PROBLEM POKOK KLAS BURUH DAN RAKYAT INDONESIA

Oleh ; Departemen Diklat dan Propaganda Gabungan Serikat Buruh Independen Keadaan Alam dan Masyarakat Indonesia Secara Geografis Indonesia m...

Oleh ; Departemen Diklat dan Propaganda Gabungan Serikat Buruh Independen


Keadaan Alam dan Masyarakat Indonesia
Secara Geografis Indonesia merupakan negeri kepulauan yang sangat besar dan istimewa dalam kedudukan strategis percaturan ekonomi, politik, dan budaya dunia. Terdapat puluhan ribu (13.667) pulau dengan lima buah pulau besar: Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua. Kepulauan Indonesia didominasi oleh perairan dengan garis pantai terpanjang di dunia. Terletak pada 6º Lintang Utara 11º Lintang Selatan dan 95º Bujur Timur, 145º Bujur Timur, menjadikan Indonesia memiliki dua musim, kemarau dan penghujan. Demikian pula, Indonesia diapit oleh dua buah samudera besar yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, yang sangat menguntungkan dan strategis untuk jalur perdagangan dunia karena menghubungkan dua buah benua secara langsung, Asia dan Australia. Kontur daratan umumnya terdiri dari pegunungan dan gunung berapi sebagai sumber vulkanis yang subur, lembah-lembah dan puluhan sungai besar dengan ribuan anak sungainya, serta areal persawahan yang luas. Kesemuanya sangat cocok untuk pertanian, perkebunan dan sumber kekayaan hutan tropis yang tiada duanya. Di beberapa kawasan di Indonesia bagian Timur kita masih bisa menjumpai sarana-sarana yang luas yang sangat ideal untuk peternakan dan kegiatan pertanian yang lain. Hutan tropis di Indonesia menjadi paru-paru dunia dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia. Keadaan ini sangat penting peranannya dalam mempertahankan iklim global dan eseimbangan ekosistem. Demikian juga baik di daratan maupun perairan dan lepas pantai Indonesia terkandung jutaan metrik ton bahan mineral, batu bara, gas alam, tembaga, emas, minyak bumi, biji nikel, timah, biji besi dan gas alam yang menjadi sumber energi utama industri modern yang menggerakkan peradaban umat manusia di dunia ini.

Dewasa ini jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 224.784.210 orang, pertumbuhan penduduk 1,63% per tahun. Dengan kepadatan terbesar ada di Jawa, yaitu: 106 orang/km2, di Sumatera 80 orang/km2, dan Kalimantan 26 orang/km2, berdasarkan sensus penduduk 2001. Dengan komposisi penduduk laki-laki sebesar 112.235.364 jiwa sedangkan perempuannya sebesar 112.548.846 jiwa. Indonesia terdiri dari berbagai sukubangsa, yang memiliki adat istiadat dan bahasa sendiri. Dari sekian sukubangsa tersebut, Jawa adalah sukubangsa yang dominan dan penyebarannya sangat luas di berbagai pulau yaitu mencapai sekitar 45%, terutama secara historis sebagai dampak politik kolonialisme dan imperialisme pada Abad Ke-19 sampai awal Abad Ke-20. Pada hakekatnya semua sukubangsa tersebut memiliki bahasa mereka sendiri dalam pergaulan sehari-hari. Dalam skala nasional mereka menggunakan ahasa Indonesia secara luas, kecuali di beberapa daerah pedalaman, sebagai kata pengantar dalam pergaulan antar sukubangsa. Demikian pula dalam dunia pendidikan dan acara-acara resmi nasional bahasa Indonesia telah diterima sebagai bahasa pengantar. Populasi penduduk dan sumber daya agraria yang melimpah, sudah seharusnya dijadikan modal untuk kesejahteraan massa rakyat. Tetapi kondisi ini berbeda dengan kenyataan sebenarnya, rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan akibat penindasan oleh feodalisme dan imperialisme yang masih ada, sehingga menghambat perkembangan tenaga produktif secara luas memanfaatkan alam raya ini untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Klas Buruh dan Rakyat Indonesia di Negeri Setengah Jajahan dan Setengah Feodal.
Sistem dunia hari ini adalah dominasi kapitalisme, yang telah mencapai trahap tertingginya, yaitu: imperialisme. Namun perkembangan dunia tidak seimbang, sehingga di berbagai negeri jajahan dan setengah jajahan seperti Indonesia, feodalisme menjadi basis sosial yang membuat imperialis berdominasi. Feodalisme telah menjadi topangan dan membantu imperialisme sehingga dapat mengambil tanah rakyat dengan mudah, mobilisasi tenaga kerja murah dan memperoleh bahan mentah untuk kepentingan industri kapitalis monopoli dengan murah dan melimpah. Kekuatan ini selalu dioperasionalkan oleh birokrasi aparatus negara yang mengabdi kepada kepentingan modal Imperialis, merekalah yang kita sebut sebagai kapitalisme birokrat.

