GSBI: Permenaker Nomor 05 tahun 2023, Praktek Ilegal Sebelumnya, Dilegalkan Menaker Ida Fauziyah

INFO GSBI-Jakarta (7/3/2023). Sejak menjabat Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah telah banyak mengeluarkan kebijakan dan aturan yang mele...


INFO GSBI-Jakarta (7/3/2023).
Sejak menjabat Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah telah banyak mengeluarkan kebijakan dan aturan yang melegalkan perampasan upah dan hak-hak buruh, antara lain; -penghilangan item pembalut wanita dalam komponen dasar pengitungan sebagai rujukan dalam penetapan Kebutuhan Hidup Layak (Permenaker No.18/2020). Peraturan yang mengijinkan perusahaan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) dapat dicicil (Surat Edaran No.M/6/HI.00.01/V/2020), pengaturan pemotongan upah dengan sistem no work no pay di masa pandemic Covid-19 (Kepmenaker N0.104/2021), pembatasan kenaikan upah minimum untuk tahun 2021 (Surat Edaran No.M//11/HK.04/X/2020), dan terbaru pada tanggal 7 Maret 2023 ini, Menteri Ida Fauziyah kembali menerbitkan aturan yang merampas upah buruh, memperbolehkan peusahaan untuk memotong upah buruh hingga 25% yang di tuangkan dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Inti dari ketentuan pokok Permenaker Nomor 5 thn 2023 ini adalah MENGIJINKAN pengusaha memotongan upah buruh hingga sebesar 25%, memperbolehkan membangun hubungan kerja dan sistem kerja yang fleksibel dan lebih fleksibel lagi, yang berlaku di lima sektor industry yakni: tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit dan barang kulit, mainan anak dan furniture, dan produksinya berorientasi ekspor untuk pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Permenaker Nomor 5 tahun 2023 ini, setali tiga uang dengan Perppu Cipta Kerja Nomor 2 tahun 2022 yang inkonstitusional yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 lalu, yaitu sama-sama menggunakan dalil krisis ekonomi/dampak ekonomi global sebagai dasar pertimbangan diterbitkannya kebijakan ini dan melegalkan perampasan upah dan hak-hak buruh.

Selain itu kebijakan ini sepenuhnya mengakomodir permintaan dari  5 (lima) asosiasi pengusaha (APINDO, APRESINDO, API, KOGA, KOFA) yang diajukan kepada Menaker Ida Fauziyah sejak Oktober 2022 lalu. Melalui surat yang ditandatangi oleh kelima asosiasi pengusaha tersebut meminta Menteri Ketenagakerjaan, untuk membuat aturan tambahan tentang Fleksibilitas Jam Kerja bagi perusahaan di industri padat karya yang berorientasi ekspor “No work no pay” dan lahirnya Permenaker ini merupakan legalisasi persetujuan no work no pay dari Menaker Ida Fauziayah.

Dalam kajian GSBI bahwa, kebijakan ini betul-betul tidak mempunyai dasar hukum apapun dan bahkan justru merusak tatanan hukum, melabrak “bertentangan” dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000. Dan aturan ini dipastikan merusak konsep upah minimum yang berlaku dalam sistem ketenagakerjaan saat ini.

Bagaimana tidak, Permenaker 05 tahun 2023 akan menyebabkan upaha buruh di sektor padat karya industri berorientasi ekspor (garmen, tekstil, sepatu, dllnya) akan di bayar di bawah ketentuan upah minimum (UM) yang berlaku. Saat ini saja tidak ada Permenaker 05 tahun 2023 buruh disektor ini masih banyak upahnya di bayar di bawah ketentuan upah minimum yang berlaku. Padahal sudah sangat jelas tidak ada satupun frasa dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang membolehkan potongan upah apalagi sebesar 25% dari upah yang diterima buruh. Bahkan praktek membayar upah dibawah upah minimum dinyatakan oleh  UUK 13/2003 Pasal 90 ayat (1) adalah tindak pelanggaran (illegal) terhadap ketentuan tersebut merupakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan atau denda sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat 1 dan 2 UUK 13/2003.

