Pernyataan Sikap GSBI: Dalam Peringatan Hari Migrant Internasional, 18 Desember 2015

Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI): Dalam Peringatan Hari Migrant Internasional, 18 Desember 2015 Diterbitkan pada ...

Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI): Dalam Peringatan Hari Migrant Internasional, 18 Desember 2015

Diterbitkan pada     : Jumat, 18 Desember 2015
Kontak Person     : Rudi HB Daman/Ketua Umum GSBI (+6281213172878)

 
“Negara tidak pernah hadir untuk menjamin hak dan perlindungan yang dibutuhkan.
Negara hanya hadir untuk urusan uang buruh migran tetapi absen dalam pelayanan”. (GSBI)



Salam Demokrasi!
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) pada peringatan Hari Migran Internasional ke 25, 18 Desember 2015 menyatakan bahwa buruh migran Indonesia dan keluarganya masih belum mendapatkan hak asasinya sebagai pekerja dan manusia. Secara hukum dan praktek, pemerintah Indonesia masih terus memperlakukan buruh migran sebagai barang dagangan dan menempatkan sebagai masyarakat klas bawah yang mudah dibodohi, diperas dan ditindas.

Dari rezim Soeharto sampai  rezim Jokowi, kondisi buruh migran Indonesia (BMI) yang berjumlah kurang lebih 8 juta orang yang tersebar tidak kurang dari 140 negara penempatan hingga saat ini masih saja sangat memprihatinkan. Rendahnya  perlindungan yang diperoleh buruh migran beserta keluarganya menjadi persoalan pokok yang belum terselesaikan oleh pemerintahan Indonesia. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan persoalan-persoalan kaum buruh di dalam negeri baik di pabrik-pabrik dan ataupun perkebunan, rumah tangga (PRT) dan pertokoan bekerja dalam kondisi kerja dan syarat-syarat kerja yang buruk, jaminan sosial yang rendah dan terbatas, upah murah dan perampasan upah, sistem kerja kontrak jangka pendek dan outsourcing,  PHK dan masalah kebebasan berserikat (union busting) sehingga kaum buruh Indonesia bekerja dan hidup dalam syarat-syarat yang tidak manusiawi.

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menilai bahwa sebagai pengikut globalisasi neoliberal, pemerintah Indonesia tidak punya niat melaksanakan program yang menciptakan lapangan kerja layak, menghilangkan kemiskinan, meningkatkan pelayanan sosial gratis, dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, ekspor tenaga kerja dan migrasi paksa pasti akan tetap dijalankan pemerintah Indonesia dan perusahaan swasta terutama agen perekrutan (PPTKIS/Agensi) dan lembaga keuangan terus menarik biaya mahal (overcharging) atau mengambil pungutan liar dari BMI tanpa hukuman (impunitas) dengan memanfaatkan celah dari kebijakan aturan-aturan hukum pemerintah untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Pemerintah yang seharusnya hadir memberikan perlindungan, ternyata hanya fokus mengharapkan kiriman uang (remitansi) dan pendapatan yang bisa didapatkan dari ekspor tenaga kerja. Pelayanan dan perlindungan buruh migran jauh dari prioritas sebab pemerintah Indonesia terus tunduk mengikuti dikte neoliberal yang hanya menarget migrasi lancar dan menjaga aliran kiriman uang tanpa hambatan.