Di Indonesia kepemilikan tanah perseorangan yang sangat luas oleh tuan tanah, secara kuantitas tidak lagi sebesar zaman VOC atau Sistem Tanam Paksa, di mana para bangsawan dan tuan tanah desa masih sangat berdominasi. Penguasaan tanah masih terkonsentrasi pada: pengusaha-pengusaha perkebunan negara maupun perseorangan, di tangan institusi militer, pengusaha-pengusaha pemegang HPH secara korupsi, kolusi dan nepotisme, ditangan pemodal yang mengkonsolidasikan tanah petani dengan cara sewa dan kontrak jangka panjang, di tangan perseorangan pemegang hak absentee, tuan tanah desa penguasa tanah luas di luar batas maksimum menurut Undang-Undang Agraria 1960, dan semua tuan tanah pemilik tanah luas dan mempekerjakan orang lain dalam produksi akan tetapi mengeruk keuntungan yang besar dan bergantung hidupnya dari penguasaan tanah tersebut. Mereka adalah kaum tuan tanah dalam kenyataan hari ini, pada zaman setengah feodal, di bawah dominasi imperialisme. Demikian pula klas-klas parasit lain yang mengikuti setengah feodal ini juga masih banyak kita jumpai. mereka adalah: Para lintah darat (bank perkreditan) yang meminjamkan uang dengan bunga yang mencekik leher petani, tukang ijon dan tengkulak besar yang pada hakekatnya borjuasi komprador dan tuan tanah (penebas dan pengepul besar) yang memainkan harga hasil produksi petani.

Imperialisme AS saat ini menjadi kekuatan kapitalisme monopoli internasional yang paling kuat dan memegang peranan memimpin di antara kekuatan-kekuatan imperialisme dunia lainnya seperti Inggris, Jerman, Jepang dan imperialisme sosial Cina. Kekuatan ekonomi politik imperialisme AS menjadi segi yang berdominasi di dunia melalui lembaga-lembaga multinasional yang dikendalikan AS seperti International Monetery Fund (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Kelembagaan dunia tersebut menjadi instrumen bagi AS untuk memaksakan kebijakan-kebijakan imperialisme kepada negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan. Seperti misalnya IMF bertindak untuk memastikan skema penyesuaian struktur ekonomi politik berdasarkan kepentingan AS melalui mekanisme hutang luar negeri yang menjerat. Sementara WTO sebagai organisasi perdagangan dunia bertugas menjamin pelaksanaan liberalisasi perdagangan yang akan lebih menguntungkan negeri imperialis khususnya AS. Demikian juga PBB menjadi organisasi internasional yang setiap waktu dapat digunakan oleh imperialis AS untuk mengesahkan kebijakan-kebijakannya, seperti yang baru-baru ini terjadi ketika AS melakukan perang agresi imperialisnya ke Irak, Afganistan dan sokongan AS dalam agresi Israel ke Palestina.
Sejak Rezim Fasis Boneka Imperialis Soeharto berkuasa, rakyat Indonesia telah merasakan secara kongkrit penindasan dari imperialisme ini. Perusahaan ekplorasi minyak Amerika Caltex dan Stanvac mulai menggali bumi Indonesia, mengiringi langkah perusahaan Goodyear dan US Rubber, perusahaan Amerika yang bergerak dalam mengolah karet alam. Untuk melapangkan jalan perusahan-perusahaan tersebut para negara imperialis di bawah pimpinan Amerika membangun Inter Government Group on Indonesia (IGGI), sebuah persatuan negara donor yang bertujuan mengikat Indonesia agar tunduk pada kemauan kaum imperialis. Donor terbesar diperoleh dari Amerika Serikat dan Jepang. Hal ini logis dengan berkembang pesatnya perusahaan-perusahaan besar kedua negara tersebut di Indonesia. IMF pada tahun 1967 telah memberikan bantuan kepada Indonesia sebesar $51 juta. Pada pada tahun yang sama IGGI memberikan utang sebesar $200 juta. Jumlah ini terus meningkat, pada tahun 1968 mereka memberikan utang baru sebesar $325, sebagian besar digunakan untuk “stabilitas”.

