Pernyataan Sikap GSBI Bersama PSTTP, SDMN, KUMAUNG, PEMBARU Jakarta, GMNI Jakarta Selatan dalam Aksi 27 September 2022

PERNYATAAN SIKAP  AKSI BERSAMA 27 SEPTEMBER  Dalam  HARI TANI NASIONAL 2022 (24 September 2022):   HENTIKAN RA-PS PALSU, BATALKAN KENAIKAN...


PERNYATAAN SIKAP AKSI BERSAMA 27 SEPTEMBER 
Dalam HARI TANI NASIONAL 2022 (24 September 2022): 

HENTIKAN RA-PS PALSU, BATALKAN KENAIKAN HARGA BBM DAN CABUT OMNIBUSLAW CIPTA KERJA

 

Salam Demokrasi !!!

Selamat Hari Tani Nasional Ke-62 tahun, 24 September 2022. Peringatan Hari Tani Nasional tahun ini diperingati di tengah situasi krisis global yang menyeret dunia pada situasi krisis pangan, energi, iklim dan resesi ekonomi dunia. Di tengah situasi dunia belum pulih dari pandemi covid19, penghidupan rakyat dunia terus diperburuk oleh pertentangan yang semakin tajam di antara kekuatan besar imperialis dunia. Pertarungan sengit telah pecah menjadi medan perang di Ukraina yang didalangi oleh AS-NATO yang mendukung rezim sovinis fasis Ukraina melawan Rusia.

Perang di Ukraina telah melahirkan babak krisis baru yang lebih parah, tidak hanya di bidang energi, pangan, iklim namun hingga krisis utang global. Krisis umum dalam tubuh sistem kapitalisme monopoli dunia (imperialisme) telah meningkatkan derajat tindakan fasisme negara, teror, dan perang agresi serta melahirkan berbagai kebijakan politik penundukan terhadap bangsa, rakyat dan negara yang lebih lemah. Imperialisme dengan demikian telah menyatakan dirinya dalam bentuk pertikaian, persaingan serta kekerasan bersenjata yang kejam. Tiongkok-Rusia menuntut diakhirinya era dominasi tunggal imperialis Amerika Serikat (AS) dan pembagian ulang atas dunia.

Terlebih ketika Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga pada Juni 2022. Berdalih mengatasi tingginya angka inflasi di AS yang mencapai 7,8%, kenaikan suku bunga The Fed secara langsung tidak hanya memicu aliran mata uang dolar AS ke negeri induknya, namun juga melemahkan semua nilai mata uang dunia dan mengerek suku bunga utang negeri-negeri miskin yang semuanya menggunakan mata uang dolar AS. Termasuk Indonesia terancam oleh membesarnya defisit APBN, menguras devisa dan mengeringkan keuangan negara.

Memburuknya situasi krisis tersebut, tentunya tidak pernah sudi ditanggung sendiri oleh Imperialis. Dengan segala upaya akan terus membebankan beban krisis tersebut terhadap Rakyat, baik rakyat di negerinya sendiri dan rakyat di negeri–negeri terbelakang termasuk Indonesia. Imperialisme akan terus mendikte seluruh rezim bonekanya untuk menjalankan skema-skema penyelamatan ekonomi khas Imperialis yang sudah pasti berbasiskan pada penghancuran tenaga produktif dan kedaulatan nasional melalui berbagai skema kerja sama tidak adil bersama lembaga-lembaga multi regional dan multilateral bentukanya seperti G-20, IMF, WB, WTO.

Di dalam Negeri, Pemerintahan Joko Widodo semakin menunjukkan kesetiaanya sebagai hamba Imperialisme. Persembahan demi persembahan yang menumbalkan rakyat terus disajikan. Reforma Agraria Palsu, lahirnya Undang-undang Cipta Kerja, Proyek Strategis Nasional dan pembangunan IKN hingga pencabutan subsidi BBM.

Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) presiden Joko Widodo yang digadang-gadang sebagai program populis rezim Joko Widodo semakin terbukti sebagai Reforma Agraria palsu. Tanah seluas 9 juta Haktare yang dijanjikan untuk diredistribusikan kepada kaum tani tidak lebih dari program bagi-bagi sertifikat dan tanah-tanah tidak produktif yang bersumber dari tanah eks HGU maupun pelepasan kawasan hutan yang memang telah digarap dan ditempati kaum tani sejak lama. Sehingga 9 juta hektar yang dijanjikan tidak satupun yang merupakan tanah redistribusi baru atau mengurangi monopoli tuan tanah besar.

