Upah Buruh, Kenaikan Harga dan Problem Kaum Perempuan

Diterbitkan oleh, Departemen Diklat dan Propaganda DPP GSBI dalam rangka menyambut peringatan hari perempuaan Internasional 8 Maret ...

Diterbitkan oleh, Departemen Diklat dan Propaganda DPP GSBI dalam rangka menyambut peringatan hari perempuaan Internasional 8 Maret 2015.

Kenapa GSBI Memperingati Hari Perempuan Internasional?
Setiap tanggal 8 Maret, jutaan rakyat diseluruh dunia melakukan peringatan Hari Perempuan Internasional. Agenda ini dilakukan sebagai penghargaan atas perjuangan kaum perempuan yang tidak kenal lelah untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka. Peringatan atas perjuangan kaum peremuan untuk mendapatkan persamaan atas hak politik, ekonomi dan kebudayaan.

Sejarah telah menuliskan betapa besar apa yang telah dilakukan kaum perempuan untuk kemerdekaannya. Pada bulan Februari 1908, ratusan perempuan di Amerika Serikat menyelenggarakan aksi massa besar-besaran menuntut hak-hak ekonomi dan politik bagi kaum perempuan. Setahun kemudian, sekitar 20.000-30.000 perempuan buruh garmen di Amerika Serikat menggelar aksi massa menuntut kenaikan upah dan 8 jam kerja dalam sehari. Aksi massa ini digelar selama 13 minggu berturut-turut. Aksi kali ini memberikan pengaruh yang cukup luas terhadap kebangkitan pekerja perempuan dan bahkan meluas hingga ke Eropa yang pada akhirnya berhasil dengan dipenuhinya tuntutan-tuntutan mereka.

Pada tahun 1910, dalam Kongres Internasional Perempuan Kelas Buruh di Copenhagen-Denmark, disepakati bahwa momentum tersebut diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Meskipun pada saat itu belum disepakati tanggal-nya. Adalah Clara Zetkin, seorang perempuan Jerman, yang mengusulkan bahwa kaum perempuan di seluruh dunia harus memiliki momentum tertentu dalam setiap tahun dimana mereka dapat memperingatinya sebagai bentuk penghormatan atas kebangkitan kaum perempuan dalam perjuangan menuntut hak-hak ekonomi dan politiknya. Proses penetapan waktu tersebut berjalan selama 7 tahun berikutnya. Minggu terakhir Februari 1913, kaum perempuan di Rusia menyelenggarakan demontrasi untuk menentang Perang Dunia I. Setahun kemudian demonstrasi ini meluas ke seluruh Eropa, jatuh pada minggu pertama bulan Maret.

Tahun 1917, lagi-lagi kaum perempuan di Rusia melakukan demonstrasi besar pada minggu terakhir Februari dengan mengusung tuntutan “Bread and Peace!” (Roti dan Perdamaian). Empat hari kemudian, tepat tanggal 8 Maret dalam kalender Masehi, kekuasaan Tsar Rusia jatuh. Kemudian kaum perempuan mendapatkan hak pilih mereka. Sejak saat itu 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional sebagai penghargaan atas kebangkitan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak ekonomi dan politiknya.

Pun demikian dengan kaum perempuan di Indonesia, perjuangan kaum perempuan, secara khusus adalah buruh perempuan memiliki sejarah yang panjang. Cukup banyak catatan perjuangan yang dilakukan oleh kaum perempuan, dan tentunya semua orang masih tetap mengingat bagaimana kegigihan seorang Marsinah dalam memperjuangkan hak-hak demokratis kaum buruh. Keberanian seorang Marsinah dalam melawan ketidakadilan tidak perlu diragukan, bahkan atas perjuangannya tersebut, Marsinah harus meregang nyawa, menjadi korban kekejaman rejim fasis orde baru.

Perjuangan pantang menyerah yang dilakukan oleh kaum perempuan diberbagai negeri, termasuk di Indonesia sendiri adalah inspirasi yang tidak akan pernah dilupakan oleh organisasi. Bagi GSBI, apa yang telah dilakukan oleh kaum perempuan dalam rangka memperjuangkan hak-hak politik, ekonomi dan kebudayaan akan selalu menjadi pemompa semangat untuk melakukan hal yang sama. Untuk itu, selama kaum perempuan masih belum mendapatkan kemerdekaan sejatinya, maka organisasi GSBI akan terus terlibat dalam perjuangan kaum perempuan, ambil bagian dalam peringatan Hari Perempuan Internasional setiap tahun adalah salah satu upaya kongkretnya.

Upah Buruh, Kenaikan Harga dan Problem Kaum Perempuan.
 