Hingga hari ini rakyat Indonesia tetap merasakan penindasan yang sama, di tengah-tengah kekayaan yang melimpah ruah yang diperoleh oleh perusahaan asing. Freeport Indonesia tambang Amerika yang berpusat di New York, yang beroperasi di Papua sejak awal Orde Baru, telah menghancurkan dua gunung besar yang menjadi kebanggaan nasional, akan tetapi rakyat Papua tetaplah sukubangsa minoritas, terasing dan terbelakang di tanahnya sendiri. Exxon Mobil Oil dan Santa Fe di Cepu dan Bojonegoro, beroperasi dan mengeruk keuntungan besar karena konsesi yang penuh KKN dengan rezim boneka imperialis dalam negeri. Rakyat hanya bisa melihat mobil bagus melintas lalu lalang, dan sekonyongkonyong daerahnya berubah ramai, harga barang dan jasa naik, angka kriminalitas meningkat, karena menurunnya daya hidup. New Mont Indonesia sebuah perusahaan tambang emas Amerika, yang beroperasi di Kalimantan, Sulawesi dan NTB keadaannya sama saja. Kesenjangan antara pendapatan ekspatriat asing dengan buruh Indonesia dengan jabatan yang sama menjadi bom waktu yang setiap saat akan meledak. Demikian juga telah membuat nelayan-nelayan di Selat Alas kehilangan mata pencaharian karena limbah bawah laut telah menghancurkan terumbu karang dan membunuh ikan-ikan yang ada diperairan tersebut.

Penindasan ini menjadi kian panjang dengan masuknya imperialisme ke dalam pertanian rakyat, melakukan konsolidasi tanah dengan sistem Pertanian Kontrak, menyewa tanah petani dengan masa waktu yang panjang, 25 hingga 30 tahun, untuk menanam kapas dan jagung serta beberapa tanaman lain yang menguntungkan mereka. Akibatnya, petani akan menjadi buruh tani sepanjang waktu dan kaum kapitalis akan mengeruk keuntungan tanpa batas.

Sehingga kekuasaan yang memimpin Indonesia hari ini pada hakekatnya adalah persekutuan antara tuan tanah dengan borjuasi besar komprador di bawah dominasi imperialisme pimpinan Amerika Serikat. Sudah menjadi watak atau tabiatnya untuk melakukan penyelewengan kekuasaan yang sedang disandangnya untuk mencari kapital dan mengkayakan diri sendiri, keluarga, dan klik kekuasaannya.

Kapitalisme birokrasi, pada dasarnya adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum birokrat karena memegang simpul-simpul kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan klik kekuasaannya dengan memberikan fasilitas dan sumber daya terutama ekonomi kepada kaum imperialis dan kaki tangan dalam negerinya, karena mendukung posisinya di birokrasi. Dalam kekuasaan politik Indonesia, perkembangan klas kapitalis birokrat ini bertumbuh dengan pesat dari hari ke hari. Militerisme dan fasisme adalah bagian dari penyalahgunaan kekuasaan ini yang secara politik, budaya, dan militer menindas rakyat. Sejarah para birokrat sipil dan militer mempunyai pertalian erat dengan politik, budaya, dan militer imperialis yang secara prinsip adalah fasis dan ultranasionalis karena menjajah negeri lain untuk kepentingan negerinya sendiri. Pada tingkatnya yang sekarang fasismeimperialis AS melakukan perang agresi di berbagai belahan dunia, sedangkan pemerintahan reaksioner boneka imperialis Indonesia melaksanakan fasisme untuk menindas rakyatnya sendiri demi kepentingan tuan imperialisnya.

