Pernyataan Sikap GSBI dalam Aksi tanggal 16 Juli 2020 di DPR RI dan Berbagai Kota

Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dalam Aksi 16 Juli 2020 di DPR RI dan Berbagai Kota Tolak dan Gagalkan Omnibus Law ...


Pernyataan Sikap
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)
dalam Aksi 16 Juli 2020 di DPR RI dan Berbagai Kota Tolak dan Gagalkan Omnibus Law

Batalkan dan Hentikan Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja!
Hentikan Perampasan terhadap Hak-Hak Demokratis Buruh dan Rakyat.


Salam Demokrasi !!!
Berbagai sektor dan organisasi rakyat, khususnya klas buruh termasuk GSBI telah menyatakan sikap tegas menolak secara keseluruhan isi omnibus law RUU Cipta Kerja, namun di tengah pandemi Covid 19, ditengah keprihatinan dan kesusahan ekonomi rakyat akibat dampak Corona dan kerja penanganan wabah Corona yang compang-camping, pemerintah dan DPR RI tetap bersikeras melanjutkan pembahasan bahkan mendesak untuk segera mensahkannya. 

Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang di motori pemerintahan Jokowi adalah alat manipulasi kepada buruh dan rakyat untuk menciptakan lapangan kerja lebih besar, mensejahterakan rakyat dan memajukan Indonesia. Padahal semuanya untuk memberikan kemudahan bisnis dan ivestasi serta intensif lainnya dalam melayani kepentingan imperialis, borjuasi besar komprador dan tuan tanah serta penyerahan sumber daya alam (SDA) Indonesia untuk dikeruk habis-habisan, sebagai bentuk penghancuran tenaga produktif Indonesia dengan memposisikan rakyat Indonesia dengan harga murah dihadapan investor. Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah upaya pemerintahan Jokowi untuk memperkuat dan semakin mempermudah kedudukan monopoli imperialisme di Indonesia yang telah di lakukannya sejak periode pertama berkuasa melalui paket kebijakan ekonomi jilid 1 – 16 dan regulasi lainnya, yang  intinya deregulasi, liberalisasi dan privatisasi untuk memfasilitasi hutang dan investasi.

Omnibus Law RUU Cipat Kerja yang sejatinya hanya memberikan pelayanan kepada borjuasi komperador dan tuan tanah sebagai agen kapitalis asing  (imperialisme) di dalam negeri untuk menjalankan ekspor capital serta menjadikan Indonesia negeri terbelakang, bergantung dan dipaksa mengemis dengan hutang dan Investasi serta menjadi pasar bagi prodak-prodak Imperialisme. Omnibus Law Cipta Kerja nyata mengurangi, menghilangkan hak dan kesejahteraan buruh dan hak demokratis rakyat, menghilangkan aspek perlindungan bahkan menghilangkan aspek pidana bagi pengusaha pelanggar hak buruh serta melegalkan dan melanggengkan praktek perampasan dan monopoli tanah.

Ditengah wabah Corona (pandemi Covid19) dan kegentingan ekonomi dan kesehatan rakyat secara brutal rakyat terus ditindas dan di rampasan hak demokratisnya. PHK masal terus terjadi, buruh di rumahkan, pemotongan upah, kebangkrutan ekonomi rakyat terus di biarkan, hingga penanganan Covid 19 yang berantakan. Dan malah rezim Jokowi terus melakukan penghinaan kepada rakyat melalui berbagai kebijakannya, seperti; menaikan iuran BPJS Kesehatan, TDL, membiarkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat terus naik, biaya pendidikan yang mahal, memberlakukan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang akan merampas uang rakyat serta DPR-RI sebagai wakil rakyat dan pemerintah yang harusnya fokus pada penanganan penyebaran Covid19, korban dan dampak lanjutannya  secara sosial eknomi terhadap negara dan rakyat malah ngotot, bersikeras membahas dan akan mensahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. 