Sedangkan Program Perhutanan Sosial yang menjadi bagian dari Program Reforma Agraria Joko Widodo tidak lebih dari program untuk semakin memastikan kedudukan Negara sebagai tuan tanah melalui Perhutani-Inhutani, Taman Nasional dan KHDDPK yang dikelola oleh KPH dibawah KLHK. Yang selanjutnya menjalankan berbagai skema sewa tanah melalui berbagai model seperti Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kelola Masyarakat dan Hutan Kemitraan.


Program RAPS Pemerintah Joko Widodo telah gagal menjamin kepastian kepemilikan tanah bagi rakyat, justeru memperterang kedudukan tuan tanah dengan seluruh kebijakan feudal yang sangat menindas dan menghisap kaum tani. RAPS Pemerintah Joko Widodo tak ubahnya seperti pemerintah kolonial yang getol menjalankan asas “
Domain Verklaring” untuk menguasai tanah-tanah yang telah dikuasai rakyat dan selanjutnya dikuasai oleh Negara sebagai tuan tanah dengan praktek-praktek sewa tanah yang sangat menindas.

Program RA pemerintah Jokowi juga telah gagal membawa kesejahteraan bagi kaum tani di pedesaan, bahkan kehidupan kaum tani di pedesaan semakin merosot akibat biaya produksi pertanian yang semakin tak terkendali, baik bibit, pupuk maupun obat-obatan.

Program RA Jokowi telah gagal membawa kaum tani pada kemajuan kemandirian sarana produksi pertanian karena membawa kaum tani makin bergantung pada bibit, pupuk dan obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan kapitalis monopoli asing dan bahkan dengan tanpa malu Negara menjadi Brand Ambassador dari produk tersebut dan memaksa kaum tani untuk membelinya melalui berbagai skema. Seiring meningkatnya biaya produksi tersebut, disusul ketidakpastian harga hasil produksi pertanian karena diserahkan sepenuhnya pada skema pasar tanpa kemampuan Negara turut mengatur di dalamnya.

Reforma Agraria Jokowi semakin membenamkan rakyat pada jeratan hutang yang menggurita hingga ke pedesaan. Melalui program keterbukaan keuangan, pemerintah Jokowi memaksa setiap rakyat untuk terhubung dengan lembaga-lembaga periba. Mulai dari KUR pertanian, KUR UMKM dan berbagai program peribaan lainya yang semesetinya mampu meringankan beban kaum tani namun pada prakteknya justeru semakin memberatkan kehidupan kaum tani. Belum lagi dengan praktek “tengkulak” yang sangat menindas, bahkan tanpa malu rezim Jokowi juga mempromosikan kepada rakyat untuk terhubung dengan perusahaan-perusaahaan tengkulak monopoli semacam Indofood, Willmar, dan lain sebagainya dan justru memberikan mereka subsidi untuk mempermudah bisnis pertengkulakannya dengan kaum tani.

Terakhir, RA Jokowi juga telah gagal memberikan rasa aman bagi rakyat untuk mempertahankan tanahnya dari ancaman monopoli dan perampasan. Rakyat masih saja dihadapkan dengan tindakan-tindakan terror, intimidasi, hingga kriminalisasi, penangkapan bahkan pembunuhan. Akumulasi kasus konflik agraria sampai tahun 2021, terdapat 1.191 kasus yang telah mengakibatkan 134 kasus kriminalisasi (132 korban laki-laki dan dua korban perempuan), 19 kali kasus penganiayaan, 13 orang meninggal di wilayah konflik agraria.

Tak Hanya RA-PS, pemerintah Joko Widodo juga menerbitkan UU (Omnibus Law) Cipta Kerja yang tidak hanya menyengsarakan kaum buruh di perkotaan tetapi juga kaum tani di pedesaan. Termasuk ngototnya untuk mengesahkan RKUHP, yang isinya masih dimuatkannya pasal-pasal yang menempatkan kekuasan absolut anti kritik rakyat, merampas ruang berkekpresi dan demokrasi dan justru malah semakin ditebalkannya watak kolonialisme.

