Nak, Kamulah Saksi Perjuangan Ibu

foto dok SBGTS-GSBI PT.PDK Nak, Kamulah Saksi Perjuangan Ibu Oleh ,  Nonon Cemplon   Anakku, empat tahun lalu Ibu adalah buruh pabr...

foto dok SBGTS-GSBI PT.PDK
Nak, Kamulah Saksi Perjuangan Ibu

OlehNonon Cemplon 
Anakku, empat tahun lalu Ibu adalah buruh pabrik. Ah, pasti kamu tidak mengerti apa itu buruh pabrik. Tidak apa-apa. Kelak kamu akan tahu.
Dulu, Ibu bangun tidur jam setengah lima pagi. Kadang lebih pagi dari itu. Padahal, kata orang, itulah jam-jam yang paling nikmat menarik selimut. Di saat orang lain lelap, Ibu sudah berbenah, mandi, memasak, dan memastikan rumah dalam keadaan beres. Jam 6 pagi Ibu berangkat ke pabrik, setelah Ibu mengantarkan kamu ke rumah Bude. Bude-lah yang mengasuh kamu ketika Ibu bekerja di pabrik.
Kamu tahu Nak, di pabrik Ibu harus menjahit sepatu. Setiap jam harus menjahit 180 pasang sepatu. Ibu berada di pabrik selama delapan jam. Berarti 1440 pasang sepatu yang mesti Ibu jahit. Jika lembur 10 sampai 11 jam maka jumlahnya lebih banyak lagi.
Kalau Ibu tidak bisa mencapai 180 pasang sepatu, akan diomeli.
“Bego!”, “Tolol!”, “Lu gak kerja pulang kampung sana!”
Kamu tidak perlu sakit hati dengan makian seperti itu. Karena kenyataannya memang begitu. Ibu-ibu yang lain pun menerima hal yang sama. Ada makian yang lebih khas yang biasa Ibu dan teman-teman  terima, “Gua tendang dua kaki, Lu, yah!”
Kamu tahu Nak, setiap hari ibu meninggalkan kamu dengan orang lain. Berat sekali rasanya. Apalagi kalau kamu sedang tidak sehat, Ibu tidak bisa tenang bekerja. Akibatnya barang yang Ibu bikin jadi reject.
Kalau hasil pekerjaan Ibu terganggu, apa akibatnya? Ibu akan dipanggil ke depan meja Kepala Bagian. Dipanggilnya saja sudah bisa bikin heboh, Nak. Tapi bukan hanya itu. Di depan meja Kabag itu Ibu berdiri dan kepala menunduk. Di sinilah semua sumpah serapah dari Kabag keluar. Kalau sudah begitu, perasaan Ibu malu. Tapi ya sudahlah. Ibu harus menerima keadaan itu.
Kalau saja tidak butuh uang, kalau saja gaji Bapakmu cukup untuk kita, Ibu memilih di rumah. Ngurus kamu, Nak. Ngajarin kamu tentang banyak hal. Tapi kondisinya memang begini. Ibu harus rela menitipkanmu ke Bude.
Nak! Waktu kamu sakit, Ibu pernah nekad tidak masuk kerja. Lega rasanya menghabiskan waktu bersamamu. Apa yang terjadi esoknya?
Esoknya Ibu masuk kerja seperti biasa. Ibu pun dipanggil. Disuruh berdiri di depan. Selama satu jam Ibu berdiri. Ibu lihat, teman-teman berbisik ketakutan. Pengawas bolak-balik di depan. Semua mata memerhatikan Ibu. Malunya minta ampun. Mungkin beginilah nasib buruh.
Kadang Ibu berpikir, seandainya nenekmu mampu menyekolahkan Ibu seperti orang lain, mungkin nasib ibu tidak seperti ini. Kemampuan Ibu hanya menjahit.
