AFW : Upah Layak adalah Pondasi bagi Terpenuhinya Kondisi Kerja Layak:

Upah Layak adalah Pondasi bagi Terpenuhinya Kondisi Kerja Layak: Upah layak merupakan unsur utama yang melekat dan tidak dapat dipisahkan da...


Upah Layak adalah Pondasi bagi Terpenuhinya Kondisi Kerja Layak:

Upah layak merupakan unsur utama yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari semua kerangka konsep tanggung jawab perusahaan. Pada intinya hal ini amatlah sederhana: upah yang tidak cukup memenuhi kehidupan buruh mengimplikasikan bahwa buruh, keluarga dan seluruh komunitas terkait yang kesejahteraannya tergantung pada upah seorang buruh tidak dapat memiliki hidup yang bermartabat. Oleh karenanya, permasalahan upah layak merupakan ujian penentu bagi para buyer global untuk mempengaruhi peningkatan kondisi kerja di keseluruhan rantai produksi produksi mereka.

Para ahli ekonomi bisnis telah menunjukkan bahwa upah yang tidak layak pada akhirnya menuju pada sebuah pemiskinan yang lebih di wilayah regional dan global, mengurangi daya beli dari berjuta-juta orang yang pada akhirnya menarik ke bawah pertumbuhan ekonomi. Kenaikan upah yang masuk akal bagi jutaan buruh, yang hidup di bawah atau pada garis kemiskinan, dapat meningkatkan permintaan global dan, pada akhirnya, membantu “mempercepat keluarnya dunia dari keadaan resesi”, seperti yang diargumenkan George Wehrfritz dalam Newsweek edisi 26 Januari 2009. Sedangkan, yang lain telah menyatakan bahwa pemerintah di negara-negara berkembang harus menstimulasi konsumsi rumah tangga untuk mengkompesasi kehilangan permintaan eksternal sebagai hasil dari krisis ekonomi (Financial Times, 6 April 2009).
Upah yang tidak layak juga memaksa banyak buruh terlibat hutang dan menyebabkan ketidaksetaraan pertum-buhan, yang akan menghasilkan kegelisahan sosial dan pekerja. Peningkatan kegelisahan seperti itu telah direkam oleh media di negara-negara di Asia, terutama pada masa ekonomi melemah. Situasi seperti ini menciptakan ketidakpastian yang tidak mungkin baik bagi investasi dan keberlanjutannya.

Kebanyakan Kode Perilaku Gagal Memberikan Sebuah Standar Upah Layak :

Karena terus diekspos oleh kritik publik mengenai kondisi kerja yang buruk, kebanyakan buyer global telah meresponi hal ini dengan membuat sebuah kode perilaku atau code of conduct (COC). Kode perilaku ini menyatakan standar minimum terhadap hak-hak pekerja. Tetapi, sementara di antara pemilik merk dan retailer (pengecer) besar terdapat kesepakatan bersama untuk mendukung standar minimum terhadap “pekerjaan layak” seperti yang didefinisikan oleh ILO, kebanyakan buyer global – pemilik merk dan retailer – menolak memberikan sebuah “upah layak” yang standar dan malah memaksakan upah minimum yang diberikan hukum nasional.

Kebanyakan kode perilaku perusahaan berkomitmen untuk membayar baik itu upah minimum atau pun upah yang biasanya dibayarkan pada industri tersebut, tetapi bukan sebuah upah layak. Tentu saja, hal ini belum cukup. Upah minimum yang sesuai hukum nasional selalu gagal dalam mencapai tujuan mereka untuk melindungi pekerja dan melindungi kemandirian terhadap pekerjaan yang diupah rendah.

Asia Floor Wage, Sebuah Inisiatif Asia :

Proses terbentuknya serta konsep Asia Floor Wage merupakan sebuah inisiatif yang dimotori oleh Asia untuk menciptakan sebuah budaya baru terkait sumber dan produksi bagi pasar global yang didasarkan atas hak-hak buruh, produksi yang kompetitif, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Inisiatif AFW berfokus pada industri garmen karena garmen dan tekstil merupakan salah satu sumber pedapatan yang penting di dunia dan Asia adalah pengekspor garmen nomor satu. Strategi regional merupakan hal yang sangat masuk akal karena produksi garmen di Asia menguasai lebih dari 60% total perdagangan garmen siap pakai. Negara-negara produsen kunci adalah Cina, India, Banglades, Indonesia, Sri Lanka, dan Thailand.

