GSBI Menolak Kenaikkan Iuran BPJS Kesehatan dan Dendanya, Tuntut Jokowi Cabut Perpres Nomor 64 tahun 2020

Poto; Dokumen Aksi GSBI dalam peringatan Hari Buruh Internasional 2018 di Jakarta INFO GSBI-Jakarta. Di tengah pandemi Covid 19, ditengah si...

Poto; Dokumen Aksi GSBI dalam peringatan Hari Buruh Internasional 2018 di Jakarta

INFO GSBI-Jakarta.
Di tengah pandemi Covid 19, ditengah situasi ekonomi rakyat merosot, dengan alasan untuk menjaga keberlangsungan BPJS Kesehatan, Presiden Jokowi keluarkan putusan kembali menaikkan iuran bulanan BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang di tandatangani pada Selasa 5 Mei 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan menurut Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, tarif baru berlaku efektif mulai 1 Juli 2020 dengan rincian besaran iuran sebagai berikut:
  1. Untuk peserta kelas 3 pada Juli-Desember 2020 sebesar Rp25.500,- per bulan, dengan rincian Rp16.500,- dibayar pemerintah pusat dan sisanya dibayar sendiri oleh peserta. Namun tahun depan per 1 Januari 2021 naik lagi menjadi Rp35.000,- dengan rincian Rp28.000,- dibayar sendiri oleh peserta dan sisanya ditanggung pemerintah. 
  2. Untuk peserta kelas 2 menjadi Rp100.000,- per bulan, dibayar sendiri oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta.
  3. Sementara Untuk peserta kelas 1 menjadi Rp150.000,-  dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. 
Iuran BPJS Kesehatan ini sempat dinaikkan oleh Presiden Jokowi pada 1 Januari 2020 lalu melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang Rinciannya: kelas 3 yang semula Rp25.500,- menjadi Rp42.000,- per bulan; kelas 2  yang semula Rp51.000,- menjadi Rp110.000,- per bulan; dan kelas 1 yang semula Rp80.000,- menjadi Rp160.000,- perbulan. Namun, peraturan ini digugat ke Mahkamah Agung (MA) oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), dan gugatan di kabulkan pada Februari 2020 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Nomor  7 /P/HUM/202 tanggal 27 Februari 2020. 

Selain kenaikan iuran, dalam Perpres Nomor 64 tahun 2020 diatur juga tentang perubahan subsidi pemerintah, hingga denda yang harus dibayarkan oleh peserta ketika telat bayar. Pada pasal 42 dijelaskan mengenai denda yang harus dibayarkan peserta pada tahun 2020 sebesar  2,5 persen dari perkiraan biaya paket Indonesian Case Based Groups (ICBG) dan pada tahun 2021 naik dari 2,5 persen menjadi 5 persen dari perkiraan biaya paket ICBG.

Rudi HB Daman, Ketua Umum GSBI menanggapi kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini mengatakan, “ Kebijakan presiden Jokowi menaikan iuran BPJS Kesehatan dan dendanya ini menunjukan tidak empati nya pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo kepada rakyat yang saat ini tengah mengalami kesulitan ekonomi, kehilangan pekerjaan imbas pandemi global Covid 19, tengah berada dalam ancaman terpapar Covid 19 serta akibat dampak penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan aturan lainnya dalam penanggulangan dan pencegahan wabah Covid-19 yang sering berubah-ubah sehingga semakin menyusahkan dan membinggungkan rakyat. Membuat rakyat semakin susah beraktifitas dan bekerja, disisi lain pemerintah tidak memberikan solusi konkrit agar rakyat tetap bisa bertahan hidup dan melangsungkan kehidupannya”. 

Di tengah ancaman hilangnya sumber penghidupan, kepastian kerja, pasokan makanan dan akses perawatan kesehatan bagi rakyat, pemerintah bahkan menolak untuk memberi bantuan konkrit kepada seluruh rakyat dan memilih memberi kepada segelintir saja. Ungkap Rudi.

Lebih lanjut Rudi mengatakan, Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan dendanya adalah kebijakan yang tidak logis, kebijakan yang mengakali keputusan MA Nomor 7/P/HUM/202 tanggal 27 Februari 2020, kebijakan yang sepenuhnya membebani rakyat yang tengah kesusahan imbas pandemi global Covid 19. Membuat rakyat tambah susah, sudah sengsara tambah sengsara. Dan di pastikan bakal memperparah penurunan daya beli masyarakat.

