Pernyataan Sikap GSBI Dalam Peringatan Hari Perempuan Pekerja Internasional (HPI) 8 Maret 2013

GERAKAN (BURUH) PEREMPUAN MELAWAN PENANGGUHAN UPAH DAN   CABUT KEPMEN 231 TAHUN 2003 Hentikan Segala Bentuk Kekerasan dan Perdagangan ...

GERAKAN (BURUH) PEREMPUAN MELAWAN PENANGGUHAN UPAH DAN  
CABUT KEPMEN 231 TAHUN 2003


Hentikan Segala Bentuk Kekerasan dan Perdagangan Perempuan dan Anak

  
Salam Pembebasan...!!


Tanggal 8 Maret adalah Hari Perempuan Internasional, merupakan hari yang sangat bersejarah bagi kaum perempuan diseluruh dunia. Bagi GSBI peringatan Hari Perempuan Internasional (HPI) tahun ini sangat intimewa karena dunia sedang berada dalam situasi dilanda krisis ekonomi akut terutama di negara-negara imperialis, bahkan dampaknya sampai merambat kenegera-negara terbelakan seperti Indonesia, krisis yang terjadi sejak tahun 2008 hingga saat ini belum dapat terselesaikan, telah mengakibatkan beban penderitaan yang semakin berat bagi kaum Perempuan dan rakyat Indonesia pada umumnya.


Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) memandang bahwa Indonesia adalah negara Setengah Jajahan dan Setengah Feodal (SJSF). Telah menempatkan kaum perempuan Indonesia dalam belenggu diskriminasi, yakni adanya perbedaan hak dibandingkan dengan laki-laki. Kesenjangan upah `di Indonesia dengan selisih hingga 19% pada tahun 2012, perempuan memperoleh upah rata-rata 81% dari upah laki-laki, meskipun memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang sama. Di Indonesia perempuan mewakili sekitar 38% layanan sipil, tetapi lebih dari sepertiganya melakukan pekerjaan “tradisional”, seperti mengajar dan mengasuh, yang cenderung memperoleh upah kurang dari pekerjaan yang didominasi laki-laki. Hingga saat ini berbagai bentuk kekerasan dan pemiskinan masih dialami oleh kaum perempuan Indonesia.


Persoalan lainnya adalah kesetaraan dalam soal upah dengan kaum laki-laki. Meskipun Indonesia telah mengakui Konvensi ILO No. 100 dengan diratifikasi dalam UU No.80 tahun 1957, Declaration of Human Right pasal 2, UU No.39 tahun 1999 pasal 38 tentang HAM dan Undang-Undang No. 7 tahun 1984 yang mana telah menjamin kesetaraan upah bagi buruh perempuan dan laki-laki. Namun kenyataan dilapangan masih banyak ditemukan penyimpangan. Sebagian besar buruh perempuan hanya mendapatkan upah 2/3 dari buruh laki-laki. Kenyataan yang diskriminatif ini dikuatkan dengan adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 tahun 1988 yang berisi bahwa perempuan tidak mendapatkan tunjangan kesehatan bila suami sudah mendapatkan hak yang serupa. Gaji minim yang diterimanya telah memaksa 44% buruh pabrik perempuan untuk bekerja lebih panjang, lebih dari 75 jam/minggu. Sedangkan buruh perempuan yang bekerja penuh waktu (35-74 jam/minggu) hanya sebesar 48%. Bandingkan dengan persentase buruh laki-laki yang bekerja penuh waktu yang mencapai 71,6%.


GSBI menilai bahwa pemerintah SBY-Budiono masih tetap mempertahankan skema politik upah murah, konsepsi upah minimum yang dijalankan oleh rezim sejak masa kolonialisme Belanda hingga sekarang sama sekali tidak didasarkan pada pemenuhan kebutuhan riil buruh beserta keluarganya, pemerintah SBY juga tidak pernah serius meningkatkan kesejahteraan buruh. Terbukti dengan adanya kebijakan yang melegalkan penangguhan upah minimum bagi perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum.


