Pernyataan Sikap GSBI Tolak RKUHP Rasa Kolonial

Poto, RMOL Pernyataan Sikap  Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Nomor : PS.0005/DPP.GSBI/JKT/VII/2022 TOLAK RKUHP YANG TETAP HADIRK...

Poto, RMOL

Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)

Nomor : PS.0005/DPP.GSBI/JKT/VII/2022

TOLAK RKUHP YANG TETAP HADIRKAN PASAL-PASAL ANTI RAKYAT, YANG MEMBUNGKAM DAN MERAMPAS RUANG KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN DEMOKRASI.


Salam Demokrasi !!!

Pembahasan dan pengesahan omnibus law Cipta Kerja menjadi Undan-undang Nomor 11 tahun 2020 menjadi tanda kesekian kalinya bagi DPR-RI/Parlemen dan Pemerintah bersatu padu dalam memastikan kebersamaannya untuk se-iring sejalan mensukseskan agenda-agenda Kapitalis Monopoli Asing (Imperialisme) dan Tuan Tanah Besar  Komprador di Indonesia dalam melahirkan kebijakan (undang-undang) yang menjadi karpet merah, alat pelindung serta sebagai alat dan aturan pembenaran (legalisasi) bagi kapitalis monopoli asing (imperialisme) dan tuan tanah besar komprador mengeruk sumber daya alam dan mengeksploitasi tenaga kerja murah hingga bangsa dan rakyat Indonesia kehilangan kedaulatanya.

Rezim Jokowi-MA tetap dan terus mempertahankan dan membentengi omnibus law Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang ditolak oleh rakyat serta dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) RI untuk tetap berlaku. Meski, dalam pembuatan undang-undang omnibus law Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 tidak memiliki landasan hukumnya, tidak memenuhi kaidah-kaidah yang disyaratkan dalam UU Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan (UU PPP) Nomor 12 Tahun 2011. Namun, Pemerintah dan DPR RI bukanya memperbaiki undang-undang omnibus law Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 sebagaimana di perintahkan Mahkamah Konstitusi, tapi malah bersama-sama merubah/merevisi UU PPP Nomor 12 tahun 2011 untuk memuat tata cara pembuatan undang-undang dengan metode Omnibus Law masuk dan menjadi bagian dari isi perubahan UU PPP No. 12 tahun 2011yang disahkan pada tanggal 24 Mei 2022.

Liberalisasi kebijakan dalam skema neoliberalisme terus dilakukan dan dipaksakan oleh rezim Jokowi-MA. Dan kini semakin terang dan tak terbantahkan dimata rakyat, rezim Jokowi-MA mengambil jalan pembungkaman hak kebebasan berekpresi dan demokrasi sebagai kontruksi akhir dari agenda liberalisasi kebijakanya yaitu dengan melakukan revisi dan memaksakan untuk segera disahkannya RKUHP.

Setelah tiga tahun tertunda, dan gagal disahkan. Karena ditolak oleh rakyat dari berbagai kalangan melalui berbagai bentuk aksi-aksi, demontrasi besar diberbagai kota dan daerah. Tanggal 04 Juli 2022 lalu Rezim Jokowi-MA kembali merilis secara resmi draft RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang isinya tetap mempertahankan warisan kolonial Belanda bahkan jauh lebih buruk serta menempatkan kekuasaan anti kritik, merampas ruang kekebasan berekpresi dan demokrasi. Dan draf RKUHP ini telah masuk menjadi Program Legislasi Nasional “Prioritas” tahun 2022 yang proses-nya kembali tidak transparan serta minim melibatkan partisipasi publik.

Wacana pengesahan RKUHP (Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang disempurnakan pemerintah semakin nyata. Komisi III DPR RI sudah menerima naskah RKUHP yang sudah disempurnakan. Meski tadinya dikabarkan akan disahkan bulan Juli, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan kelanjutan pembahasan RKHUP kemungkinannya akan dilakukan setelah masa reses DPR berakhir, yaitu tanggal 16 Agustus 2022.

Rencana pemerintah membahas RKUHP secara kilat merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 96 UU No. 13 tahun 2022 yang secara tegas mewajibkan pemerintah dan DPR untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunannya. Pelanggaran seperti ini seharusnya dihindari, karena Pemerintah seharusnya menjadi teladan dalam menegakkan aturan hukum yang berlaku di negeri ini. Ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah dan DPR semakin meningkat, karena banyak sekali undang-undang yang disetujui oleh Pemerintah dan DPR yang miskin partisipasi bahkan dapat dikategorikan sebagai ‘undang-undang yang disembunyikan’. Contoh nyata dari undang-undang yang miskin partisipasi dapat dilihat dalam proses penyusunan revisi UU KPK, revisi UU Minerba, revisi UU MK, dan proses pengundangan UU Cipta Kerja yang kemudian dinyatakan sebagai inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konsitusi.