Tahukah kamu, Nak. Ibu bukan menjahit sepatu biasa. Sepatu yang dipergunakan para pemain sepak bola. Itu lho, yang sering dipergunakan dalam ajang bergengsi Piala Dunia. Kalau kebetulan menonton acara Piala Dunia di televisi, Ibu merasa bangga melihat sepatu yang dibuat Ibu dan temen-temen dipergunakan oleh para pemain tersohor. Kata orang-orang harga sepatu itu mahal. Ibu saja yang membuatnya tidak mungkin membeli sepatu itu. Untuk membelinya saja setara dengan jatah 6 bulan susumu.
Jika suatu saat kamu besar, dan ada temanmu merasa bangga dengan sepatu bermerek, ingatkan mereka. Sepatu mahal dan bermerek itu tidak dibuat di Eropa dan Amerika Serikat. Sepatu-sepatu bermerek itu dibuat oleh Ibumu. Teman-teman Ibumu di sini, di Indonesia, di negara-negara Asia. Dari tangan-tangan yang sering disebut sebagai pembuat onar, bodoh, dan tolol ini. Tangan yang selalu memandikan dan mengusap rambutmu inilah yang membuat sepatu itu.
foto dok SBGTS-GSBI PT.PDK
Anakku sayang. Empat tahun lalu, di tempat Ibu bekerja ada demonstrasi. Ibu terlibat dalam demo itu. Teman-teman ibu pun terlibat. Seru sekali. Ibu dan teman-teman berteriak sekencang-kencangnya. Saat itu memang cuaca panas sekali, tapi tidak Ibu rasa. Ingat Nak. Panas dan bising itu adalah teman sehari-hari Ibu di pabrik. Jadi kalau panas matahari itu bisa dibilang tidak seberapa, karena kita masih bisa memasang payung atau berteduh. Kalau panas di tempat kerja, beda sekali. Karena kita dituntut berada di tempat itu.
Nah, saat demo itu Ibu lihat para pejabat di pabrik bolak-balik. Mereka pun dikawal aparat kepolisian. Ibu juga tidak tahu siapa yang memulai demo tersebut. Melihat pejabat pabrik lalu lalang, Ibu dan teman-teman berteriak-teriak menumpahkan kekesalan. Tidak jelas siapa yang memulai. Yang jelas, hari itu semua kekesalan di hati ditumpahkan. Uuuh, rasanya terbayar sudah semua sakit hati, Ibu.
Nah, saat itu tiba-tiba ada yang melempar gelas plastik yang biasa dipergunakan untuk minum. Ibu  dan teman-teman pun melawannya. Kami melempar balik. Tak lama kemudian, Ibu-ibu disemprot gas air mata dan dipukuli oleh aparat kepolisian. Salah satu teman Ibu yang sedang hamil, pingsan. Kami melawan, semampu kami. Tapi Ibumu ini tidak pernah dilatih untuk berperang atau berkelahi, pasti kami kalah sama polisi, Nak. Mereka itu dilatih untuk berkelahi dan mengangkat senjata. Makanan mereka pun bergizi. Badannya pun berotot dan sehat. Ibumu ini tubuhnya ringkih.
foto dok SBGTS-GSBI PT.PDK
Nak, kamu tahu gas air mata? Itu adalah gas yang disemprotkan ke atas. Asapnya menyebar. Kalau kena mata; sakit, pedih, dan gatal. Kalau kita gosok makin pedih. Kalau kita biarin, makin sakit.
Nah, tentang demo berlangsung beberapa hari. Ibu melihat beberapa orang Ibu-ibu berbicara lantang menggugnakan megaphone. Itu disebut dengan orasi atau pidato. Ibu kagum melihat keberanian Ibu-ibu lain. Mereka bisa berani. Lantang sekali. Ada juga secarik kertas yang dibagikan. Katanya itu adalah selebaran.
Mendengar orasi dan membaca selebaran, perlahan tumbuh keberanian di dalam diri Ibu. Jika Ibu selalu pasrah, mengalah, dan diam saja dengan semua perlakuan manajemen, tidak akan pernah ada perubahan. Keyakinan tumbuh, kalau ingin perbaikan harus berjuang. Hak itu harus diperjuangkan, Nak! Ibu menyadari perjuangan itu tidak bisa sendirian. Perjuangan itu pun bukan hanya untuk Ibu. Untuk semua buruh.
