimana tidak mayoritas buruh masih tetap dipaksa terus bekerja dalam ancaman terpapar Covid 19, karena kondisi kerja yang buruk, tanpa atau dengan alat pelindung diri (APD) yang kurang memadai, tidak memiliki akses langsung ke tes dan perawatan kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja yang buruk.  Kehilangan pekerjaan dan otomatis kehilangan pendapatan,

Data telah menunjukkan dimana saat ini sudah ratusan ribu buruh bahkan jutaan telah dipecat (PHK) dengan sewenang-wenang, Jutaan buruh lainnya dirumahkan dengan paksa tanpa dibayar upahnya. Semua itu tidak ada solusi konkrit (nyata) dari pemerintah, terkhusus dari lembaga yang Ibu Menaker pimpin. 


Nasih Kaum Buruh Tidak Menjadi Perhatian Penting bagi Pemerintah. 

Sekedar mengingatkan saja buat Ibu Menaker yang terhormat, selama tiga bulan pandemik Covid-19 ini,  pemerintah sudah banyak memberi kemudahan kepada pengusaha, bahkan sejak awal pemerintahan Jokowi berkuasa melalui paket kebijakan ekonomi jilid 1 - 16.  Saat ini melalui Paket Stimulus II yang berupa (a) Stimulus fiskal untuk menyokong industri melalui pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan (sekitar Rp70,1 triliun); (b) Stimulus non fiskal dengan menyederhanakan dan mengurangi hambatan ekspor-impor (manufaktur, makanan dan obat-obatan/alat kesehatan), akselerasi proses ekspor-impor untuk reputable traders, dan layanan ekspor-impor melalui Sistem Logistik Nasional. Penangguhan PPh pasal 21 dan PPh pasal 22, yaitu pajak penghasilan badan atas kegiatan impor barang konsumsi. Kemudian, PPh pasal 25 atau pajak korporasi juga akan ditangguhkan atau dibayar belakangan.

Selain itu, pemerintah  juga menyiapkan insentif nonfiskal seperti penghilangan larangan terbatas (lartas) untuk lebih dari 749 kode Harmonized System (HS). Pemerintah juga akan melakukan simplifikasi aturan impor antar kementerian. Kemudahan impor juga diberikan untuk 735 importir berepotasi tinggi atau reputable trader selain mengurangi biaya logistik dengan melakukan efisiensi proses logistik. Yang terbaru adalah rencana pemerintah memberikan pembebasan pembayaran premi BPJS Ketenagakerjaan. Dan oleh Ibu Menaker ditambahkan lagi dengan memperbolehkan perusahaan mencicil pembayaran THR.

Padahal industri itu tidak akan tumbuh  dan berkembang jika didalamnya tidak ada buruh. Buruh dalam dunia industri juga memiliki peran penting, bahkan juga penggerak utama ekonomi bangsa.

Ibu Menaker yang terhormat, sudah banyak kami mendengar pernyataan yang ibu sampaikan mengenai kondisi perburuhan, tapi sampai saat ini,  kami dari GSBI tidak pernah mendengar pernyataan dari Ibu Menaker yang meminta pengusaha untuk membuka berapa akumulasi keuntungan yang sudah didapat pengusaha selama ini, sebelum industri diserang dampak Covid-19.

Benar saat ini ekonomi kita sedang lesu ditahan oleh pandemi Covid 19. Tapi tak sepenuhnya benar kalau para pengusaha bilang tidak punya uang sama sekali dan terdampak Covid 19!  Karena banyak juga pengusaha yang memanfaatkan situasi ini untuk melakukan PHK dan menghindar dari kewajibannya kepada buruh, mendegradasikan hak buruh demi meraih berlipat keuntungan. 

Harus Ibu Menteri ketahui selama ini ada milyaran atau triliunan rupiah keuntungan yang di peroleh para pengusaha dari keringat buruh. Ada tumpukan kekayaan pribadi  yang timbun para pengusaba. Semua itu hasil dari keringat buruh. 

Mereka telah hidup bergelimang kemewahan selama ini. Tapi kaum buruh yang menciptakan keuntungan tersebut, hidup dalam kemiskinan, penderitaan, upah yang rendah, kondisi kerja dan syarat kerja yang buruk,  tidak manusiawi. 

Saat ini dengan alasan terdampak Covid 19, buruh begitu saja di buang, di PHK, dipotong upahnya, di rumahkan tanpa dibayar. Dalam situasi normal saja banyak pengusaha tidak menjalan aturan hukum atas hak-hak buruh, apalagi dalam situasi saat ini dengan alasan pandemi Covid-19, dan diperparah lagi dengan adanya aturan yang Ibu Menaker RI keluarkan, yang memberikan angin segar dan legalitas bagi para pengusaha untuk melanggar hak-hak buruh. ya,.. pasti tambah jadi bertambah buruk.

Kami menunggu itu bu Menaker, karena itu penting,  agar para buruh/pekerja yang sudah bekerja keras memberikan keuntungan kepada pengusaha bisa mendapat keadilan.  Dan itu adalah tugas ibu selaku Menaker, tugas negara hadir sebagai penyeimbang diantara buruh dan pengusaha, 

Jadi menurut kami, janganlah meminta para buruh/pekerja untuk berunding dengan pengusaha untuk hak normatifnya, karena itu artinya ibu sendiri sudah melanggar Undang-undang yang berlaku di negeri kita,  dan memberi peluang untuk dilanggar. 

Kalau negara tidak mampu memberikan perlindungan kepada para buruh/buruh,  minimal janganlah  ajarkan buruh untuk melecehkan Undang-undang. 

Ibu Menteri yang terhormat, yang di butuhkan saat ini oleh buruh Indonesia, bukan Surat Edaran (SE) macam itu, dan bukan program-program yang hanya menghamburkan uang negara seperti Kartu Pra Kerja tapi tidak menjawab masalah utama yang terjadi.

Untuk itu berdasarkan situasi saat ini dan atas diterbitkannya dua Surat Edaran  (SE) Menaker RI yang sangat tidak berkualitas dan tidak menjawab masalah yang ada, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) :
  1. Meminta untuk Ibu Menaker RI segera mencabut Surat Edaran Nomor.  M/6/HI.00.01V/2020 mengenai Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR).
  2. Mendesak Presiden Jokowi dan Menaker RI untuk segera Menerbitkan aturan dan atau kebijakan larangan PHK selama pandemi Covid-19 dengan alasan apapun dan jaminan untuk terpenuhinya hak-hak buruh.
  3. Hentikan Program Kartu Pra-Kerja, karena tidak efektif, tidak transparan tidak kapabel serta tidak bisa diakses dengan mudah dan tidak menjawab masalah pokok bagi buruh/pekerja yang menjadj korban PHK, dirumahkan dan pengangguran. Dan Mengalokasikan Anggaran Program Kartu Pra-Kerja dalam Bentuk Bantuan Langsung Tunai kepada Buruh Korban PHK dan Rakyat yang kehilangan Penghasilan/Pendapatan Akibat terdampak Covid-19.
  4. Meminta kepada para pengusaha untuk membayarkan  hak atas Tunjangan Hari Raya THR 100 persen,  tepat waktu, tanpa dicicil. []

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item