Pernyataan Sikap GSBI dalam Aksi Peringatan Hari Buruh Internasional 2018

Barisan Massa Aksi GSBI dalam Peringatan Hari Buruh Internasional 2018./Poto, Dok GSBI Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesi...

Barisan Massa Aksi GSBI dalam Peringatan Hari Buruh Internasional 2018./Poto, Dok GSBI
Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) 
Dalam Peringatan Hari Buruh Sedunia, 1 Mei 2018

Perkuat Persatuan Buruh Dan Tani Serta Rakyat Tertindas Indonesia, Lawan Kebijakan Dan Tindasan Fasis Jokowi-JK


Salam Demokrasi..!!
Bahwa May Day merupakan hari yang paling bersejarah bagi klas buruh diseluruh negeri, termasuk di Indonesia. Bagi GSBI memperingati Hari Buruh Sedunia pada 1 Mei 2018, adalah meneladani perjuangan militant klas buruh masa lalu yang telah memberikan perubahan besar bagi penghidupan klas buruh di seluruh negeri, yaitu mengurangi jam kerja yang panjang menjadi 8 jam kerja dalam sehari. Kemenangan ini telah dirasakan dan dapat dinikmati oleh klas buruh di berbagai negeri termasuk di Indonesia. Akan tetapi, kemenangan tersebut kini terus dipangkas, digerus oleh kapitalis monopoli internasional (Imperialisme) melalui pemerintah dan kaki tangannya dalam negeri, dengan melalui kebijakan politik upah murah dan perampasan upah. Klas buruh dipaksa bekerja melebihi waktu kerja 8 jam sehari, karena harus bekerja lembur atau harus menyelesaikan target tidak manusiawi yang dibebankan kepada buruh. Situasi ini disebabkan karena upah yang rendah sehingga tidak dapat memenuhi standart minimum hidup buruh beserta keluarganya. Dari tahun ke tahun defisit upah semakin besar karena nilai upah yang terus merosot.

Persoalan upah masih menjadi isu sentral bagi klas buruh dalam peringatan Mayday 2018. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang terus mempertahankan dan memperbarui skema politik upah murah di Indonesia. Upah buruh yang murah senantiasa dipromosikan oleh pemerintah untuk mengundang investasi masuk ke Indonesia. PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang dibungkus dalam Paket Kebijakan Ekonomi jilid IV pemerintahan Jokowi-JK telah terbukti memerosotkan penghidupan klas buruh di Indonesia.

Perampasan upah juga terjadi dalam bentuk pungutan pajak dan kewajiban untuk membayar jaminan sosial, yang seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh negara. Selain kewaiban membayar pajak, klas buruh juga dipaksa membayar untuk jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan.

Ironisnya, dana yang dikumpulkan dari memungut iuran dari buruh ini oleh pemerintah akan digunakan untuk mendukung program pembangunan infrastruktur. Total dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan saat ini sebesar Rp 324,9 triliun, dengan perincian deposito (10 persen), surat utang (60 persen), saham (19 persen), reksadana (10 persen), dan investasi langsung (1 persen). Dana kelolaan tersebut diinvestasikan pada berbagai sektor, seperti keuangan, pertambangan, aneka industri, transportasi, dan infrastruktur. Penempatan pengelolaan dana pada instrumen terkait sektor infrastruktur per 28 Februari 2018 sebesar Rp 73,25 triliun. Investasi ini bersifat tidak langsung, melalui instrumen surat utang (obligasi) dan saham.

Beberapa soal yang menjadikan terus berjalannya sistem upah rendah di Indonesia, yakni: Pertama, Masalah kepastian kerja juga masih menjadi ancaman nyata bagi buruh. Kedua, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ketiga, Fleksibilitas Ketenagakerjaan melalui sistem kerja kontrak, outsourcing dan pemagangan semakin intens terjadi. Berbicara tentang kepastian kerja tentu tidak dapat dipisahkan dengan apa yang disebut sebagai flexibilitas pasar tenaga kerja. Karena untuk menjaga agar upah buruh tetap murah, maka flexibilitas pasar tenaga kerja harus diterapkan. Proses keluar masuknya tenaga kerja (buruh) di suatu perusahaan harus dipermudah.