Pada dasarnya, Ibu tidak berharap kamu jadi buruh. Tapi, tanah saja kita tidak punya. Tanah-tanah di kampung kita sudah dikuasai orang kota. Modal yang kita miliki hanya cukup untuk hidup sebulan. Ibu pun tidak yakin kamu tidak akan jadi buruh. Barangkali kamu pun akan memiliki garis yang sama dengan Ibu; jadi orang yang menjual tenaga. Jika garis takdirmu sama, berarti kondisinya tidak akan jauh beda, jika kita tidak berjuang dari sekarang.
Nak, pemecatan adalah hal yang paling ditakuti oleh buruh. Dipecat berarti kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan, dan kehilangan status sebagai orang yang bekerja. Jangan lupa, jika sudah dipecat berarti kita sedang memasuki pintu lain; ancaman diusir dari kontrakan. 
Peristiwa yang paling menakutkan itu, akhirnya dialami oleh Ibumu. Ibu dan 1299 orang lainnya. Jadi ada 1300 orang yang dipecat, setelah demo itu, Nak. Gara-gara pemecatan itu, teman-teman Ibu ada yang diusir dari kontrakan karena tidak mampu bayar lagi. Ada yang bertengkar hebat di dalam keluarganya, karena terjadi krisis keuangan di dalam keluarga. Bahkan, ada yang bercerai.
Saat dipecat, mental Ibu langsung drop. Waktu itu Ibu bingung bagaimana membayar kontrakan, bagaimana dengan susumu, bagaimana biaya hidup sehari-hari. Waktu itu, Ibu mendengar ada tawaran kalau perusahaan akan memberikan gaji sebulan. Karena kesulitan ekonomi, beberapa teman Ibu mengambil. Ibu pun dirajuk untuk mengambil. Ibu tidak berhasil meyakinkan diri Ibu agar berani mengambil uang tersebut. Ibu bertanya-tanya ke dalam diri,
“Apa pantas bekerja bertahun-tahun dan berjuang sekuat tenaga kemudian ditukar dengan sebulan gaji?!” “Apakah karena uang tersebut, Ibu harus berhenti menuntut hak?” Di saat yang bersamaan, pemilik perusahaan sedang mendirikan dua pabrik lain di luar kota. Jadi, Ibu tidak yakin kalau perusahaan tidak mampu membayar sesuai dengan hak kita sebagai orang yang bekerja. Bukan mengemis.
Waktu itu Ibu memang bingung. Anak-anak muda bilangnya dilema. Untung saja Bapakmu meyakinkan Ibu.
“Allah swt yang mengatur rezeki umatnya. Rezeki tidak diatur oleh yang punya pabrik. Rezeki pun tidak ditentukan oleh para pengurus serikat buruh. Ibu harus berjuang!”
Yah! Itulah yang diingatkan Bapakmu. Hampir saja Ibu lupa bahwa ada kuasa dan kehendak Yang Mahakuasa.
Nak, tahukah kamu, perjuangan Ibu dan teman-teman penuh kerikil. Ibu dan teman-teman sudah mendatangi semua lembaga; semua instansi; semua orang sudah Ibu dan teman-teman datangi. Tapi semuanya tidak mampu berbuat apapun. Si pemilik pabrik dan pemilik merek keras kepala, Nak. Memang ada beberapa kemenangan kecil yang diraih, tapi belum semuanya.