Bersekutunya Imperialis dengan tuan tanah yang dalam banyak kasus juga menjadi borjuasi komprador untuk mendapatkan kepentingannya berupa penguasaan secara monopoli atas tanah dan kekayaan alam lainnya. Di negeri setengah jajahan seperti Indonesia di mana imperialisme menjadi kekuatan yang berdominasi, penguasaan dan monopoli atas tanah dan sumber kekayaan alam lainnya serta penindasan feodal dilakukan oleh borjuasi komprador yang juga adalah tuan tanah. Pemegang Hak Penguasaan Hutan, Kontrak Karya Pertambangan, penguasa tanah perkebunan dan kehutanan dalam hal ini PTPN dan Perhutani/Inhutani adalah para borjuasi komprador sekaligus tuan tanah yang juga melakukan penindasan feodal terhadap kaum tani di Indonesia. Seperti misalnya Perhutani yang banyak mengusahakan tanaman komoditi ekspor untuk kepentingan negeri imperialis, pada prakteknya menjalankan sistem bagi hasil yang merupakan bentuk relasi feodal dengan para petani. Karakter setengah feodal berdiri di atas perkembangan sistem produksi di mana kepemilikan alat produksi berupa monopoli penguasaan tanah tidak lagi dilakukan oleh tuan tanah seperti pada masa feodal tetapi banyak dilakukan oleh borjuasi komprador. Demikian pula basis produksi subsistensi telah mengalami keruntuhan semenjak diperkenalkannya ekonomi komoditi yang menempatkan produksi dengan orientasi pasar. Perkembangan relasi ini juga harus dilihat sebagai hasil kontradiksi internal ditandai dengan munculnya banyak perlawanan dan pemberontakan kaum tani melawan penindasan feodal serta juga perkembangan kekuatan produktif dengan lahirnya proletariat modern (buruh industri) dari perusahaan-perusahaan yang dibangun oleh imperialisme.

Pada masa rezim fasis Soeharto berbagai kebijakan ekonomi, politik, militer dan kebudayaan diabdikan untuk memperkokoh dominasi kepentingan imperialisme AS. Demikian juga di masa rezim Habibie, Abdurachman Wahid, Mega- Hamzah, dan sekarang SBY-JK hegemoni kekuatan imperialisme AS semakin nyata dengan beberapa skema kebijakan ekonomi seperti deregulasi, liberalisasi perdagangan, privatisasi, hutang luar negeri maupun kebijakan di bidang militer berupa kerjasama militer. Imperialisme AS saat ini merupakan kekuatan yang terdepan di antara negeri-negeri imperialis lainnya seperti Inggris, Jerman, Jepang maupun kekuatan imperialisme-sosial Tiongkok (semenjak berkuasanya kaum penempuh jalan kapitalis pimpinan Deng Xiaoping yang mengkhianati darah rakyat dan Partai Komunis Tiongkok dalam Revolusi Demokrasi Baru 1949, Revolusi Sosialis dan Pembangunan Sosialis, dan Revolusi Besar Kebudayaan Proletar 1966 pimpinan Mao Tsetung). Oleh karenanya dapat dimengerti kalau musuh revolusi Indonesia memang sangat kuat sekalipun secara hakekat mereka juga adalah macan kertas yang lemah.

Situasi obyektif yang menimpa rakyat Indonesia dewasa ini semakin menegaskan status Republik Indonesia sebagai negeri setengah-jajahan dan setengah-feodal. Setengah-jajahan (semi-kolonial) menjelaskan kedudukan politik dan setengah-feodal menjelaskan sistem ekonomi masyarakat Indonesia. Yakni kedudukan suatu masyarakat di negeri bekas jajahan yang pada perkembangnnya jatuh kembali ke dalam cengkraman imperialisme (neo-kolonialisme) secara ekonomi, politik dan kebudayaan.

Perkembangan ekonomi Indonesia tidak berkembang sebagaimana sejarah masyarakat ekonomi Eropa; pertanian, agroindustri seiring dengan tumbuhnya manufaktur, kemudian revolusi industri yang menghantarkan pada industrialisasi modern. Ketidak seimbangan ini terkait dengan kedudukan sistem ekonomi kapitalisme yang telah memasuki tahap tertinggi dan terakhirnya bernama imperialisme. Yang dibutuhkan imperialisme adalah peranan borjuis komprador sebagai kaki-tangan mereka. Di bawah kepanglimaan politik pemerintah komprador maka rakyat di suatu negeri jajahan/setengah jajahan akan dibawa pada malapetaka kemiskinan. Imperialisme tidak akan dengan mudah membiarkan negeri-negeri bergantung lepas dari cengkeramannya. Ketergantungan negeri-negeri bergantung selalu akan diciptakan oleh imperialisme yang meliputi ketergantungan finansial, investasi modal asing, teknologi tinggi, peralatan militer, dsb.

Dengan kedudukan yang serba bergantung, struktur ekonomi semi-feodal secara hakekat selalu dalam situasi krisis dan cenderung semakin kronis disebabkan oleh kerapuhan struktur ekonomi yang dipancangkanya. Dan lebih gawatnya, situasi krisis ini akan semakin kronis menjadi kenyataan pada saat terjadi resesi ekonomi dunia seperti sekarang ini. Hal tragis terbaru adalah krisis keuangan yang melanda negeri-negeri Imperialis terutama AS. Krisis ini telah menghancurkan leburkan perekonomian negeri-negeri tergantung yaitu negeri jajahan dan setengah jajahan, di Indonesia sendiri yang pada kenyataannya adalah sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal juga mengalami nasib yang sama. Untuk dapat keluar dari krisis Imperialisme telah melancarkan perang melawan negara-negara yang tidak taat terhadap sekema ekonominya dan juga perang melawan terorisme, sedangkan rezim boneka di Indonesia untuk menopang kepentingan Imperialis, telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan undang-undang yang hanya melahirkan penindasan dan kesengsaraan seluruh rakyat Indonesia.

