Penaikan Harga BBM dan Perjuangan Upah Buruh 2015

Oleh : Thariq Tsaqib Kepala Departemen Diklat dan Propaganda DPD GSBI Sumatera Utara Ditengah luapan gerakan perjuangan buruh terhadap ken...

Oleh : Thariq Tsaqib
Kepala Departemen Diklat dan Propaganda DPD GSBI Sumatera Utara

Ditengah luapan gerakan perjuangan buruh terhadap kenaikan upah untuk tahun 2015 di akhir tahun 2014 ini. Pemerintahan Jokowi yang belum genap satu bulan bersama kroninya, secara sengaja dan terencana menaikan harga BBM bersubsidi. Kebijakan tersebut bukanlah isapan jempol belaka, tadi malam (17/14/2014) secara resmi Jokowi di dampingi Wakil Presiden, para menteri bidang Ekonomi telah mengumumankan penaikan harga premium sebesar 30%. Harga premium yang sebelumnya Rp. 6.500/liter naik Rp. 2.000 menjadi Rp. 8.500. Pun demikian dengan harga solar yang sebelumnya Rp. 5,500/liter naik Rp. 2.000 menjadi Rp. 7.500/liter.

Kebijakan penaikan harga BBM diiringi dengan berbagai alasan-alasan yang mengatasnamakan pembangunan dan penyelamatan negara Indonesia dari persaingan global. Tentu hal tersebut merupakan retorika palsu sebagai skema jahatnya untuk mengelabui pikiran rakyat dan khususnya kaum buruh atas watak aslinya yang tunduk kepada kepentingan para pengusaha besar, tuan tanah besar komprador, serta pengusaha monopoli asing yang jelas anti terhadap kepentingan kaum buruh.

Jokowi beralasan bahwa kenaikan harga BBM merupakan langkah penyelamatan anggaran dana APBN negara dan pembangunan infrastruktur Indonesia kedepan. Sehingga alokasi dana anggaran subsidi atas BBM harus segera dipangkas. Selama ini dikatakannya bahwa alokasi dana anggaran atas subsidi BBM 5 tahun terakhir sebesar Rp. 714 triliun lebih besar jika dibandingkan dengan alokasi dana anggaran untuk kesehatan sebesar Rp. 202 triliun dan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan lainnya sebesar Rp. 577 triliun. Selain itu, jokowi juga berkelit bahwa pemotongan subsidi BBM sebesar Rp. 3000 yang berdampak kepada kenaikan harga BBM sebesar Rp. 9.500 untuk harga bensin, dan Rp. 8.500 untuk solar akan mendongkrak pembangunan ekonomi Indonesia dibidang infrastruktur sepanjang tahun 2015, dikarenakan pemerintah dapat menghemat anggaran sekitar Rp. 150 triliun.

Berbagai dalih diatas, tentu saja merupakan alasan kosong belaka untuk mengelabui pandangan rakyat dan kaum buruh atas kenaikan harga BBM. Pasalnya, besarnya jumlah dana alokasi anggaran terhadap subsidi BBM sebesar Rp. 246,5 triliun berdasarkan RAPBN 2014, tidak lebih besar dari alokasi anggaran untuk pembayaran cicilan utang Luar Negeri Indonesia kepada berbagai lembaga perbankan dunia (seperti IMF, World Bank) dan juga beberapa negara penyumbang lainnya. Dari total utang luar negeri Indonesia saat ini sebesar Rp. 3000 triliun, total pembayaran cicilan utang luar negeri untuk tahun 2014 sebesar Rp. 300 triliun. Angka tersebut secara jelas memperlihatkan bahwa dana alokasi angaran subsidi BBM tidak lebih besar dari dana alokasi anggaran untuk membayar utang luar negeri Indonesia. Maka jelas hutang luar negerilah yang membebani APBN. Jadi jelaslah bahwa Penaikan harga BBM ini disebabkan oleh keberpihakan kuat rezim pemerintah Jokowi terhadap kepentingan modal monopoli asing untuk meraup keuntungan lebih dari bunga pinjaman.