Lebih dari dua ribu buruh PT. Panarub Dwikarya Benoa Mogok Lima hari berturut-turut  menuntut perusahaan mematuhi peraturan pengupahan dan kondisi kerja yang manusiawi, pada 12 Juli 2012 (foto Dok SBGTS-GSBI PT.PDK)
Empat tahun, Nak. Itu bukan waktu yang pendek. Selama itu pula Ibu menempa diri dengan berbagai kemampuan. Tadinya mengatakan “Tidak” saja tidak mampu. Takut. Tadinya, kemampuan Ibu hanya memasak, mencuci, memandikanmu, dan menjahit. Kini Ibu bisa pegang laptop. Ibu bisa mengetik; membuat surat. Ibu berani memimpin rapat dan menyampaikan pendapat. Ibu berani menaiki mobil untuk berorasi. Orang-orang yang merasa hebat dan berpendidikan di gedung wakil rakyat pun Ibu berani menghadapinya. Dari kasus Ibu, terbukti, mereka tidak berkutik. Banyak, Nak. Banyak sekali yang Ibu pelajari; berkah dari perjuangan ini.
Kamu adalah saksi dari perjuangan Ibu. Perjuangan teman-teman ibu. Kamulah yang menemani Ibu setiap Kamis berbaris di depan pabrik menuntut hak. Kamulah yang menemani Ibu dalam rapat-rapat. Ibu senang sekali Nak, ternyata kita bisa berbagi waktu bersama. Yah, walaupun Ibu harus pintar-pintar mengatur uang. Ibu harus cerdas mengatur pengeluaran. Tapi Ibu selalu kesal, kalau tidak berhasil meyakinkan kamu untuk berhenti jajan. Ibu pun harus pintar-pintar menjauhkan kamu dari mainan anak-anak. Sedih sekali jika Ibu tidak mampu membelikan barang seperti anak-anak yang lain. Beginilah keadaannya, Nak. Ibu rasa kamu lebih mengerti, kalau membayar kontrakan dan makan adalah yang paling utama.
Kini usiamu menginjak empat tahun, seumur dengan usia kasus Ibu dan teman-teman. Kadang Ibu tersenyum geli ketika kamu ikut meneriakan yel-yel demonstrasi. “Hidup buruh!” “Boneka Amerika!” Kadang kamu pun sering ikut bernyanyi, Buruh Tani dan Darah Juang. Akh, Ibu tidak tega sebetulnya melibatkanmu dalam semua kesulitan hidup ini. Tapi Ibu dan teman-teman harus melakukannya. Ada teman-teman yang seumuran denganmu, mereka pun melakukan hal yang sama.
Nak, Ibu tahu sekali, kalau kerikil perjuangan ini tidak lurus. Beberapa kawan pun mencemooh. Ada yang ngerti hukum, dihakiminya kita dengan dalil-dalil hukum. Ada yang punya jaringan-jaringan pribadi ke pejabat, disombongkannya jaringan itu. Tapi kita, Ibu dan kamu, dan teman-teman Ibu dan keluarga-keluarga yang lain sudah melewati semua itu. Hukum yang dibanggakan itu ompong. Kekuasaan para pejabat itu hanya mampu untuk melemahkan kita, tidak untuk para pemilik modal. Inilah perjalanan yang harus kita tempuh. Jalannya kaum buruh.
Nak, Ibu dan teman-teman berterima kasih buatmu, buat anak-anak yang seumuran denganmmu, buat Bapakmu dan keluarga-keluarga yang lain. Terima kasih selalu menemani dalam perjuangan ini. Karena kalianlah Ibu dan teman-teman masih bertahan dan melawan hingga detik ini. Ibu sayang kamu. Peluk dan cium buat kamu dan Bapakmu.
Tonton Video aksi piket Buruh PDK ke-99 kali https://www.youtube.com/watch?v=X3ypYYoX4Ao&spfreload=5 dan https://www.youtube.com/watch?v=XTicc_34i90

** Tulisan ini dipersembahkan untuk kawan-kawan dan keluarganya yang masih bertahan dalam merebut hak di PT Panarub Dwikarya Benoa, sejak dipecat ilegal Juli 2012. Pabrik pembuat sepatu Adidas, Mizuno dan Specs ini telah menelantarkan buruh dan keluarganya selama empat tahun.

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item