Rangkuman Konvensi ILO Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum

Belakangan Konvensi ILO Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum kerap kali disebut oleh para pimpinan serikat buruh sebagai salah satu ar...

Belakangan Konvensi ILO Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum kerap kali disebut oleh para pimpinan serikat buruh sebagai salah satu argumentasi kalangan buruh menentang Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Seperti apa kira-kira isi Konvensi ILO Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum tersebut? Berikut adalah tulisan kecil dalam bentuk rangkuman untuk mempermudah para pembaca memahami konvensi tersebut.


Pertimbangan dari dibuatnya konvensi yang secara resmi diadopsi oleh International Labour Organization (ILO) pada tanggal 22 Juni tahun 1970 ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada para buruh dari nilai pengupahan yang rendah dan tidak selayaknya.

Walaupun konvensi ini berlaku untuk seluruh negara anggota ILO, namun dalam konvensi ini memberikan perhatian yang khusus bagi negara-negara berkembang yang memang kerap kali buruhnya mengalami persoalan upah yang rendah.

Dalam muatan pasal-pasalanya, konvensi ini mengatut tentang upah minimum yang harus memiliki kekuatan hukum serta pihak-pihak bersangkutan yang gagal menerapkannya dapat dikenai hukuman atau sanksi lain yang sesuai. Untuk mengimplementasikan penerapan upah minimum yang layak, konvensi ini juga mengatur tentang kebebasan untuk melakukan perundingan bersama yang harus sepenuhnya dihormati. Hal ini seperti termaktub dalam pasal 1 dan 2 konvensi tersebut.

Sementara pasal berikutnya mengatur tentang unsur – unsur yang harus dipertimbangkan dalam menentukan tingkat upah minimum, yang disesuaikan dengan praktek dan kondisi nasional. Penentuan tingkat upah minimum juga diatur secara tertulis, dimana isinya harus mencakup perihal kebutuhan pekerja dan keluarga mereka, mempertimbangkan tingkat upah umum di negara bersangkutan, biaya hidup, jaminan sosial, dan standar hidup relatif masyarakat lainnya.

Faktor-faktor ekonomi juga dicantumkan dalam konvensi ini, yang mana berisikan tentang kebutuhan-kebutuhan pembangunan ekonomi, tingkat produktifitas dan perlunya mencapai serta mempertahankan tingkat lapangan kerja yang tinggi.

Dalam kaitannya dengan penetapan upah minimum di sebuah negara, diperlukan pembentukan perangkat atau badan yang berfungsi melakukan konsultasi penuh dengan organisasi-organisasi pengusaha dan buruh bersangkutan dalam hal ini terwakili oleh serikat buruh.

Perangkat penetapan upah minimum harus dibuat untuk memastikan partisipasi langsung dalam menjalankan perangkat tersebut. Yang mana berisikan wakil-wakil organisasi pengusaha dan pekerja bersangkutan yang berlandaskan pada asas kesetaraan.

Tercatat dalam pasal 8, konvensi ini hanya akan mengikat bagi anggota ILO yang meratifikasinya. Dalam laman website resmi ILO Indonesia, pemerintah Indonesia sendiri belum meratifikasi konvensi ini.

Dari gambaran tentang muatan konvensi tersebut diatas serta pemerintah Indonesia yang belum melakukan ratifikasi atas Konvensi ILO Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum, sedikit banyak telah menunjukan posisi pemerintah Indonesia dari masa ke masa yang tidak ingin terikat dengan aturan internasional yang berlaku dalam hal penetapan upah minimum untuk memberikan perlindungan bagi para buruh.

Namun terlepas bahwa Indonesia belum melakukan ratifikasi atas konvensi tersebut, bukan berarti ILO sebagai wadah dari serikat buruh tingkat dunia yang juga adalah badan resmi dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), tidak dapat melakukan apapun. Pengaduan ke ILO atas pertentangan PP Pengupahan dengan Konvensi ILO tetap dapat dilakukan.

Seperti yang juga diucapkan oleh Presiden KSPSI, Said Iqbal. Pengaduan akan dilakukan secara langsung dan terbuka melalui forum sidang resmi ILO yang akan digelar pada bulan Juni di Jenewa, Swiss. Dimana semua perwakilan negara-negara anggota dari ILO akan hadir dalam sidang tersebut.

Dalam contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia, pengaduan serupa juga pernah dilakukan dalam advokasi persoalan Pekerja Rumah Tangga (PRT). Pengaduan juga dilakukan dalam sidang terbuka dan pada akhirnya ILO juga tetap menggunakan Konvensi ILO tentang perlindungan PRT sebagai bahan untuk melakukan advokasi di Indonesia. (#).


  
Poto; Dian Sarasti P


Penulis, Dian Sarasti P.
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Sumber berita:
http://kabarburuh.com/2015/12/01/rangkuman-konvensi-ilo-nomor-131-tentang-penetapan-upah-minimum/

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item