Proses perumusan RKHUP sejak awal mengundang banyak kontroversi dalam hal transparansi dan partisipasi masyarakat. Saat pemerintah melakukan sosialisasi dan perbaikan atas draft RKUHP versi tahun 2019 (draft yang tidak jadi disahkan karena mendapat penolakan keras dari masyakat, khususnya mahasiswa), masyarakat tidak diberi akses terhadap rancangan hasil perbaikan tersebut. Baru pada tanggal 6 Juli 2022, setelah RKUHP tersebut diserahkan secara resmi oleh Pemerintah ke DPR, dokumen rancangan itu disebarluaskan. Pemerintah beralasan bahwa prosedurnya memang demikian.

Dalam naskah draft RKHUP hasil perbaikan (disempurnakan) yang dirilis oleh pemerintah Juli 2022, masih tetap memuat pasal-pasal yang pada tahun 2019 ditolak keberadaanya oleh rakyat Indonesia. Diantaranya pasal Penyerangan terhadap Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Penghinaan Terhadap Pemerintah, Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara (DPR, DPD, KEPOLISIAN, KEJAKSAAN, DAN PEMERINTAH DAERAH), Penyelenggaraan Pawai-Unras-Demonstrasi. Pasal-pasal ini sangat terang menyasar hak kebebasan berekspresi dan demokrasi, pembungkaman terhadap gerakan rakyat yang sedang dan terus tumbuh melakukan perlawanan untuk dicabutnya undang-undang perampok sumber daya alam dan kedaulatan rakyat Indonesia (omnibus law - Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 TAHUN 2020) dan aturan turunannya serta berbagai kebijakan rezim Jokowi-MA yang nyata-nyata anti rakyat. Termasuk masih adanya pasal Unggas ternak yang merusak kebun yang menimbulkan kerugian ini adalah pasal sejak pemerintahan kolonial Hindia-Belanda masih juga dipertahankan. Dan masih banyak lagi pasal-pasal bermasalah.

Kengototan pemerintah memasukan pasal-pasal bermasalah ditengah penghidupan rakyat yang mengalami kemerosotan yang semakin dalam, maraknya kriminalisasi terhadap rakyat, disisi lain ketidak becusan pemerintah mengatasi masalah krisis minyak goreng, dan tak terkendalinya harga-harga kebutuhan pokok hingga kini, pemerintah mengambil jalan “Pembungkaman terhadap rakyat” untuk menutupi ketidak becusanya. Selain itu, RKUHP yang masih memuat pasal-pasal bermasalah adalah penyempurnaan dari skema imperialis melalui pemerintahan boneka Jokowi-MA mengamankan penindasan dan penghisapanya dari perlawan rakyat.

Bagi GSBI dan klas buruh Indonesia RKUHP yang dinarasikan oleh pemerintah sebagai langkah menghapus, meninggalkan hukum peninggalan (warisan) pemerintah kolonila Belanda adalah narasi bohong dan sesat! Sebab, nyata RKUHP masih dimuatkannya pasal-pasal yang menempatkan kekuasan absolut anti kritik rakyat, merampas ruang berkekpresi dan demokrasi dan justru malah semakin ditebalkannya watak kolonialisme.

Atas dasar kenyataan tersebut Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai serikat buruh nasional, pusat perjuangan buruh dan serikat buruh (vaksentral) menuntut dan menyatakan sikap :

  1. MENOLAK RKUHP YANG MENGUATKAN WATAK KOLONIALISME DI DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA.
  2. HENTIKAN PEMBAHASAN RKUHP YANG MASIH MEMUAT PASAL-PASAL BERMASALAH DAN MERAMPAS RUANG KEBEBASAN BEREKPRESI DAN DEMOKRASI.
  3. CABUT UU OMNIBUS LAW CIPTA KERJA NO 11 TAHUN 2020, BESERTA ATURAN TURUNANYA
  4. BERIKAN JAMINAN KEBEBASAN BEPENDAPAT DAN BEREKSPRESI SEPENUHNYA TERHADAP RAKYAT INDONESIA.

Demikian pernyataan sikap dan tuntutan ini GSBI sampaikan agar dipenuhi, sekaligus dapat menjadi pemersatu aksi-tindakan bagi kaum buruh beserta seluruh rakyat tertindas dan terhisap lainnya di Indonesia untuk melawan setiap kebijakan anti rakyat rezim Jokowi-MA.


Jakarta, 28 Juli 2022

Hormat Kami,

DEWAN PIMPINAN PUSAT

GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (DPP. GSBI)

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item