Sementara dilain sisi, pemborosan APBN juga sebenarnya terjadi terhadap alokasi dana perjalanan dinas instansi pemerintahan sepanjang tahun 2014 ini, yang menghabiskan dana sekitar Rp. 3 trilun. Tentu saja jumlah tersebut merupakan pengeluaran dana yang sangat boros jika dibandingkan dengan wajah buram dari tugas dan fungsi kepemerintahan sepanjang tahun 2014 yang dihiasi dengan prilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme bahkan menyisakan sederatan panjang persoalan polemik atas kehidupan kaum buruh.

Relokasi anggaran subsidi BBM yang diperkirakan meraup nominal sebesar Rp. 150 triliun untuk pembangunan berbagai macam infrastruktur juga sejatinya merupakan langkah yang merugikan kaum buruh. Hal ini, disebabkan oleh arah pembangunan infrastruktur Indonesia yang telah dicanangkan oleh rezim Jokowi-JK sepanjang tahun 2015 merupakan infrastruktur pendukung investasi dan kemudahan sarana transportasi bahan logistik para pengusaha besar atas industri-industri yang dimilikinya. Program ini telah tertuang dalam program besar Masterplan percepatan pembangunan perluasan ekonomi Indonesia (MP3EI) hingga tahun 2025 mendatang. Secara khusus program MP3I juga membahas program pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi para investor besar berupa pembangunan jalan tol, jembatan penguhubung selat, pelabuhan kontainer skala internasional, dan kawasan ekonomi utama di beberapa provinsi. Tak tanggung-tanggung, pemerintah sejak pertama sekali program MP3EI disahkan pada tahun 2011 dibawah kepemimpinan rezim SBY-Boediono telah menargetkan alokasi anggaran untuk pembangunan tersebut sebesar Rp. 2000 triliun. Jumlah tersebut didapatkan selain dengan cara membuka suntikan dana investasi swasta dari dalam maupun luar negeri, pemerintah juga menerapkan skema pemotongan subsidi sektor rakyat yang sudah pastikan subsidi BBM termasuk didalamnya dalam sistem yang disebut PBAS (Performance Based Annuity Scheme).

Pembangunan infrastruktur yang ditujukan untuk kemudahan kegiatan ekonomi para investor besar oleh Jokowi-JK, juga dibuktikan bagaimana Jokowi yang belum genap dilantik 1 bulan yang lalu, senantiasa menyibukkan dirinya untuk mempromosikan penanaman investasi di Indonesia dalam hal infarstruktur juga bahkan sektor rill seperti perkebunan, industri manufakture dan pertambangan kepada para investor asing dalam forum ekonomi regional dan dunia, pertemuan KTT APEC tanggal 10-11 November di Beijing China, pertemuan KTT- ASEAN 25 tanggal 12-13 November di Nay Pyi Daw Myanmar, dan KTT G20 tanggal 15-16 November di Brisbane Australia.

Dalam pidatonya, diantara ketiga pertemuan tersebut Jokowi menekankan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi global yang sempat terpuruk dari krisis finansial AS tahun 2008. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar maritim sebagai sasaran penanaman investasi yang efektif dalam hal pembangunan infrastruktur. Selain itu, Jokowi juga menjanjikan kepada para peserta pertemuan bahwa pemerintah Indonesia akan menciptakan kebijakan perizinan yang terintegrasi. Sehingga memudahkan para investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Bahkan ironisnya, untuk meyakinkan para pelaku investor luar negeri, Jokowi ketika berada di Beijing China untuk menghadiri pertemuan KTT APEC, menyempatkan dirinya untuk bertemu kepada para investor besar negara tirai bambu tersebut untuk mempromosikan investasi dengan mudah dan efektif di Indonesia.