Tahun ini, mulai Januari 2015 upah bagi kaum buruh kembali mengalami kenaikan. Akan tetapi, prosentase kenaikan upah yang terjadi tahun ini semakin merosot, sangan jauh berbeda dibandingkan dengan kenaikan upah minimum pada tahun 2013. DKI Jakarta, sebagai salah satu barometer kota industry di Indonesia hanya menerima kenaikan upah sebesar 10,6 persen. Jika dirata-ratakan, kenaikan upah yang diterima oleh buruh di Jakarta per hari hanya Rp. 8,625 saja. Tentu saja, angka kenaikan yang demikian memberikan pukulan yang berat bagi kaum buruh, karena pada setiap kenaikan upah selalu dibarengi dengan kenaikan harga kebutuhan yang lainnya.

Kecilnya prosentase kenaikan upah minimum tidak dapat dilepaskan dengan kebijakan pemerintah yang masih setia mempertahankan politik upah murah di Indonesia. Pemerintahan SBY yang berkuasa selama 10 tahun, berhasil memberikan pukulan telak terhadap penghidupan kaum buruh dinegeri ini. Diakhir pemerintahannya, SBY mewariskan Inpres 09/2013 tentang Pembatasan Upah Minimum, dilengkapi dengan Kepmen 07/2013 tentang Upah Minimum yang selama dua tahun terakhir terbukti efektif menekan kenaikan upah minimum bagi kaum buruh. Hal lainnya, masih eksisnya Kepmen 231/2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penangguhan Upah juga menjadi instrument yang efektif mengambil kembali upah yang diterima oleh kaum buruh. Tahun ini, di provinsi Jawa Barat saja terdapat 190 perusahaan yang mengajukan penangguhan upah, di Banten mencapai 103 perusahaan dan di Jakarta 26 perusahaan. Dari 103 perusahaan yang menangguhkan upah di Provinsi Banten, 97 perusahaan disetujui dengan rincian; 53 perusahaan di Kabupaten Tangerang, 33 di Kota Tangerang, 11 di Kabupaten Serang, 5 di Tangerang Selatan dan 1 di Cilegon. Dengan kebijakan ini, kenaikan upah yang sudah kecil semakin tidak bernilai karena dirampas kembali oleh pengusaha dan disetujui oleh pemerintah.

Kenaikan harga, menjadi persoalan berikutnya dalam perkembangan situasi nasional saat ini. Beras yang merupakan konsumsi utama bagi rakyat Indonesia mengalami kenaikan harga dalam tiga minggu terakhir. Diberbagai daerah, kenaikan harga beras mencapai 20-30 persen dari harga biasa. Tak pelak, kenaikan harga beras ini membuat rakyat Indonesia, termasuk kaum buruh, utamanya perempuan yang selama ini paling banyak mengambil peranan dalam pengelolaan kebutuhan rumah tangga sehari-hari semakin terbebani untuk mengatur pengeluaran agar dapat bertahan hidup. Mahalnya harga beras di Indonesia adalah kenyataan ironis mengingat keadaan alam negeri ini cukup memiliki syarat untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya.

Selain beras, kenaikan harga juga terjadi untuk bahan bakar minyak (BBM). Harga premium (bensin) telah dinaikkan pada bulan November 2014, dari Rp. 6.500/liter menjadi Rp. 8.500/liter. Kenaikan harga premium diakhir tahun tersebut telah membuat harga kebutuhan pokok melambung, sementara disaat yang sama kaum buruh belum mendapatkan kepastian soal kenaikan upah minimumnya. Meskipun pada bulan Januari 2015 pemerintah kembali menurunkan harga premium menjadi Rp. 7.600/liter, namun hal ini tidak dapat mengembalikan kenaikan harga-harga kebutuhan lainnya yang sudah terlanjur naik ke harga semula. Bahkan pada 1 Maret 2015, pemerintah kembali menaikkan harga BBM Rp. 200/liter ditengah kenaikan harga beras yang belum teratasi. Kenaikan harga juga akan terjadi untuk LPG ukuran 12Kg sebesar Rp. 5,000. Pada bulan April, pemerintah juga telah menyiapkan rencana kenaikan tarif kereta api untuk jarak menengah dan jarak jauh 8-10 persen.

Problem umum diatas berjalan seiring dengan persoalan bagi kaum perempuan. Dalam perkembangan saat ini, kaum perempuan masih mengalami berbagai bentuk penindasan dalam aspek politik, ekonomi maupun budaya. Secara politik, kaum perempuan masih belum secara bebas dapat menyampaikan aspirasi mereka, memiliki hak yang setara untuk menentukan pilihannya. Bahkan didalam lingkungan yang kecil, keluarga misalnya, perempuan belum mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengajukan ide ataupun gagasannya. Dalam aspek ekonomi, kaum perempuan masih terlampau sering mendapatkan diskriminasi atas hak ekonomi mereka. Perbedaan upah, bahkan belum terjaminnya hak-hak reproduksi atas perempuan. Dalam hal kebudayaan, sistem feodalisme yang melanggengkan budaya patrialkal telah menempatkan perempuan menjadi “kanca wingking”, menganggap sebagai manusia yang lemah dan tidak akan pernah setara atau lebih tinggi kedudukannya dibandingkan laki-laki. bahkan didalam sebuah keluarga, masih banyak kita temukan apabila seorang perempuan (istri) harus mengikuti apapun ucapan dan perintah laki-laki (suami), meskipun ucapan atau perintahnya tidak benar sekalipun.