Mengutif data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi selama April 2020 sebesar 0,08 persen (mtm) terendah dalam 5 tahun terakhir yang dipengaruhi oleh penurunan daya beli di sejumlah daerah di Indonesia. Inflasi April 2020 ini lebih rendah dari inflasi Maret sebesar 0,10 persen. Adapun, inflasi tahun kalender sejak Januari hingga April 2020 sebesar 0,8 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) 2,67 persen. Penurunan ini diprediksi bakal kembali jatuh lebih dalam akibat semakin meluasnya dampak pandemi Covid 19 serta bila pemerintah terus-terusan menaikkan beragam tarif layanannya kepada rakyat. 

Ditengah krisis kesehatan dengan  sarana dan pra sarana kesehatan pemerintah yang tidak siap dan memadai dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 dan tekanan ekonomi akibat pandemi Covid 19 seperti saat ini yang dibutuhkan rakyat bukan kenaikan Iuran BPJS Kesehatan dan dendanya tapi akses atas jaminan layanan perawatan dan penyediaan fisilitas kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja yang memadai serta jaminan atas keberlangsungan hidup rakyat dengan pendapatan yang layak, ketersediaan pangan yang murah dan berkwalitas. Tegas nya.

Perpres Nomor 64 tahun 2020 adalah perampokan dan pemaksaan negara kepada rakyat. Sistem Jaminan Sosial yang diselengarakan saat ini melalui UU SJSS dan BPJS wujud lepas tanggung jawab negara dalam memenuhi hak atas kesehatan rakyat dengan berlindung dibalik semangat rakyat “Gotong Royong”.  Seharusnya negara menyelenggarakan Jaminan Kesehatan yang sifatnya bukan profit untuk menjamin dan menanggung kesehatan seluruh rakyat, tidak lagi dibebankan kepada rakyat. 

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan dendanya bukanlah urgensi yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang ada di tubuh layanan kesehatan rakyat saat ini. Untuk itu GSBI dengan tegas menolak kebijakan presiden Jokowi yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan dan dendanya. 


Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menuntut Presiden Jokowi untuk membatalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan dan dendanya dengan segera mencabut Perpres Nomor 64 tahun 2020. 

Pemerintah baiknya fokus pada penanganan pandemi global Covid 19 dan dampak turunannya dengan memperkuat sistem perawatan kesehatan di tingkat nasional dan daerah yang berkwalitas yang sepenuhnya ditanggung negara, menjalankan pemeriksaan layanan kesehatan massal gratis bagi rakyat,  membangun fasilitas medis yang diperlukan, dan memastikan akses ke perawatan kesehatan berkwalitas untuk semua rakyat (memberikan pelayanan kesehatan dikampung-kampung dan pabrik untuk menanggulangi pesebaran Covid-19 secara gratis), memberikan bantuan langsung tunai, memastikan ketersediaan kebutuhan bahan makanan rakyat dengan harga murah dan berkwalitas, menjamin dan memastikan hak buruh dapat diterima sepenuhnya dan dalam jangka panjang untuk membuang kebijakan ekonomi neoliberal, membangun kembali sistem ekonomi bangsa menjadi lebih mandiri dan berkelanjutan, didorong oleh produksi dalam negeri dan perdagangan yang saling menguntungkan.
 
Pemerintah harus kembali menyalurkan dana publik untuk pelayanan kesehatan rakyat, pendidikan dan menciptakan lapangan kerja bagi ekonomi riil. Menghentikan dan pembatalan utang kepada lembaga keuangan asing di tengah krisis global, menentang pemberian pinjaman baru yang memberatkan yang akan membuat ketergantungan, didikte dan negara lebih dalam berutang kepada IMF, Bank Dunia dan bank-bank serta lembaga global lainnya.

Kaum buruh dan mayorotas rakyat serta organisasi masyarakat sipil Indonesia dengan terang telah menyatakan sikapnya menolak atas kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan Dendanya. Artinya Kebijakan ini anti rakyat.  Tegas Rudi .[]

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item