Sedangkan Penangguhan Upah Minimum saja yang dibolehkan oleh Undang-undang, masih tetap memberikan perlindungan dan tidak boleh memotong upah buruh. Mari perhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 72/PUU-XIII/2015 yang pada intinya menyatakan “penangguhan upah minimum tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum dengan pembayaran yang dilakukan oleh pengusaha selama masa penangguhan”. Dan MK juga menyatakan membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 90 ayat 1 UUK 13/2003, dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut merupakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan atau denda sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat 1 dan 2 UUK 13/2003.

Maka jelas dengan Permenaker 05 tahun 2023 Pengusahanya Mendulang Untung, Buruh nya Bernasib Buntung. Dan jelas hadirnya Permenaker Nomor 5 tahun 2023 menjadikan alat legalisasi dari praktek illegal selama ini menjadi dilegalkan oleh Menaker Ida Fauziyah. Dan jelas Permenaker Nomor 5 tahun 2023 bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh bahkan nyata melanggar UUD 1945. Bagi GSBI silahkan saja mengurangi jam kerja, tetapi upah buruh tidak boleh di kurangi, upah buruh tidak boleh dibayar di bawah upah minimum yang berlaku.

Atas diterbitkannya Permenaker 5 tahun 2023 ini, GSBI menilai bahwa Menaker Ida Fauziyah benar-benar tidak memahami, tidak mengerti tentang karakter industri padat karya berorientasi eksport. Industri ini, adalah Industri yang cenderung spekulatif dan cenderung anarkis. Barang terus di produksi melebihi kebutuhan umat manusia.

Diberbagai negara produsen industri ini semuanya bergantung kuota eksport yang di berikan negara-negara tujuan eksport (pemilik brand) seperti Amerika dan Eropa. Semakin banyak kuota dari Indonesia ke negara tujuan eksport. Dengan begitu, berarti banyak terjadi PHK terhadap buruh di negara-negara produsen lainnya, seperti; India, Banglades, Srilanka. Begitu sebaliknya, ketika kuota eksportir dari negara India, Banglades, Srilanka bertambah, maka gelombang PHK akan terjadi terhadap buruh eksportir Indonesia. Penambahan kuota dari negara tertentu, maka esensinya pengurangan kouta terhadap negara lain.

Yang lebih ironisnya, izin pemotongan upah buruh di lima sektor industry ini terbit ditengah meningkatnya kuota eksport dari Indonesia ke Amerika, Eropa dan Asia sebagaimana diputuskan oleh GSP (general sistem pereference), dan itu dimulai sejak tahun 2021.

 

 

Tahun

NILAI EKSPORT INDUSTRI

Alas Kaki

Tekstil & Pakaian

Furniture

Kulit&Barang Kulit

Mainan Anak

2020

USD 4,80 M

USD 10,55 M

USD 1,9 M

USD 555, 23JT

USD 343,38 JT

2021

USD 6,16 M

USD 12,13 M

USD 2,5 M

USD 849,18 JT

USD 416,18 JT

2022

USD 8,27 M

USD 13,83 M

USD 4,78 M

USD   1,376 M

USD 482,40 JT

Sumber: Kemenprin, Kemendag dan BPS (tujuan ekspor: AS, Eropa, Asia)

Peningkatan jumlah kuota eksport (produksi) Industri ini, bukan karena banyak permintaan dari konsumen, tapi karena peralihan dari India ke Indonesia sebagai imbal balik dari penerbitan omnibus law Cipta Kerja. Serta untuk menjamin harga jual terus dapat dijangkau oleh konsumen, maka pembaharuan teknologi serta pengurangan upah, itu jaminannya. Kontraktor (komprador) Indonesia, memanfaatkan industri "naik daun" ini dengan sebutan padat karya, padat modal, padat tenaga agar dapat flexibility dan lebih flexibility hubungan kerja, jam kerja dan upah nya.

