AASB Minta Hakim Mahkamah Konstitusi Putuskan Omnibus Law UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja Cacat Formil dan Inkonstitusional Permanen

INFO GSBI-Jakarta. Dalam acara konferensi pers yang di ramu dengan aksi di patung kuda bundaran Indosat Jakarta (30/9/2023) serikat pekerja...


INFO GSBI-Jakarta.
Dalam acara konferensi pers yang di ramu dengan aksi di patung kuda bundaran Indosat Jakarta (30/9/2023) serikat pekerja serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menyatakan bahwa demi untuk mengakhiri polemic dan kegaduhan nasional serta demi tegaknya Konstitusi, meminta Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi RI untuk memutuskan dengan Menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Harus dinyatakan CACAT FORMIL dan INKONSTITUSIONAL PERMANEN.

Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) berharap sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tetap independent, jauh dari intervensi pemerintah dan DPR RI, istiqomah dan berkhidmat pada konstitusi dan rakyat, serta benar-benar menjadi benteng bagi tegaknya Konstitusi, menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja Cacat Formil dan dinyatakan inkonstituional permanen. Sikap MK ini diharapakan pada putusan soal gugatan terhadap UU Ciptakerja yang akan dibacakan Senin depan (2/10/2023).

"Kalau dulu MK dalam gugatan formil UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja terjadi dua kubu, 5 hakim menyatakan cacat formil dan 4 hakim memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion yang merugikan buruh dan rakyat, sehingga omnibus law UU Nomor 11 tahun 2023 tentang Cipta Kerja di putus dinyatakan Inkonstitusional bersyarat. Maka sekarang dalam gugatan formil UU Nomor 6 tahun 2023 tentang cipta kerja yang isinya sama dengan UU Nomor 11 tahun 2020 berharap MK menyatakan cacat formil dan menyatakan inkonstitusional permanen," kata Rudi HB Daman, Ketua Umum GSBI dan juga presidium Aliansi Aksi Sejuta Buruh di Jakarta, Sabtu (30/9) siang.

Senada dengan itu, Sekjend KSPSI Arif Minardi mengaku khawatir bahwa keputusan MK pada dua tahun lalu yang diambil oleh hakim Wahidudin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Aswanto akan berubah setelah hakim Aswanto diberhentikan dari jabatannya oleh DPR RI.

"Sebagaimana putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, seharusnya pemerintah melaksanakan Putusan MK untuk memperbaiki UU tersebut. Namun, pemerintah justru mengabaikan putusan MK dan menolak dialog dengan pihak-pihak terkait, khususnya buruh. Yang dilakukan pemerintah malah menerbitkan Perppu yang disahkan menjadi UU oleh DPR RI. Jadi pemerintah tidak melaksanakan putusan MK," tegas Joko Heryono, Ketua Umum SPN.

Sementara Sunarti Ketua Umum SBSI 92 mengatakan, "Jika sembilan hakim MK tidak memutuskan membela rakyat, jangan salahkan jika rakyat marah dan menuntut pertanggung jawaban hakim-hakim MK," tegas Sunarti.

Sedangkan Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat menegaskan, kalau MK tidak membatalkan UU Omnibus Law berarti menjilat ludahnya sendiri. "Kita tidak ingin melihat hakim-hakim MK yang mulia dan pengawal konstitusi itu menjilat ludahnya sendiri," tegas Jumhur.

Jika MK menolak gugatan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja, Jumhur menegaskan, para buruh akan menuntut pemerintah menerbitkan Perppu mencabut UU tersebut atau meminta Presiden Jokowi mundur. 

Mengutip Bung Karno Proklamator Kemerdekaan, Jumhur mengatakan sudah saatnya semua kekuatan revolusioner bergabung untuk melawan penindasan ini.

Lebih jauh, para aktvis yang tergabung dalam Aliansi Akis Sejuta Buruh (AASB) menyatakan jika gugatan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker ditolak MK, buruh akan terus melanjutkan perjuangan sampai UU tersebut dicabut.

"Kami akan meneruskan perjuangan sampai UU itu dicabut, dengan melakukan demo besar-besaran," kata Arif Minardi. []

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item