Saat ini pemerintah telah menciptakan KUR Penempatan TKI yang memberi pinjaman kepada calon buruh migran untuk membayar biaya keberangkatan dan juga diwajibkan membuka Rekening TKI di bank-bank yang ditunjuk. Pembayaran angsuran akan dilakukan melalui sistem transfer gaji ke Rekening TKI atau melalui keluarga. BNP2TKI juga sudah mencanangkan program Cash Transfer Gaji yang melarang majikan membayar gaji tunai dan harus mengtransfer ke Rekening TKI. Dalam Pandangan GSBI kebijakan ini adalah upaya pemerintah dan perbankan untuk mengontrol dan menguasai jalur pengiriman uang buruh migran, sebab KUR Penempatan tidak mengurangi beban buruh migran dari tingginya biaya keberangkatan dan membebaskan dari perbudakan hutang. Buruh migran tetap harus membayar biaya mahal untuk keluar negeri, salah satunya biaya masuk PPTKIS berupa pelatihan yang tidak masuk akal. Pinjaman KUR juga akan langsung diberikan kepada PPTKIS. Buruh migran tetap dikenakan bunga 12% dari pinjaman, sementara sisanya yaitu 12% diambilkan dari uang rakyat melalui APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Sekali lagi, yang rugi adalah buruh migran dan rakyat, tetapi pejabat yang mengesahkan dan terlibat dalam bisnis KUR ini sudah pasti meraup keuntungan pribadi milyaran rupiah. Disisi lain, pemerintah juga menolak untuk menghapus ikatan penghisapan PPTKIS/Agen atas buruh migran yang dilegalisasikan melalui Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan TKI (UUPPTKILN No. 39/2004).

Untuk itu Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) mendesak rezim Jokowi-JK untuk segera melakukan perbaikan dalam sistem perekrutan, penempatan dan pemulangan. Negara benar-benar harus hadir dalam memberikan rasa aman, memberikan perlindungan yang meliputi :  Perlindungan hukum; Perlindungan atas hak sosial, ekonomi, budaya dan politik; Perlindungan dari penyimpangan kerja seperti perbudakan, pelacuran atau prostitusi, perdagangan manusia, pelecehan seksual, diskriminasi, intimidasi, kekerasan dan penganiayaan; Perlindungan dari segala bentuk penipuan dan pemerasan terhadap buruh migran yang menyangkut masalah perjanjian kerja, kontrak kerja, biaya-biaya administrasi, dokumentasi dan keimigrasian serta memberikan hak kerja dan upah layak baik kepada rakyat didalam negeri maupun diluar negeri. Pemerintah harus segera mengimplementasikan Konvensi PBB 1990 kedalam UU Perlindungan Buruh Migran & Keluargnya. Pemerintah juga harus segera meratifiaksi konvensi ILO 189 tentang kerja layak PRT.

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai pusat perjuangan buruh dari berbagai macam bentuk organisasi serikat buruh sektoral dan non-sektoral di Indonesia yang independen, militan, patriotik dan demokratis dalam peringatan hari buruh migran Internasional, 18 Desember 2015 ini juga menuntut dan mendesak pemerintah Jokowi-JK untuk :
  1. Mencabut UU 39 thn 2004 tentang PPTKILN dan ciptakan Segera UU Perlindungan buruh Migran dan keluarganya  yang isinya sesuai dengan konvensi PBB 1990 serta Konvensi ILO 188 & 189.
  2. Hapuskan overcharging ,Hapuskan KTKLN dan berikan hak kontrak mandiri.
  3. Ratifikasi Konvensi ILO 188 dan 189.
  4. Buat dan sahkan segera UU Perlindungan PRT.
  5. Berikan Training gratis oleh Negara disetiap desa kantong buruh migran.
  6. Segera lakukan reformasi birokrasi di seluruh KBRI dan KJRI, menambah sentra-sentra pelayanan di kantong-kantong BMI di berbagai negara penempatan.
  7. Ciptakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat dengan upah layak, hentikan ekspor tenga kerja murah.
  8. Cabut PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan  serta Hapuskan Sistem Kerja Kontrak jangka Pendek dan Outsourcing
  9. Hentikan perampasan upah, tanah dan kerja!
  10. Laksanakan Land Reform Sejati dan Bangun Industrialisasi Nasional! 
  11. Laksanakan land reform sejati dan bangun industri nasional.
GSBI menyerukan kepada kaum buruh Indonesia dan  seluruh buruh migran Indonesia dimanapun berada dan dalam kondisi apapun,untuk terus libatkan diri dalam organisasi dan perjuanga, terus perbesar dan perkuat organisasi untuk memenangkan tuntutan yang diperjuangkan buruh migran dan keluarganya.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.

Jakarta, 18 Desember 2015

Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP.GSBI)



RUDI HB DAMAN
Ketua Umum

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item