Tugas dan tanggung jawab gerakan Buruh Sejati, Militan, Patriotis dan Demokratis.

Ditengah situasi saat ini dimana krisis ditubuh imperialisme yang semakin akut dan kronis sehingga melahirkan penindasan dan penghisapan yang semakin nyata dan vulgar penghidupan massa rakyat terutama kaum buruh indonesia, maka kaum buruh indonesia harus dapat memperkuat kekuatan dan persatuan agar dapat keluar dari belenggu penindasaannya.

Seperti di jelaskan diatas bahwa Kaum buruh dan rakyat indonesia saat ini tengah menghadapi dua kekuatan sekaligus yaitu Imperialisme dan Feodalisme, sedangkan secara khusus adalah rezim boneka dalam negeri yang merupakan kediktatoran bersama antara borjuasi komperador, tuan tanah dan kapitalis birokrat, maka tugas dan tanggungjawab dari Gerakan serikat buruh sejati, militan, patriotis dan demokratis saat ini adalah melancarkan perjuangan melawan Imperialisme dan sisa-sisa feodalisme yang masih dominan di dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab ini tentu saja tidak mungkin dapat diselesaikan dengan kekuatannya sendiri, akan tetapi gerakan serikat buruh harus dapat menggalang kekuatan yang lebih besar dengan menggalang aliansi dengan golongan dan sektor lain terutama kaum tani sebagai sekutu terpercayanya, karena memang merekalah yang paling menderita akibat hubungan produksi feodalisme di pedesaan.

Perjuangan melawan imperialisme dan feodalisme adalah perjuangan di dalam negeri yang dilakukan oleh seluruh Rakyat—terutama rakyat dari negeri terjajah dan setengah terjajah—melawan rezim boneka dalam negeri yang selama ini menjadi tulang-punggung dan basis dominasinya. Hal terpenting yang harus dilakukan di dalam negeri adalah melakukan mobilisasi massa dalam jumlah besar dengan front persatuan demokratis yang berhaluan patriotik, yakni front anti-feodalisme dan anti-imperialisme. Front ini bersifat luas dengan melibatkan elemen kelas-kelas progresif dan dipimpin oleh persekutuan kelas paling progresif yakni kelas buruh dan kaum tani. Kelas buruh dan kaum tani merupakan sandaran pokok dalam kerjasama tersebut, yang menjadi segi yang memimpin dan menentukan arah gerak perjuangan. Tujuan jangka pendek dari penggalangan front ini adalah untuk memencilkan klik paling reaksioner, yakni klik tuan-tanah, komprador, dan kapitalis birokrat yang tengah berkuasa dan menjadi boneka atau kepanjangan tangan imperialisme AS. Tujuan jangka panjangnya adalah melaksanakan demokratisasi sejati dan menancapkan pilar-pilar didalam melakukan pembebasan nasional guna mengakhiri dominasi imperialisme atau kapitalisme monopoli.

Sedangkan tugas mendesak keluar adalah bersolidaritas dan bersatu dengan rakyat yang anti-imperialisme di tingkat internasional untuk mengucilkan klik imperialisme AS. Bangkitnya gerakan rakyat dalam skala internasional yang merespon isu-isu globalisasi dan perang menjadi indikasi akan menajamnya kontradiksi antara rakyat di berbagai negara, khususnya di negara-negara jajahan dan semi jajahan dengan imperialisme, khususnya imperialisme AS.

Keberhasilan perjuangan melawan imperialisme akan sangat bergantung pada ketepatan kalangan demokratik dan patriotik Indonesia—dengan dasar aliansi klas buruh dan kaum tani—untuk mengusung perjuangan demokratis sebagai jalan satu-satunya meraih kemerdekaan sejati. Di dalam perjuangan ini, perjuangan kaum tani untuk melaksanakan land-reform sebagai cara untuk menghancurkan dominasi feodalisme dan perjuangan klas buruh untuk membangun industrialisasi nasional yang kokoh berada sebagai segi yang menentukan.[ gsbi-2008]

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item