Poto, Dokumen GSBI 1 Mei 2018
Klas buruh di Indonesia juga masih mengalami persoalan terkait dengan jaminan kebebasan berserikat. Faktanya, kebebasan untuk berorganisasi (berserikat) masih menjadi barang yang mahal bagi buruh. Ancaman terhadap pemberangusan serikat buruh (union busting) adalah nyata adanya, baik yang terang-terangan, maupun dilakukan dengan cara yang terselubung, diantaranya: Pertama, Pengusaha menerima adanya serikat, namun tidak pernah melibatkan serikat dalam setiap pengambilan kebijakan perusahaan. Kedua,Tidak memberikan atau mempersulit ijin bagi pimpinan dan anggota serikat yang hendak melakukan aktifitas/kegiatan serikat buruh. Ketiga, PHK terhadap buruh yang melakukan deklarasi atau pembentukan serikat buruh.

Perampasan atas hak politik bagi klas buruh tidak hanya terjadi didalam perusahaan saja. Jika ditarik lebih luas, berbagai kebijakan pemerintah juga telah merenggut hak-hak politik rakyat. Di kota tangerang, ada peraturan walikota yang melarang aksi dan demonstrasi dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu. Di Jakarta, terdapat peraturan gubernur yang membatasi tempat penyelenggaraan aksi massa. Ada peraturan yang menetapkan perusahaan dan kawasan industri sebagai objek vital nasional, sehingga tidak lagi diperbolehkan ada pemogokan. Ada UU Ormas, UU MD3, RKUHP, Nota Kesepahaman antara TNI dan Polri terkait dengan pelibatan atau perbantuan tentara dalam menghadapi unjuk rasa dan pemogokan, yang seluruhnya menindas hak politik rakyat. Jika berserikat saja dihalangi, menggelar pemogokan direpresi, maka klas buruh dipastikan akan semakin sulit berjuang untuk perbaikan upahnya.

Dibawah kekuasaan pemerintahan Jokowi-JK persoalan kaum tani di pedesaan juga tidak kalah beratnya. Kaum tani di Indonesia terus menghadapi masalah utama terkait monopoli atau penguasaan atas tanah yang membuat kaum tani tidak lagi memiliki tanah sebagai sumber penghidupannya. Program reforma agraria yang dijanjikan oleh pemerintahan Jokowi sama sekali tidak menyentuh atau menghilangkan praktek monopoli tanah yang saat ini masih eksis di Indonesia. Reforma agraria sejati adalah program untuk membebaskan kaum tani dan rakyat Indonesia dari praktek monopoli atas tanah, bukan hanya sekedar memberikan sertifikasi tanah atau membagikan tanah kepada kaum tani tanpa mengapuskan monopoli tanah. Tidak ada artinya bagi rakyat Indonesia jika Jokowi memberikan 9 juta hektar kepada kaum tani, namun disisi yang lain memberikan 26 juta hektar kepada perusahaan-perusahaan perkebunan sawit ataupun jutaan hektar lainnya untuk pertambangan skala besar. Pemerintahan Jokowi masih tetap memberikan kemudahan investasi untuk penguasaan lahan di Indonesia melalui paket kebijakan ekonomi, termasuk memberikan kemudahan dalam proses perijinannya.

Selain itu, program reforma agraria Jokowi sama sekali tidak menyentuh terhadap pemberian subsidi kepada kaum tani. Tidak menyediakan sarana produksi pertanian yang murah bagi kaum tani, termasuk memberikan perlindungan terhadap hasil produksi kaum tani. Tanpa memberikan subsidi dan perlindungan harga didalam program reforma agrarianya, pemerintahan Jokowi telah mengirim kaum tani dalam beban penghidupan yang sangat berat. Belum lagi jika kaum tani dipedesaan harus menghadapi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok sebagai akibat gagalnya pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap harga bahan pokok.

