Sebuah Kesaksian Buruh Adidas Tentang Pemberangusan Serikat Buruh, Bagian 1

Kokom Komalawati Sedang meberikan kesaksian (testimoni) Kesaksian Buruh Adidas tentang Pemberangusan Serikat Buruh (Union Busting) di Pe...

Kokom Komalawati Sedang meberikan kesaksian (testimoni)
Kesaksian Buruh Adidas tentang Pemberangusan Serikat Buruh (Union Busting) di Perusahaan PT. Panarub Dwi Karya.

Kesaksian ini di sampaikan oleh Kokom Komalawati dalam Sidang Peoples’ Tribunal yang di selenggarakan oleh AFW Indonesia di Jakarta yang pada 21 - 24 Juni 2014.

Bagian 1 (satu): 

Nama saya Kokom Komalawati. Umur saya 35 tahun dan belum berkeluarga. Saya lahir di Bandung sebagai anak keempat dari empat bersaudara. Saya lulus pendidikan Diploma III akuntansi. Agama saya Islam. Saat ini saya tinggal di Perumahan Villa Mutiara Pluit Blok C3 Nomor 7 Tangerang Banten.

Saya bekerja di PT. Panarub Dwi Karya (PDK), sebagai staff warehouse sejak 2008. Saya buruh tetap dengan upah terakhir sebesar Rp 2.600.000. PT PDK merupakan perusahaan yang memproduksi alas kaki untuk merk Adidas, Mizuno, dan Specs. PT. PDK beralamat di Jalan Raya Benoa Kompleks Benua Mas blok B Nomor 1, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Banten. Direktur produksi PT. PDK adalah Nicko Vizano. Saat pertama bekerja, saya ditempatkan di warehouse kemudian dipindahkan ke bagian produksi lalu ke bagian MPCS (Machine Processing Computer Sewing) dan terakhir ke bagian CI [Continuous Improvement] Produksi.

PDK berdiri sejak 2006 dan mulai produksi sejak 2007. Pada Juli 2012, PT PDK mempekerjakan 2560 orang buruh. Dari jumlah tersebut sekitar 500 orang merupakan staf, supervisor, manajer dan direktur, yang disebut dengan golongan B. Sisanya, adalah operator produksi, yang disebut dengan golongan A. Jika dipersentasekan, sekitar 90 persen buruh berjenis kelamin perempuan dan 10 persen sisanya adalah laki-laki.

Saat ini saya adalah ketua umum SBGTS-GSBI (Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen) PT Panarub Dwikarya. Melalui forum ini saya bermaksud memberikan kesaksian mengenai tindakan pemberangusan serikat buruh yang dilakukan oleh PT PDK terhadap SBGTS-GSBI di PT PDK. Menurut saya, pertahanan saya layak untuk dilakukan karena kebebasan berorganisasi dan berunding merupakan hak yang melekat dan tidak boleh dihalang-halangi oleh siapapun dan dengan cara apapun. Pengalaman saya mengajarkan, pemberangusan hak berorganisasi di PT PDK dilakukan secara sistematis dengan melibatkan orang-orang penting di perusahaan. Bahkan, melibatkan seorang hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) tingkat kasasi bernama Bernard. Bernard adalah hakim ad hoc sejak 2006 dari wakil pengusaha. Sebelum 2006, Bernard bekerja di PT. Panarub Industri sebagai manajer Human Resource Departement (HRD). Dugaan penyalahgunaan kewenangan tersebut telah saya laporkan ke kepolisian (Polisi Resort Tangerang dan Komisi Yudisial)

SBGTS-GSBI PT PDK deklarasikan pada 23 Februari 2012 dengan jumlah anggota sebanyak 610 dengan Nomor Pencatatan 568.4/1226-HI/2012. Setelah deklarasi, saat pemberitahuan dilakukan, saya dan 8 orang pimpinan organisasi langsung di-PHK dengan alasan efisiensi. Sebelumnya, pada 10 dan 23 Februari 2012 saya dipanggil oleh Direktur Produksi dan mantan manajer HRD PT Panarub Industri, yang saat itu telah menjadi Hakim Ad Hoc di MA. Pemanggilan saya berkenaan dengan rencana pendirian SBGTS GSBI di PT PDK. Saat itu, dua orang tersebut menyatakan penolakan berdirinya serikat yang baru dan meminta saya bergabung dengan serikat yang sudah berdiri sebelumnya. Pada kesempatan tersebut saya pun ditawari posisi pekerjaan lain. Saat itu, Nicko menjanjikan, saya akan mendapatkan posisi yang lebih baik.