Selain itu, untuk memuluskan jalannya meloloskan dan mensakan Omnubus Law RUU Cipta Kerja, pemerintah juga terus memecah belah rakyat, memecah belah serikat pekerja-serikat buruh  dengan cara membentuk tim teknis yang melibatkan segelintir serikat pekerja-serikat buruh yang ada di Tripartit Nasional (Tripnas) untuk membahas klaster ketenagakerjaan. Padahal tim teknis ini adalah hanya forum kesiangan, forum formalitas dan alat legitimasi pemerintah seolah-olah telah mengajak bicara, mendengarkan dan melibatkan serikat pekerja-serikat buruh dan paling utama adalah untuk meredam gerakan buruh yang sedang naik dan keras menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Ini seperti sejarah busuk dalam pembahasan dan pengesahan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Semua ini jelas semakin membuka kedok, kebobrokan dan tidak punya kompetensi dan empatinya pemerintahan Jokowi. Sebab jikalah benar pemerintah, presiden Jokowi mendengarkan buruh, mendengarkan serikat pekerja-serikat buruh mendengarkan suara aspirasi sejati rakyat, maka pasti tidak akan pernah ada PP 78 tahun 2015, tidak akan pernah ada Omnibus Law RUU Cipta Kerja, tidak akan pernah ada kebijakan-kebijakan yang anti rakyat.

GSBI berpandangan bahwa sumber utama masalah buruh dan rakyat Indonesia adalah pemerintahan boneka, kakitangan imperialisme yang anti reforma agraria sejati dan Industrialisasi nasional.  Maka tidak akan ada masa depan yang cerah bagai buruh dan rakyat Indonesia selama pemerintahan Indonesia di pimpin oleh rezim boneka, kakitangan, penghamba imperialis. Oleh karena itu jalan keluar satu-satunya bagi buruh dan rakyat Indonesia adalah dengan memperkuat persatuan klas buruh dan kaum tani bersama seluruh rakyat tertindas untuk memperhebat perjuangan mewujudkan reforma agraria sejati dan pembangunan industrialisasi nasional yang mandiri, kuat dan berdaulat.


GSBI berkesimpulan bahwa situasi saat ini dan dampak Covid-19 mengajarkan dan semakin meneguhkan pentingnya untuk membangun dan menjalankan reforma agaria sejati dalam kerangka pembangunan sistem ekonomi kerakyatan dan sebagai syarat utama dalam membangun Industrialiasi Nasional di Indonesia. Dengan menjalankan reforma agraria sejati dan Industrialisasi Nasional akan menciptakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat,  menciptakan kedaulatan pangan yang bergizi, menciptakan sarana dan pra sarana kesehatan dan pendidikan maju dan mampu memberikan pelayanan kesehatan serta pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Atas situasi itulah, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) pada hari ini Kamis 16 Juli 2020 dalam aksi di DPR-RI  dan di berbagai kota lainnya dimana GSBI berada dalam menolak dan menuntut di batalkannya pembahsan dan pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (seluruhnya) menyatakan sikap dan tuntutannya :
  1. GSBI dengan tegas menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja (seluruhnya). Menuntut dan mendesak pemerintah serta DPR RI untuk segera hentikan dan batalkan pembahasan dan rencana pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. 
  2. Hentikan PHK, pekerjakan kembali buruh yang di PHK selama pandemi Covid 19, hentikan pemotongan upah buruh dan berikan upah penuh bagi seluruh pekerja.
  3. Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan semua kelas dan pungutan lainnya yang memberatkan rakyat serta berikan subsidi langsung kepada buruh korban PHK, dirumahkan, no work no pay dllnya terdampak Covid 19.
  4. Hentikan perampasan dan monopoli tanah serta jamin harga komoditas kaum tani.
  5. Berikan perlindungan sejati bagi BMI dan keluarganya, jamin dan penuh hak demokratis bagi BMI yang dipulangkan karena terdampak Covid19 serta aku PRT sebagai pekerja dan sahkan segera UU PRT.
  6. Berikan jaminan biaya pendidikan dasar, menengah dan tinggi secara gratis selama masa pandemi Covid19.
  7. Jalankan segera Land Reform Sejati dan pembangunan Industrialisasi Nasional sebagai syarat Indonesia untuk berdaulat secara ekonomi dan politik terlepas dari utang dan invetasi dalam membangun negeri.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, dan melalui sikap ini Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyerukan kepada seluruh buruh Indonesia secara khusus anggota GSBI untuk terus memperkuat persatuan klas buruh dan kaum tani serta diantara rakyat tertindas dan terhisap di Indonesia untuk terus mengobarkan perlawanan menolak dan melawan Omnibus Law RUU Cipta Kerja serta kebijakan lainnya yang merugikan dan anti rakyat.


Jakarta, 16 Juli 2020
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat 
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP.GSBI)





RUDI HB. DAMAN EMELIA YANTI MD. SIAHAAN, SH
Ketua Umum         Sekretaris Jenderal 

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item