Sementara itu, terkait persoalan pengolahan minyak di Indonesia juga merupakan sumber persoalan mengapa Indonesia sebagai negara kaya akan sumur minyak. Namun kesediaan minyak untuk kebutuhan hidup rakyatnya mengalami krisis yang tak kunjung usai. Sehingga harus mensubsidi pemakaian minyak dengan harga yang mahal. Faktanya bahwa persebaran sumur-sumur minyak yang terdapat di Indonesia hampir 92% dimonopoli oleh perusahaan penambang minyak besar asing milik imperialis seperti Exxon Mobile, Chevron, British Petroleum (BP), Shell, TOTAL yang dikontrol kuat melalui New York Mercantile Exchange (Nymex) di New York, ICE Features di London, dan Dubai. Perusahaan tersebut mengatur secara kuat terkait pasar minyak dunia, penggunaan minyak untuk cadangan strategis di negerinya, dan harga minyak dunia. Sementara perusahaan penambang minyak Indonesia seperti Pertamina hanya menguasai 8% sumur minyak yang tersisa di tanah air. Produksi minyak dari 8% sumur minyak di Indonesia hanya menghasilkan sekitar 800 ribu Kl per harinya, sedangkan konsumsi minyak di Indonesia rata-rata mencapai 1,1 Juta Kl per hari. Sehingga pertamina masih mengalami devisit sekitar 300 ribu Kl per hari. Jumlah tersebutlah yang menjadi beban biaya subsidi ABPN atas penggunaan BBM oleh rakyat. Kondisi ini, tidak lain diakibatkan oleh berbagai kebijakan pemerintah Indonesia yang berwatak kapitalis atas  pengolahan minyak dan gas (Migas) yang tunduk terhadap kepentingan pengusaha besar minyak asing (imperialis) dengan : Pertama, Kontrak Karya Negara yang tidak memiliki mekanisme kontrol atas pengelolaan perusahaan tambang. Kedua, Penetapan royalti yang kecil. Ketiga, sistem bagi hasil (production sharing contract) dari produksi minyak mentah yang keuntungannya juga kecil.

Oleh karenanya, rencana kenaikan harga BBM yang telah digulirkan oleh Rezim Jokowi-JK dan akan segera disahkan secara keji di penghujung tahun 2014 ini merupakan keculasan dan skema busuk pemerintahan berwatak kapitalis untuk melayani kepentingan tuannya imperialisme AS beserta kroni-kroninya untuk meningkatkan penjarahan dan perampasan secara berkali lipat terhadap kekayaan Indonesia serta darah dan keringatnya kaum buruh dan mayoritas rakyat.

Kenaikan harga BBM sebesar Rp. 2000, ditengah momentum perjuangan kenaikan upah kaum buruh akan mengakibatkan kehidupan kaum buruh jauh dari harapan kesejahteraan hidup.

Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Upah dan Syarat Kerja Buruh
Capaian demi capaian yang telah dipetik dari selama proses perjuangan kaum buruh atas kenaikan upah tahun 2015 akan kembali dirampas melalui kebijakan kenaikan harga BBM tersebut. Sebab faktanya, kenaikan harga BBM sebesar Rp. 2000, sudah dipastikan akan menyumbang tingkat kenaikan harga barang sembako dan logistik membumbung tinggi hingga 35%-40%. Sementara kenaikan upah buruh secara rata-rata diseluruh provinsi hanya sekitar 15%. Maka artinya capaian 15% kenaikan upah buruh tersebut tetap tidak bisa memberikan perubahan berarti bagi kehidupan kaum buruh buruh menuju kesejahteraan. Bahkan justru mengalami kekurangan sekitar 20%-25%.

Pelanggengan praktek politik upah murah dan perampasan upah juga merupakan bagian dari ancaman atas penaikan harga BBM. Melalui penaikan harga BBM di penghujung tahun 2014 ini sebesar Rp. 2000/liter atau 30% dari harga sebelumnya sebesar Rp. 5.500/liter untuk bensin dan Rp. 4.500/liter solar.  Berdasarkan survey LSI diperkirakan akan menambah jumlah orang miskin sekitar 9 juta jiwa dan puluhan juta pengangguran di Indonesia. Maka dengan bertambahnya jumlah orang miskin dan pengangguran di Indonesia, harga tenaga kaum buruh akan semakin tertekan ketahapan yang lebih rendah lagi terhadap lapangan pekerjaan yang terbatas jumlahnya diakibatkan tidak adanya industri nasional di Indonesia.

