Dewan Pengupahan alat Konspirasi untuk Politik Upah Murah

Reformasi Dewan Pengupahan Adalah Keharusan Keberadaan dan wewenang dewan pengupahan sebagaimana diatur dalam Kepres Republik Indonesia ...


Reformasi Dewan Pengupahan Adalah Keharusan
Keberadaan dan wewenang dewan pengupahan sebagaimana diatur dalam Kepres Republik Indonesia No.107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, jika kita membaca dengan teliti peraturan yang berkaitan dengan sistem pengupahan sebagaimana Kepres tersebut diatas seolah Kepres tersebut sangat demokratik tetapi dewan pengupahan ini sesungguhnya tidak memiliki daya tawar apapun khususnya wakil dari buruh karena seringkali kolaborasi antara pengusaha dan perwakilan pemerintah bergitu kental, maka makin terang bagi kita tentang adanya konspirasi dibalik penetapan upah di lembaga yang bernama Dewan Pengupahan ini.

Selanjutnya meskipun komposisi dari Dewan pengupahan adalah terdiri dari tiga pihak atau yang biasa disebut tripartite yaitu perwakilan dari Buruh, Pengusaha dan Pemerintah tetapi tetap saja yang paling menentukan didalam penentuan upah adalah Kepala daerah seperti Bupati untuk ditingkat Kabupaten, Wali Kota untuk Kota Madya dan Gubernur pada Tingkat Propinsi, sedangkan kedudukan dewan pengupahan hanya bersifat usulan berdasarkan hasil survei yang syarat manipulasi. Sementara wewenang untuk menentukan upah tetap menjadi hak Gubernur Propinsi. Kemudian penentuan upah ini juga hanya menggunakan dasar hasil survei pasar padahal tersedia banyak metode dalam penentuan upah seperti survei kebutuhan buruh dimana hingga hari ini belum juga dilakukan.

Ambil contoh dari komposisi salah satu Dewan Pengupahan di suatu wilayah, yang masing-masing unsurnya adalah tujuh, serta ditambah 1 orang dari BPS dan 1 orang dari akademisi (dua unsur terakhir ini sifatnya tidak tetap). Misalnya, apabila dalam penentuan upah minimum terjadi deadlock yang mendorong proses voting di Dewan Pengupahan, maka sudah hampir dipastikan bahwa unsur dari Serikat Buruh akan kalah secara jumlah (berhadapan dengan gabungan antara unsur pengusaha dan unsur pemerintah). Pengamalan praktek selama ini, banyak kasus ketika penentuan upah minimum terjadi di Dewan Pengupahan, terjadi dua alternatif usulan nominal kenaikan upah yang diajukan oleh unsur Serikat Buruh (umumnya sesuai KHL atau diatasnya sedikit) dan unsur pengusaha (umumnya dibawah KHL). Situasi itu biasanya akan berujung dimana unsur pemerintah akan mengusulkan nominal kenaikan upah sebagai jalan tengahnya (diantara usulan unsur Serikat Buruh dengan unsur pengusaha). Jalan keluar apabila masing-masing pihak bertahan, tentu saja voting (pengambilan suara terbanyak). Sudah dapat ditebak, bahwa usulan dari unsur pemerintah lah yang biasanya akan keluar sebagai pemenang. Hal itulah yang selama ini dikatakan proses demokratisasi di Dewan Pengupahan. Padahal, dari komposisi yang ada, hampir dapat dipastikan bahwa unsur dari Serikat Buruh tidak akan dapat memenangi voting tersebut. Selain hal tersebut selama ini anggota dewan pengupahan meskipun merupakan perwakilan/representatif dari serikat pekerja/serikat buruh, akan tetapi dalam menjalankan tugas dan fungsinya cenderung sangat eksklusif dan tidak terbuka.

Persoalan menjadi bertambah pelik, ketika mayoritas unsur Serikat Buruh yang duduk di Dewan Pengupahan adalah Serikat Buruh yang memiliki watak konservatif. Mereka seringkali berdalih di depan buruh bahwa mereka telah berjuang habis-habisan dan berdebat secara demokratis didalam Dewan Pengupahan, namun mereka kalah. Tentunya, semua orang juga mengetahui bahwa tanpa mereka berdebat sekalipun, mereka akan tetap kalah. Konspirasi jahat itupun berjalan lancar selama ini. Karenanya, tepatlah dikatakan bahwa Dominasi Serikat Buruh Kuning merupakan salah satu persoalan utama dari buruh Indonesia.

Lalu, siapakah yang memegang faktor kunci dalam penetapan upah minimum? Jawabannya adalah Gubernur. Sebab, Dewan Pengupahan sifatnya adalah memberikan saran serta pertimbangan untuk penetapan upah minimum. Artinya, Dewan Pengupahan hanyalah alat dari penguasa dalam penetapan upah minimum dan dijadikan tameng ketika tuntutan kenaikan upah yang digelorakan oleh Gerakan Serikat Buruh diarahkan kepadanya. Salah satu dalih yang sering diutarakan penguasa ketika berhadapan dengan tuntutan kenaikan upah yaitu “nominal kenaikan upah minimum telah dibahas secara demokratis secara tripartit di Dewan Pengupahan”, merupakan suatu pengalihan dari penanggung-jawab yang sebenarnya.

Atas dasar itu maka harus ada perombakan total Dewan Pengupahan agar benar-benar repesentatif mewakili seluruh pihak yang berkepentingan, karena selama ini Dewan Pengupahan hanya di pergunakan sebagai alat legitimasi agar seolah-olah Demokratis dalam penetapan UMK/UMP di berbagai daerah.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, jelas bahwa fungsi upah minimum yang berlaku di Indonesia bukanlah ditujukan bagi perlindungan terhadap buruh, namun untuk mempertahankan Politik Upah Murah di Indonesia. Selain itu, ada beberapa hal yang tidak secara langsung berhubungan dengan upah, namun pada kenyataannya sangat berpengaruh terhadap upah buruh. Dasar pandangannya adalah kemenangan tuntutan kenaikan upah yang digelorakan oleh buruh, hanyalah bergantung atas perjuangan buruh itu sendiri melalui Gerakan Serikat Buruh yang memiliki watak Sejati. Berharap pada kebaikan hati sang pengusaha, penguasa atau mengandalkan rezeki nomplok dari perdebatan-perdebatan di Dewan Pengupahan yang penuh dengan konspirasi jahat adalah merupakan ilusi semata.

Maka dalam masalah pengupahan di Indonesia GSBI bersikap tegas dan keharusan bagi kita saat ini adalah untuk segera :
  1. Mendesak Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi RI untuk segera Mencabut Permen 17 tahun 2005 dan berbagai peraturan lainnya yang mmebuat upah buruh murah;
  2. Mereformasi Total Sistem dan Dewan Pengupahan sekarang juga serta ;
  3. Mendesak semua Gubernur menetapkan UMK/P seratus persen (100%) KHL.

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item