GSBI Menolak Keras Penetapan Upah Padat Karya di 4 Kota Kabupaten di Jawa Barat

INFO GSBI-Jakarta. Wacana upah minimum padat karya bukan hanya isapan jempol. Secara resmi, Gubernur Jawa Barat tertanggal 24 Juli 2017 s...


INFO GSBI-Jakarta. Wacana upah minimum padat karya bukan hanya isapan jempol. Secara resmi, Gubernur Jawa Barat tertanggal 24 Juli 2017 sudah mengeluarkan putusan terkait keberadaan upah padat karya untuk Kabupaten Purwakarta dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.644-Yanbangsos/2017 tentang Upah Minimum Industri Padat Karya Tertentu Jenis Industri Pakaian Jadi/Garmen di Daerah Kabupaten Purwakarta Tahun 2017. Keputusan Gubernur ini yang pertama dan akan menyusul Keputusan lainnya untuk 3 kota Kabupaten lainnya yang sudah di tetapkan akan di buat Upah Padat Karyanya yaitu, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kota Depok.
Upah Minimum Industri Padat Karya Tertentu Jenis Industri Pakaian Jadi/Garmen di Daerah Kabupaten Purwakarta Tahun 2017, sebesar Rp2.546.744,00 (Dua juta lima ratus empat puluh enam ribu tujuh ratus empat puluh empat rupiah).

Atas wacana penetapan Upah Padat Karya di 4 kota/kabupaten di Jawa Barat yaitu, Purwakarta, kota Bekasi, kota Depok dan Kabupaten Bogor serta telah di keluarkannya Surat Keputusan Upah Padat Karya di Kabupaten Purwa Karta, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dengan tegas menolak keras atas rencana Pemerintah yang akan menetapkan upah minimum sektor industri pada karya di 4 daerah, Kabupaten Purwakata, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi yang nilainya di bawah nilai upah minimum kabupaten kota (UMK). Kebijakan ini bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 88 dan 89.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, jelas disebutkan bahwa upah minimum adalah upah terendah yang diterima oleh pekerja/buruh yang masa memiliki kerja kurang dari 1 tahun dan berfungsi sebagai jaring pengaman. Hal ini dilakukan, agar buruh tidak jatuh menjadi absolut miskin.
Pemerintah sangat memahami, bahwa tidak ada upah minimum di bawah upah minimum. Yang ada adalah upah minimum di atas nilai upah minimum, yang disebut sebagai upah minimum sektoral industri (UMSK/UMSP). Misalnya, UMSK untuk sektor industri tekstil, garmen, dan sepatu. Maka nilainya harus di atas upah minimum (UMK) yang berlaku di daerah tersebut. Atau UMSK sektor elektronik dan otomotif. Maka nilainya harus di atas UMK di kota tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13/2003 dan PP 78/2015, tidak ada upah minimum industri padat karya di bawah nilai upah minimum.

Rencana dan Keputusan Kebijakan ini semakin memperterang bahwa rezim Jokowi adalah mempertahankan dan melanggengkan politik upah murah. Ini kebijakan anti buruh dan menghina buruh-buruh di sektor Garment.

Anehnya lagi pelanggaran konstitusi ini dipimpin langsung oleh Wakil Presiden dalam rapat yang dihadiri Menteri Ketenagakerjaan, Gubernur Jawa Barat, dan lembaga lainnya untuk membahas UMK padat karya yang nilainya di bawah upah minimum.

Kejadian ini menunjukkan pemerintah Jokowi sangat pro pengusaha, serta hanya melindungi kepentingan pengusaha tanpa memperhatikan kepentingan buruh dan peningkatan kesejahteraan. Padahal kondisi buruh sekarang ini sangat terpuruk daya belinya. Ini dibuktikan dengan tutupnya perusahaan di industri ritel, keramik, pertambangan, dan garmen.

Penutupan perusahaan tersebut bukan karena persoalan upah minimum, tetapi lebih karena lesunya perekonomian nasional dan menurunnya daya beli. Kalau upah minimum padat karya makin murah, maka daya beli makin menurun lagi. Konsumsi juga akan ikut menurun. (rd-Red2017).

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item