Meningkatnya tindasan terhadap rakyat tidak hanya dihadapi oleh kaum tani dan klas buruh. Pencabutan subsidi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) serta kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok, membuat rakyat menghadapi situasi ekonomi yang semakin sulit. Kebijakan yang demikian semakin memperterang peranan pemerintah dalam mengintensifkan tindasan terhadap rakyat Indonesia.

Poto Dok. GSBI; Aksi Mayday 2018 GSBI

Dalam momentum peringatan Hari Buruh Sedunia, 1 Mei 2018, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menuntut :
  1. Cabut Paket Kebijakan Ekonomi  Jokowi  dan seluruh aturan dan perundangan  yang mengabdi bagi  pelaksanaan skema neo liberalisme pimpinan imperialis Amerika Serikat; dan Cabut seluruh aturan dan undang-undang yang menindas hak politik rakyat, diantaranya: UU Ormas, UU MD3, RKUHP, dan seluruh kesepakatan (MoU) TNI-POLRI  yang merampas kebebasan buruh, tani, dan seluruh rakyat untuk mogok, berpendapat, dan berorganisasi!
  2. Cabut PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dan Hentikan seluruh praktek politik upah murah melalui segala bentuk fleksibilitas ketenagakerjaan (dalam bentuk sistem kontrak, outsourcing, “pemagangan”) yang  semakin merampas upah buruh, termasuk  Hentikan PHK dalam bentuk apapun!
  3. Cabut Surat Keputusan Menteri Perindustrian (SK Menperin) No 466/2014 tentang penetapan 38 perusahaan & 10 kawasan industri sebagai Objek Vital Nasional dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker RI) No. 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan Forum Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan Kawasan Ekonomi Khusus!
  4. Mendesak Pemerintahan Jokowi-JK, agar segera menyelesaikan kasus PHK 1,300 buruh PDK dengan memberikan seluruh hak-haknya. Serta mendesak pemerintahan Jokowi-JK agar segera menyelesaikan kasus PHK lebih dari 3,000 buruh di PT. Freeport Indonesia dengan mempekerjakan kembali buruh PT. Freepot Indonesia dan memberikan hak-haknya selama dirumahkan.
  5. Berikan perlindungan sejati bagi buruh migrant Indonesia dan keluarganya, dengan membebaskan BMI dari jeratan PJTKI, memberikan hak kontrak mandiri, serta ciptakan mekanisme ganti rugi terhadap BMI korban Overcharging dan pelanggaran hak lainnya. Dan hentikan berbagai bentuk perdagangan manusia.
  6. Turunkan Harga kebutuhan pokok  dan Turunkan Pajak bagi buruh, petani, dan rakyat miskin!
  7. Hentikan pemberian dan perpanjangan HGU dan HPH kepada perkebunan besar, izin usaha bagi pertambangan besar dan taman nasional; serta berikan tanah tersebut bagi petani dan suku bangsa minoritas yang  telah dirampas  lahannya oleh negara dan tuan tanah besar
  8. Hentikan segala bentuk kriminalisasi dan penangkapan terhadap seluruh rakyat yang memperjuangkan hak demokratisnya. Secara khusus, hentikan seluruh kekerasan, teror, intimidasi dan kriminalisasi terhadap rakyat Papua.
  9. Hentikan seluruh intervensi dan perang agresi imperialis Amerika Serikat dan Sekutunya di seluruh negeri, serta menolak kerjasama sama pemerintah Indonesia dengan imperialis yang telah merampas kedaulatan bangsa dan merampok tanah air.
  10. Hentikan monopoli dan perampasan tanah serta wujudkan Reforma Agraria Sejati dan bangun industrialiasi nasional yang mandiri dan berdaulat.
GSBI juga menyerukan kepada seluruh klas buruh dan rakyat Indonesia, untuk bersama-sama memperingati Mayday pada 1 Mei 2018 dengan terus memperkuat persatuan dan meningkatkan perjuangan melawan kebijakan dan tindasan fasis Jokowi-JK yang merampas hak demokratis rakyat Indonesia.

Jakarta, 1 Mei 2018
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)



Rudi HB Daman
Ketua Umum  


Emelia Yanti MD Siahaan
Sekretaris Jendral

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item