Serta Surplus Value tersendiri bagi pengusaha dikelima sektor industri ini. Yang sejak tahun 2016 lalu membangun pabrik barunya di Jawa Tengah dan pinggiran Jawa Barat yang upah buruhnya lebih murah dibandingkan upah buruh di Jabotabek dan sekitarnya. Para pengusaha disektor ini mendapatkan keuntungan dari selisih upah yang lebih murah sebesar 1,5 Juta s.d 2 Juta dari setiap orang buruh. Terlebih sebelumnya juga telah mendapatkan insentif berbagai kemudahan dari pemerintah sepanjang tahun 2016 – 2022 mulai dari keringanan pajak, cukai, THR dicicil, system No Work No Pay dan pemotongan upah di masa Covid-19. Selain itu, kelima sektor industri ini juga mendapat fasilitas GSP (General Sistem Preference) dari pemerintah Amerika Serikat di tahun 2020 lalu, fasilitas keringanan bea ekspor produk Indonesia di pasar Amerika Serikat, yang diperpanjang hingga sepuluh tahun ke depan.

Pemerintah mendapatkan dana segar setiap tahun dari industri eksportir ini, melalui program GSP. Semakin banyaknya jumlah kouta eksportir yang masuk ke negara imperialis, maka pemerintah pun mendapatkan penambahan dana dari GSP (dana bebas bea tahunan dari negara tujuan yang juga anggota GSP). Terbitnya UU Omnibus Law pada tahun 2020, ini sebagai barter penambahan kouta eskportir produk dari Indonesia. Dan buruh dapat apa??? Malah industri garmen dan sepatu (eksportir) mendapatkan banyak fasiltas kemudah-kemudahan.

Di Indonesia jumlah buruh di sektor lima industry ini mencapai lebih dari 4,65 Juta buruh, dan mayoritasnya perempuan, yang berpotensi terampas upahnya akibat kebijakan Permenaker Nomor 5 tahun 2023 yang culas dan merendahkan harkat dan martabat kaum buruh. Mengingat 60-70% lebih industry ini berorentasi eksport dengan negara tujuan Amerika dan Eropa. Sehingga akan berpengaruh terhadap daya beli nasional dan menambah suram krisis ekonomi bagi rakyat dalam negeri, hingga menyeret rakyat kedalam jurang kesengsaraan di negerinya yang kaya raya.


Kebijakan Permenaker 05 tahun 2023 adalah pemindahan beban krisis dunia kepundak klas buruh yang dilakukan secara terbuka, terang-terangan dan barbar oleh rezim Jokowi melalui Menaker Ida Fauziyah.

Upah adalah Hak asasi bagi buruh/pekerja yang tidak boleh dirundingkan (non-negotiable) dalam situasi apapun. Bahkan ketika negara dalam keadaan darurat, pemerintahan negara yang beradab akan menjadikan pemotongan upah sebagai upaya terakhir, setelah kenaikan pajak, penutupan industri dan pemungutan kekayaan pihak tertentu untuk direstribusi. Maka, melegalisasi pemotongan upah buruh, sama dengan merendahkan harkat dan martabat kaum buruh sebagai manusia, dipaksa hidup dengan kemiskinannya, kemiskinan yang diciptakan oleh pemerintahnya sendiri.

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Menolak Keras Permenaker Nomor 05 tahun 2023, dan menuntut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk Mencabut dan Membatalkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, serta seluruh kebijakan dibidang ketenagakerjaan yang merugikan, memiskikan dan menyengsarakan kaum buruh Indonesia; Menteri Ketenagakerja untuk berani menindak secara hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran dan perampasan hak-hak buruh termasuk membenahi dan meningkatkan kinerja pengawasan; Presiden Joko Widodo untuk Segera Mencabut dan Membatalkan Perppu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022 ; dan Segera bangun industri nasional berbasis pada Land Reform Sejati sebagai jalan keluar atas dampak krisis global serta kedaulatan rakyat Indonesia atas Upah, Tanah dan Kerja.

GSBI juga menyerukan kepada seluruh kaum buruh Indonesia untuk bangkit bersatu dan bergerak bersama melakukan perlawanan menuntut Permenaker 05 tahun 2023 ini di cabut, menentangan segala kebijakan reziim Jokowi yang merugikan buruh seperti Perppu Cipta Kerja Nomor 2 tahun 2022. Perlawanan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk dalam bentuk aksi-akssi masa, pendudukan kantor menaker RI dan pemogokan.[]

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item