PT. Sulindafin-Group Shinta Nyatakan Stop Produksi dan Tawarkan Konpensasi 70 Persen

INFO GSBI-Tangerang.   Pada Rabu 27 Nopember 2019 pukul 23.56 wib, melalui pengumuman Nomor : 23/Dir/Hrd/Sdlf/XI/2019 tertanggal 28 Nopem...


INFO GSBI-Tangerang.  Pada Rabu 27 Nopember 2019 pukul 23.56 wib, melalui pengumuman Nomor : 23/Dir/Hrd/Sdlf/XI/2019 tertanggal 28 Nopember 2019 yang di tandatangani Mr. Hendra Hermijanto selaku Presiden Direktur menyatakan bahwa berdasarkan pengumuman Nomor : 22/Dir/Hrd/Sldf/XI/2019 tanggal 11 Nopember 2019 terhitung tanggal 28 Nopember 2019 jam 15:00 WIB, perusahaan (PT. Sulindafin-Shinta Group) menyatakan stop produksi untuk jangka waktu yang belum di tentukan.

Pernyataan stop produksi ini dipertegas kembali oleh kepala Security yang menjalankan mandat dari perusahaan bahwa PT Sulindafin –Group Shinta terhitung tanggal 28 November 2019 jam 15:00 WIB ditutup tidak ada kegiatan produksi. Dan Pengumuman Direksipun di tempel di papan pengumuman perusahaan.

PT. Sulindafin adalah perusahaan Tekstil yang berdiri tahun 1971 beralamat di Jl, Imam Bonjol No.133, Karawaci, Kota Tangerang –Banten. Perusahaan ini merupakan bagian dari Group Shinta yang di rintis dan didirikan oleh Mr. Toto Hermijanto yang memiliki beberapa cabang usaha seperti, asuransi, manufacture, perdangangan, perbankan dll di Jakarta, Bekasi dan Tangerang. PT Sulindafin satu grup dengan PT Shinta Indah Jaya.

Atas keputusannya ini perusahaan menawarkan (akan memberikan) kompensasi sebesar 70% dari 1  kali ketentuan pasal 156 ayat 2, 3 dan 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Adapaun alasan penutupan perusahaan ini yang disampaikan kepada buruh dan serikat buruh adalah karena selama dua bulan per September 2019 perusahaan mengalami kerugian.

Menyikapi keputusan perusahaan tersebut, Dedi Isnanto Ketua Serikat Buruh Garmen, Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBGTS-GSBI) dilingkungan kerja PT. Sulindafin mengatakan,” Keputusan menghentikan produksi untuk jangka waktu yang belum ditentukan atau perusahaan menutup usahanya ini adalah kebijakan sepihak PT Silindafin saja, dan alasan yang di sampaikan juga tidak bisa dibuktikan dan tidak pernah disampaikan terbuka kepada kami selaku serikat buruh yang resmi yang ada di PT Sulindafin, ini semacam akal-akal dan modus operansi yang sama dengan yang di Bekasi”.

Lebih lanjut Dedi Isnanto mengatakan, “Atas kebijakan ini, beberapa kali kami di panggil di ajak berbicara dan diminta menyetujui penutupan perusahaan dengan memberikan konpensasi (uang pesangon) kepada buruh sebesar 70 % dari ketentuan pasal 156 ayat 2,3 dan 4 UUK 13 tahun 2003 yang di bayar dengan cara di cicil, Jelas kami (SBGTS-GSBI) Menolak Kebijakan dan tawaran seperti itu ”. tegas Dedi.


“Jujur kami sangat menyayangkan atas keputusan perusahaan ini, benar Undang-undang memberikan hak penutupan atau lockout tetapi pemilik perusahaan tidak bisa dengan begitu saja bisa melakukan penutupan perusahaan atau PHK buruh dengan sewenang-wenang. Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 tahun 2003 pasal 151 ayat 1 mengatakan “Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Pemerintah, dengan Segala Upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”.

Jika lah benar perusahaan mengalami kerugian keuangan selama dua bulan berturut-turut atau order berkurang, hukum Indonesia jelas mengatakan perusahaan tidak bisa langsung melakukan PHK, sebagaimana hal ini dinyatakan oleh Putusan MK No 19/PUU-IX/2011 dan Surat Edaran Menakertrans RI yang menetapkan bahwa sebelum melakukan PHK perusahaan harus melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :  Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur; Mengurangi shift; Membatasi/menghapuskan kerja lembur; Mengurangi jam kerja; Mengurangi hari kerja; Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu; Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya; Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat. Jika cara ini sudah ditempuh dan tidak bisa menyelesaikan masalah, baru PHK bisa di tempuh sebagai jalan terakhir menyelesaikan masalah menyelamatkan perusahaan. Itupun tidak bisa langsung PHK begitu saja, tetapi harus memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana dijelaskan dalam : Pasal 151 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003  Ayat (2)   dan Ayat (3) .

Dan PT Sulindafin –Group Shinta tidak melakukan tahapan-tahapan tersebut. Sehinga kami meyakini penutupan PT Sulindafin-Group Shinta bukan semata-mata kerena rugi, tetapi kami melihat pemilik PT Sulindafin –Group Shinta akan melakukan modus yang sama dalam kasus PHK terhadap buruh PT Sulindafin Bekasi. Dimana buruh di PHK dengan pesangon 70% dan pabrik buka lagi dengan status buruh magang.  Untuk itu kami dari SBGTS GSBI akan tetap berjuang untuk keadilan terhadap anggota dan seluruh buruh yang menolak PHK ini” tegas Dedi Isnanto Ketua SBGTS GSBI PT Sulindafin.

Untuk di ketahui,  bahwa pada sekitaran bulan Mei 2019 PT. Sulindafin Bekasi melakukan hal yang sama, menghentikan produksi (tutup) dan melakukan PHK dengan menawarkan kompensasi 70% dari 1 kali pasal 156 UUK 13 tahun 2003. Kebijakan perusahaan ini di setujui oleh serikat yang ada di perusahaan,sehingga bisa berjaklan cepat. Dan  bulan Juni 2019 perusahaanpun kembali membuka lowongan kerja dengan status magang. [rd-2019].

x

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item