Melalui Omnibus Law Cipta Kerja Negara semakin ganas merampas tanah-tanah rakyat dengan berbagai dalih kepentingan umum ditunjang oleh peraturan turunannya yaitu PP No. 64/2021 tentang Bank Tanah, PP No 19/2021 tentang Pengadaan tanah dan PP No 42/2021 tentang PSN. Sejauh ini sudah 200an proyek Strategis Nasional yang telah, sedang dan akan dijalankan, yang kesemuanya itu sudah pasti adalah projek-projek lapar lahan. Pembangunan bendungan, pelebaran jalan, pembangunan bandara, pelabuhan hingga kawasan-kawasan Pariwisata hingga IKN pada kenyataanya adalah projek yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi rakyat tapi justru menggerus lahan-lahan dan pemukiman milik rakyat.

Semua hal tersebut makin diperparah dengan kebijakan pencabutan Subsidi BBM pada tanggal 3 September lalu. Pencabutan Subsidi BBM merupakan bukti kesetiaan Joko Widodo terhadap Imperialisme yang sejak tahun 2009 lalu melalui pertemuan G20 telah meminta seluruh negeri anggotanya untuk memangkas subsidi Publik terutama energi (migas) dengan alasan penghematan dan penanganan iklim. Pencabutan subsidi yang berdampak meningkatnya harga BBM menjadi malapetaka rakyat: kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.

Monopoli dan perampasan tanah yang semakin masif di pedesaan telah melahirkan kemiskinan yang semakin meluas, dan menjadi akar dari migrasi paksa bagi sebagian rakyat Indonesia untuk bekerja di luar negeri menjadi Buruh Migran (BMI). Pemuda mahasiswa dan pelajar, jelas terbebani atas situasi yang demikian ditengah situasi tidak adanya kepastian atas akses pedidikan dan masih sangat eksisnya komersialisasi, privtisasi dan leberalisasi pendidikan serta tentang harapan masa depan atas lapangan pekerjaan, upah layak tidak dapat diwujudkan dengan ketiadaan industrialisasi nasional yang mandiri tanpa intervensi kepentingan imperialis. Tetapi Industrialisasi ini juga tidak dapat diwujudkan bilamana reforma agraria sejati tidak dimenangkan.


Dalam Momentum Hari Tani Nasional tahun 2022 ini, Aksi Bersama 27 September menuntut kepada Pemerintah Joko Widodo untuk:


1.      Hentikan RA-PS Palsu Presiden Jokowi

2.      Batalkan Kenaikan Harga BBM

3.      Cabut UU Cipta Kerja No 11 tahun 2020 dan seluruh produk hukum turunannya.

4.      Hentikan Pembahasan RKUHP.

5.   Hentikan Monopoli dan Perampasan Tanah untuk perkebunan skala besar oleh negara maupun swasta, dan kawasan hutan negara, hentikan perampasan tanah kaum tani dan masyarakat adat, dan berikan perlindungan dan pengakuan atas tanah-tanah yang telah digarap kaum tani dan wilayah adat milik masyarakat adat.

6.   Bebaskan tanpa syarat kaum tani dan pejuang keadilan agraria yang ditangkap dan dipenjarakan, dan segera hentikan teror dan intimidasi dalam bentuk apapun.

7.      Naikkan harga-harga hasil pertanian perseorangan skala kecil.

8.     Turunkan bunga pinjaman yang mencekik kaum tani dan ekonomi rakyat.

9.     Turunkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat dan biaya produksi pertanian serta nelayan miskin.

10.  Jamin dan lindungi kepastian kerja bagi klas buruh dan hentikan PHK.

11.  Naikan upah buruh dan buruh tani.

12.  Berikan Perlindungan sejati bagi buruh migran dan keluarganya.

13.  Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratik dan mengabdi kepada rakyat.

14.  Kurangi tunjangan pejabat menjadi subsidi rakyat.


Demikian Pernyataan Sikap ini kami sampaikan untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan.

 

Dan melalui Pernyataan Sikap ini, kami menyerukan kepada seluruh elemen demokratis untuk menggalang aliansi luas, memperkuat persatuan kaum buruh dan tani melawan rezim Boneka Imperialis. Kembangkan aksi-aksi massa berkelanjutan untuk memperjuangkan hak-hak demokratis rakyat !!!.


Jakarta, 27 September 2022

Aksi Bersama 27 September

(GSBI, PSTTP, SDMN, KUMAUNG, PEMBARU Jakarta, GMNI Jakarta Selatan)

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item