GSBI mendapatkan fakta, bahwa manyoritas perusahaan yang telah mendapatkan SK penangguhan pembayaran upah minimum adalah perusahaan-perusahaan padat karya yaitu perusahaan Garment, Tekstil dan Alas Kaki. Dari data yang ada diketahui bahwa 144 perusahaan di provinsi Banten yang disetujui penangguhan upahnya, sebanyak 54 perusahaan adalah perusahaan garment dan tekstil dimana buruhnya adalah mayoritas perempuan. Sedangkan di pprovinsi Jawa barat dari 152,948 orang buruh yang menjadi korban penangguhan upah tahun 2013, sebanyak 97,491 orang adalah buruh yang bekerja diindustri tekstil, dimana sebagian besar buruhnya adalah perempuan (80%).


Sehingga dapat di simpulkan bahwa kebijakan penangguhan kenaikan upah untuk tahun 2013 yang terkena dampaknya adalah mayoritas kaum perempuan. Padahal saat ini sebagian besar buruh-buruh perempuan Indonesia adalah topangan utama ekonomi keluarga. Melambungnya harga-harga kebutuhan pokok akibat inflasi disatu sisi sedangkan disisi lain upah buruh tidak naik telah mengakibatkan penghidupan kaum buruh semakin merosot dari waktu-kewaktu.


Atas dasar itu maka Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) dalam momentum peringatan Hari Perempuan Internasional (HPI) kali ini, menuntut kepada pemerintah SBY-Budiono:

  1. Naikkan Upah Buruh sesuai dengan Standar Kebutuhan Hidup Layak;
  2. Cabut Permenaker Nomor 231 Tahun 2003 dan Menolak SK Penangguhan kenaikan Upah 2013;
  3. Menuntut kesetaraan Upah dan berbagai tunjangan bagi buruh laki-laki dan perempuan;
  4. Menuntut Biaya Pendidikan Gratis bagi Anak Keluarga Buruh.
  5. Menuntut Biaya Kesehatan Gratis bagi Buruh dan keluarganya.
  6. Menuntut Biaya Kesehatan Reproduksi (Posyandu, Alat Kontrasepsi, Biaya Persalinan) gratis bagi kaum Perempuan.
  7. Menuntut Jaminan atas Pemenuhan Hak-hak Normatif bagi Buruh Perempuan (cuti haid, cuti melahirkan, dan asuransi kesehatan bagi keluarga buruh perempuan).
  8. Menuntut Dibangunnya Fasilitas Penitipan Anak dan Tempat Menyusui di Tempat Kerja dan Tempat-tempat Umum.
  9. Cabut UU SJSN dan UU BPJS yang berpotensi merampas upah buruh.
  10. Hentikan perampasan tanah, Laksanakan reforma agraria sejati dan bangun Industri nasional.
  11. Menolak Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional dan Rancangan Undang-Undang Oraganisasi Kemasyarakatan;
  12. Menolak segala bentuk kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak;


GSBI menyerukan kepada seluruh buruh perempuan Indonesia untuk ambil bagian aktif dalam perjuangan membela dan melindungi hak-hak perempuan serta mengajak seluruh elemen rakyat Indonesia; baik itu yang hari ini secara aktif terlibat dalam perjuangan membela hak-hak perempuan Indonesia serta tergabung dalam berbagai lembaga dan organisasi massa perempuan, maupun yang bergerak aktif dalam berbagai organisasi massa buruh, tani, pemuda, mahasiswa, kaum miskin kota dan berbagai sector lainnya, untuk berpartisipasi secara aktif dalam menggelorakan perjuangan massa secara bersama-sama dengan mengkampanyekan berbagai persoalan rakyat, khususnya perempuan Indonesia yang tersebar di berbagai sector; yang hari ini sedang menanggung beban penindasan dan penghisapan sebagai akibat dari krisis imperialisme.


Demikian Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI dalam rakngka memperingati Hari Permpuan Internasional (HPI) 08 Maret 2013, agar dapat diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia dan menjadi perhatian serius bagi pemerintah yang berkuasa.



Perempuan Indonesia, Bangkit Melawan Penindasan!!
Buruh Perempuan Indonesia bangkit hancurkan imperialisme, musnahkan feodalisme !!
Galang Solidaritas Lawan Penindasan!!


Jakarta 8 Maret 2013

Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh independen (GSBI)




RUDI HB. DAMAN                                      EMELIA YANTI MD. SIAHAAN
Ketua Umum                                                 Sekretaris Jenderal

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item