Pernyataan Sikap GSBI tentang Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (One Billion Rising) 14 Februari 2020

Pernyataan Sikap Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP GSBI) Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (One Bil...


Pernyataan Sikap Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP GSBI)
Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (One Billion Rising) 14 Februari 2020

Perempuan Menari, Perempuan Bersuara
“Hentikan Kekerasan dan Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja”


Salam Demokrasi !!!
One Billion Rising (OBR) adalah gerakan  mengajak perempuan-perempuan di sejumlah negara untuk melakukan demonstrasi, menyatakan sikap anti kekerasan pada perempuan, dengan cara yang unik yang sesuai dengan tagline-nya, yakni menari. Data Statistik PBB menyebutkan bahwa satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan.

Kekerasan yang dirasakan kaum perempuan bukan hanya sebatas kekerasan seksual tetapi kaum perempuan juga mengalami kekerasan ekonomi serta kebijakan-kebijakan yang berdampak terhadap kaum perempuan. Dibawah budaya patriarki kaum perempuan sudah mengalami tindasan dan diskriminasi, kaum parempuan Indonesia-pun mengalami berbagai macam tindak kekerasan, pergantian rejim dari kekuasan Soeharto sampai dua periode kepemimpinan Jokowi tidak ada perubahan mendasar yang dirasakan kaum perempuan baik dari segi ekonomi maupun politik dan kebudayaan.

Dibawah kepemimpinan Jokowi – Maruf Amin, kehidupan rakyat semakin terpuruk sebagai akibat dari kebijakan-kebijakannya yang anti rakyat yang berdampak terhadap kaum perempuan. Kenaikan upah buruh yang berkisar antara 8-10%, ketidak pastian pekerjaan, kenaikan harga bahan pokok membuat kehidupan kaum perempuan semakin terjepit dalam kemiskinan.

Disisi lain negara juga tidak memberikan rasa aman bagi perempuan dan anak-anak, angka   pelecehan seksual dan kekerasan masih sangat tinggi, dalam catatan Komnas Perempuan pada bulan Maret 2019 terjadi kenaikan sebesar 14% atau 406.178 kasus dimana pelecehan seksual masih menjadi kasus yang angkanya cukup tinggi. Selain itu  71% atau 9.637 adalah kasus KDRT. Angka-angka diatas menunjukan bahwa dibawah kepemimpinan Jokowi perlindungan bagi perempuan masih sangat rendah.

Kekerasan lain yang juga dirasakan oleh kaum perempuan adalah kekerasan ekonomi, Kekerasan ekonomi terjadi sebagai akibat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh rejim yang tidak pro rakyat, tanggal 12 Februari 2020 pemerintah sudah mengirimkan draft final Omnibus Law atau di sebut RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Apabila disahkan Omnibus Law ini akan sangat merugikan rakyat, khususnya buruh perempuan akan merasakan dampa secara langsung. Dalam Undang-undana Keetenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang sudah dicantumkan pasal-pasal mengenai hak perempuan masih belum memenuhi syarat untuk disebut layak. Pelanggaran atas  hak-hak normatif  buruh perempuan masih terjadi, system kerja kontrak dan outsourcing yang semakin luas cakupannya,  bekerja dengan sistem target, jam kerja yang panjang, fasilitas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang belum memadai, kekerasan dari atasan, pelecehan seksual dll masih terus terjadi karena tidak tegasnya pemerintah dalam menegakan aturan.


Dengan Omnibus Law ini akan memperparah kondisi buruh perempuan, jika RUU Cipta Kerja ini disahkan maka akan terjadi diskriminasi upah, fleksibilitas upah dan jam kerja. Penghilangan hak dasar buruh perempuan seperti cuti melahirkan, cuti haid, cuti keguguran sampai cuti nikah adalah bentuk eksploitasi terhadap buruh perempuan . Buruh disektor manufactur terutama sector alas kaki, garment dan industry tekstil akan merasakan dampaknya karena sector manufacture adalah sector yang mayoritas adalah perempuan dan sektor yang paling gencar menuntut  percepatan investasi di Indonesia dan menuntut perubahan ekosistem ketenagakerjaan di Indonesia.

Dengan Omnibus Law pengusaha diberikan kewenangan dalam mengatur kelenturan upah dan jam kerja. Dengan kelenturan jam kerja maka akan berdampak dengan upah. Upah  per jam akan bedampak dengan target, untuk menghindari mendapat upah rendah maka jam kerja dan target akan semakin tinggi. Dampak-dampak diatas semakin memperjelas sikap pemerintah bahwa untuk menarik sebanyak mungkin investor yang dikorbankan adalah hak dasar rakyat.

Maka atas dasar itulah GSBI pada hari Sabtu 15 Februari 2020 ini bertempat di Taman Aspirasi depan Istana Negara Presiden RI melakukan aksi kampanye gerakan menolak kekerasan terhadap perempuan ( OBR ) dan menolak Omnibus Law yang kami beritema : “Perempuan Menari, Perempuan Bersuara, Melawan Kekerasan dan Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja”.

Dan berikut ini adalah tuntutan dan sikap GSBI dalam aksi kampanye gerakan menolak kekerasan terhadap perempuan (OBR) dan menolak Omnibus Law :

  1. Negara harus menjamin keamanan dan keadilan terhadap perempuan serta  menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan.
  2. Menuntut DPR RI untuk tidak mensahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. 
  3. Menuntut pemerintah Jokowi-MA agar segera menurunkan Iuran premi BPJS Kesehatan semua kelas serta pungutan lainnya yang memberatkan rakyat.
  4. Jalankan segera Land Reform Sejati dan Industrialisasi Nasional sebagai syarat Indonesia untuk berdaulat secara ekonomi dan politik terlepas dari utang dan invetasi dalam membangun negeri.


Jakarta , 15 Februari 2020

Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP. GSBI)


Rudi HB Daman
Ketua Umum


Emelia Yanti MD Siahaan, S.H.
Sekretaris Jenderal

Kontak Person ;
Kokom Komalawati/ Ka.Dept. Perempuan dan Buruh Anak ( 08128870192 )
Kurbana Yastika/ Ka.Dept Advokasi dan Kamas ( 085691312743 )

x

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item