Pemerintahan Baru Jokowi-JK Belum Mampu Berikan Perlindungan terhadap Perempuan dan Rakyat Indonesia.

Lebih dari 100 hari sudah pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 bekerja memimpin negeri ini. Pertanyaannya kemudian adalah, apa yang telah diberikan kepada rakyat selama Jokowi-JK berkuasa, secara khusus dalam momentum peringatan hari perempuan internasional, apa yang sudah diberikan oleh Jokowi-JK terhadap kaum perempuan di Indonesia?

Dalam kenyataannya, selama hampir lima bulan berkuasa Jokowi-JK belum mampu memberikan perlindungan terhadap kaum perempuan. Disektor perburuhan, terlihat bagaimana pemerintahan Jokowi masih belum menunjukkan upaya kuat untuk mengakhiri skema upah murah sebagai kebijakan yang merampas upah kaum buruh. Sebaliknya, pemerintahan Jokowi sedang merancang sebuah aturan pengupahan dimana kenaikannya hanya akan terjadi dua tahun sekali, atau bahkan lima tahun sekali. Tanpa upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, kaum buruh termasuk buruh perempuan akan terus merosot tingkat penghidupannya. Tentang sistem kerja kontrak, tentang sistem outsourcing, diskriminasi terhadap buruh perempuan masih tetap saja menjadi persoalan perburuhan yang mengemuka. Kasus diskriminasi yang terakhir mencuat adalah tiga orang buruh perempuan yang bekerja sebagai pemgamanan dalam (Pamdal) DPR dipecat tanpa diberi pesangon hanya karena hamil. Kasus ini jelas menunjukkan betapa dalamnya diskriminasi di Indonesia, terutama terhadap perempuan yang tidak pernah berujung. Masih banyaknya praktek penindasan dan perampasan atas  hak-hak buruh terutama hak buruh perempuan dan lemahnya peranan negara dalam melakukan pengawasan dan penegakkan atas aturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih kejadian ini terjadi di lembaga negara (DPR RI) yang seharusnya patuh dan taat terhadap aturan perundang-undangan, karena sebagai lembaga pembuat Undang-undang.

Pemerintahan Jokowi-JK, sejauh ini juga belum mampu untuk melakukan kontrol atas harga-harga kebutuhan pokok, memastikan agar ketersediaannya selalu cukup dengan harga yang terjangkau. Lonjakan kenaikan harga, mulai dari harga pangan hingga transportasi tentu memberikan beban penderitaan ditengah minimnya upah kaum buruh dan rendahnya daya beli kaum tani dipedesaan. Dalam kasus kenaikan harga beras saat ini, tindakan pemerintah Jokowi dengan melakukan operasi pasar semata tentu tidak akan memecahkan persoalan, pemerintah harus berani melakukan kontrol harga dan pengawasan terhadap harga beras dipasaran. Lebih dari itu, pemerintahan Jokowi-JK harus mewujudkan kedaulatan pangan bagi rakyat, dengan jalan menghentikan berbagai bentuk monopoli atas sumber-sumber agraria di Indonesia.

Kemiskinan dan angka pengangguran, juga masih menjadi persoalan besar yang belum sanggup diselesaikan oleh pemerintahan baru Jokowi-JK. Kemiskinan telah kita tahu menjadi akar dari berbagai tindakan kriminalitas yang dalam beberapa pekan terakhir diekspos berlebihan oleh media tanah air. Hal ini juga memberikan sebuah kekhawatiran tersendiri bagi kaum buruh, mengingat banyak kaum buruh di Indonesia yang harus bekerja dalam sistem shift yang kadang mengharuskan mereka pergi atau pulang tengah malam yang mengancam terhadap keselamatan kerja. Hal demikian karena perusahaan-perusahaan juga tidak memberikan fasilitas transportasi yang layak bagi buruhnya, bagi buruh perempuan keadaan yang demikian semakin menambah beban kehidupannya. 

Berbagai kebijakan, baik yang baru dicipatkan oleh pemerintahan Jokowi maupun kebijakan lama yang anti rakyat dan tetap dipertahankan oleh pemerintah telah menempatkan perempuan menjadi golongan yang paling menderita.  Bagi kaum perempuan, tidak ada pilihan lain selain mengakhiri berbagai bentuk penindasan dan kekerasan yang dihadapinya dengan terlibat aktif dalam perjuangan. Mengorganisasikan diri dalam organisasi-organisasi massa yang aktif dalam perjuangan untuk hak-hak kaum perempuan dan hak rakyat Indonesia.(red-gsbi2015).#



Naikkan Upah Buruh, Turunkan Harga Kebutuhan Pokok
Hentikan Penindasan dan Kekerasan Terhadap Perempuan.

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item