Kampanye Upah Dasar Asia :

Aliansi AFW telah membangun sebuah proposal kampanye untuk meletakkan dasar dari “perlombaan menuju dasar” (race to the bottom) dan demi mencegah kompetisi upah di antara negara-negara pengekspor garmen di Asia. Inilah yang disebut dengan “Kampanye Upah Dasar Asia”.

Yang dilakukan Aliansi AFW adalah menawarkan dasar konkrit bagi upah layak Asia dengan melakukan:

a. Mendefinisikan sebuah upah layak minimum:
AFW didasarkan atas pendapatan yang dibutuhkan bagi seorang pencari nafkah untuk mendukung tiga unit konsumen yang dapat terpenuhi melalui bekerja dalam kurun minggu kerja maksimum yang sesuai hukum (tetapi tidak lebih dari 48 jam), dengan mengecualikan pembayaran apa pun untuk lembur atau bonus dan tunjangan lainnya. AFW dihitung untuk biaya yang layak untuk sejumlah makanan per hari, ditambah biaya hidup lain yang penting seperti perawatan kesehatan, perumahan, pakaian, perawatan anak, transportasi, bahan bakar, pendidikan, dan sebagainya.

b. Menghitung sebuah upah layak minimum bagi negara-negara kunci produsen garmen:
AFW merupakan sebuah tuntutan bagi sebuah upah layak minimum, tetapi juga dapat distandarisasikan dan dibandingkan antar Negara. Aliansi AFW telah mengembangkan sebuah metode penghitungan sebuah upah layak minimum di tataran nasional dengan menggunakan rumus purchasing power parity (PPP) dalam dolar Amerika (PPP$). PPP didefinisikan sebagai ”jumlah unit mata uang yang dibutuhkan untuk membeli sejumlah barang dan jasa setara dengan yang bisa dibeli oleh satu unit mata uang negara yang jadi patokan, misalnya dolar Amerika.”

Dengan kata lain, PPP dapat digunakan untuk menghitung berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh seorang pekerja di luar Amerika untuk membeli satu keranjang barang yang sama yang dapat dibeli oleh seorang pekerja di Amerika. Upah-upah ini dapat dibandingkan antar negara. Angka dapat digunakan sebagai sebuah tolak ukur untuk mengimplementasikan sebuah standar upah layak. Jumlah AFW berbeda-beda di tiap Negara, tetapi memiliki kekuatan untuk membeli satu set makanan dan pelayanan yang sama di seluruh Negara. Pada tahun 2009, Aliansi ini telah menghitung sebuah AFW berjumlah 475$PPP, yang jika diterjemahkan ke dalam sebuah upah bulanan adalah 6968.25 Rupee di India; 1638.75 Yuan di Cina; Rp. 1.868.773,50 di Indonesia, dan 10754 Taka di Banglades.

c. Mempromosikan negosiasi kolektif.
Beberapa buyer global telah berargumen bahwa upah seharusnya ditentukan lewat negosiasi kolektif. Permasalahannya adalah dalam banyak kasus, buruh memiliki posisi tawar yang lemah. Usaha-usaha buruh untuk meningkatkan upah mereka sering kali mengakibatkan para pemilik merk garmen dan retailer merelokasi produksi mereka di tempat lain. Jadi buruh sering kali takut untuk memperjuangkan upah yang lebih baik karena mereka takut kehilangan pekerjaan mereka. Persis alasan inilah yang menyebabkan Aliansi AFW menawarkan sebuah proses negosiasi regional untuk melengkapi strategi lokal untuk memperoleh peningkatan upah. Penawaran ini meletakkan buruh dan organisasinya di barisan depan pergerakan global untuk menuntut upah dan kondisi kerja yang lebih baik.


sumber :www.asiafloorwage.org/info@turc.or.id
Di terbitkan pada peluncuran gagasan konsep Upah dasar Asia/AFW di Jakarta, 7 Oktober 2009

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item