Disisi lain, kehidupan kaum buruh juga akan semakin terjebak dalam jurang kebodohan panjang sebagai akibai kenaikan harga BBM yang berdampak kepada naiknya harga barang sembako dan logistiknya lainnya. Kaum buruh dalam harapannya terhadap jenjang pendidikan anaknya hingga taraf pendidikan tinggi akan menjadi sirna. Diakibatkan sistem biaya perkuliahan saat ini yang ditentukan oleh kenaikan harga barang akan turut membumbung tinggi jauh dari kemampuan ekonomi kaum buruh atas upahnya. Maka istilah yang berkembang saat ini terhadap kondisi kehidupan kaum buruh bahwa anak buruh akan tetap mewariskan profesi orang tuanya sebagai buruh akan tetap menjadi kenyataan pilu.

Akibat dari kenaikan harga BBM juga akan berdampak kepada peningkatan beban kerja kaum buruh ditengah upahnya yang rendah. Para pengusaha juga akan turut merasakan bertambahnya beban biaya produksi dan bahan mentah sebagai akibat dari inflasi harga barang atas kenaikan harga BBM. Maka cara culas yang digunakan oleh pengusaha tentu saja dengan merumahkan sebagian buruh dengan penpadatan upah yang tidak penuh atau mem PHK buruh secara massal dengan nilai pesangon yang begitu kecil sehingga buruh yang masih bekerja di pabrik akan dipaksa untuk bekerja dengan beban yang lebih tinggi sementara upahnya tetap tidak bertambah.

Selain itu, para pengusaha juga akan merampas lebih banyak lagi hak insentif, bonus, dan cuti-cuti libur bagi kaum buruh diluar upah pokoknya agar keutungan yang dirampasnya dari keringat kerja kaum buruh tetap terjaga. Sementara kaum buruh akan terus dipaksa untuk bekerja setiap harinya tanpa ada kesempatan yang diberikan untuk libur dan cuti kerja. Penerapan sistem kerja borongan atau kerja harian juga merupakan skema yang lazimnya digunakan oleh pengusaha untuk mengurangi beban biaya produksi atas kenaikan harga BBM. Pengusaha mengurangi jumlah buruh berstatus tetap melalui PHK sepihak dengan nilai pesangon yang rendah, sehingga dapat menggantikannya dengan buruh berstatus kontrak ataupun borongan/harian, dimana tidak ada ikatan hubungan kerja apapun terhadap perusahaan, namun memiliki beban kerja yang sama bahkan dapat dipaksa kerja lebih keras. 

Kenaikan harga BBM akan menjadi dasar yang kuat bagi pengusaha untuk tidak menjalankan kenaikan upah dengan melakukan penangguhan kenaikan upah, pengusaha selalu menebar ancaman kepada buruh apabila upah naik sesuai dengan UMK maka akan dilakukan evisiensi dengan cara melakukan PHK terhadap buruh, situasi demikian menjadi dilema tersendiri bagi kaum buruh, ditengah situasi yang semakin sulit akibat dampak dari rencana kenaikan harga BBM.
Oleh karena itu, penetapan kenaikan upah untuk tahun 2015 dan rencana kenaikan harga BBM harus diletakkan sebagai sasaran perjuangan secara solid untuk meraih kemenangan gilang gemilang. Kedua isu tersebut merupakan unsur yang mempengaruhi kehidupan kaum buruh disepanjang tahun 2015. Selain itu, bagi kaum buruh Indonesia ditengah situasi yang mengancam masa depan kehidupan kaum buruh dari rendahnya kenaikan upah, rencana kebijakan kenaikan BBM, dan keculasan para pengusaha yang mempekerjakannya. Kaum buruh Indonesia sudah saatnya membangun perjuangan solid dan sejatinya untuk melawan penindasan yang dialaminya selama ini. Hanya dengan perjuangan solid dan sejati melalui gerbong serikat buruh sejatinya yang lahir dari keadaan obejktif dan problem pokok kaum buruh untuk membebaskan diri dari ketertindasan dan kemiskinan dapat mewujudkan kemerdekaan dan kesejahteraan bagi masa depan kehidupan kaum buruh. (rd)#

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item