Sejak peristiwa PHK dengan alasan efisiensi tersebut, hanya saya yang bertahan sampai sekarang. Sebenarnya, sedari awal 2012, kalangan buruh merasa resah akan situasi kerja didalam perusahaan, sebagaimana akan saya terangkan di bawah. Puncak dari keresahan tersebut adalah pemogokan spontan oleh sekitar 2000 buruh pada 12-23 Juli 2012.

Pemicu pemogokan tersebut adalah pembatalan sepihak manajemen terhadap rencana perundingan. Tadinya perwakilan serikat buruh bermaksud merundingkan mengenai permintaan diberlakukannya upah sesuai aturan UU, kebebasan melakukan kegiatan organisasi dan memburuknya kondisi kerja. Perundingan yang dijadwalkan pada 12 Juli, dibatalkan sepihak dan tanpa alasan yang jelas. Pada 4 Juli perwakilan buruh telah melayangkan surat perundingan. Melalui pesan singkat seluler (short message service/SMS) manajemen bersedia berunding pada 10 Juli. Pada 10 Juli terjadi perundingan namun tidak menghasilkan kesepakatan, serta menjadwalkan perundingan pada 12 Juli.

PT PDK membayar upah 2012 dilakukan pada Mei, yang dihitung sejak April. Artinya, terjadi kekurangan upah di periode Januari hingga Maret. Selain itu, sejak awal 2012, manajemen menerapkan sistem one piece flow. Sistem tersebutlah yang membuat buruh tersiksa, tertekan dan dibayangi ketakutan. Strategi produksi tersebut membuat buruh tidak memiliki waktu untuk meninggalkan pekerjaan. Buruh yang mencoba meninggalkan pekerjaan karena keperluan cuti, bahkan untuk keperluan ibadah, mengambil air minum dan ke kamar mandi akan menyebabkan pekerjaan bertumpuk. Tak hanya itu. Target produksi tersebut ditopang dengan mengetatkan disiplin kerja oleh mandor dan supervisor. Buruh-buruh yang dianggap lambat bekerja akan dikenai hukuman berupa bentakan, caci maki hingga pemecatan. Buruh yang diketahui tidak masuk kerja karena sakit atau izin lainnya akan dikenai hukuman berdiri di depan line selama 1 jam. Bayangkan! Di satu sisi buruh-buruh di bagian produksi dipacu untuk mencapai target dan di saat bersamaan ia dapat kehilangan pekerjaan tanpa diketahui kesalahannya.

Salah seorang buruh bagian assembling bernama Omih Binti Saanen merasakan dampak langsung proses produksi tersebut. Di umur 11 bulan, anak Omih mengalami sakit hingga meninggal namun ia tak sempat menemaninya, karena izin cuti yang diajukan tak dikabulkan manajemen.

Secara umum, one piece flow merupakan strategi untuk meningkatkan produksi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja secara bertahap. Sebagai contoh adalah produksi sepatu Adidas Predito. Pada Januari hingga April, untuk bagian penjahitan (sewing) dengan tenaga kerja sebanyak 48 orang ditetapkan target sebanyak 140 pasang sepatu per jam. Masih di bagian yang sama, pada Maret jumlah tenaga kerjanya diubah menjadi 40 orang dengan harus mencapai target yang sama. Per Mei, jumlah tenaga kerja di bagian tersebut dikurangi lagi menjadi 34 orang dengan target yang sama. Di bagian assembling, pada Maret sebanyak 48 orang dipaksa menghasilkan 140 pasang sepatu per jam. Per Mei, jumlah buruh bagian assembling dikurangi menjadi 37 orang dengan target yang tidak berubah.

Setiap hari buruh diharuskan untuk mengikuti meeting/briefing. Masing-masing sekitar 10-20 menit sebelum dan setelah jam kerja. Hal tersebut menyebabkan buruh berangkat kerja lebih awal dari jam kerja yang telah ditentukan. Kelebihan jam kerja tersebut tidak pernah diperhitungkan sebagai hak atas upah lembur. Peristiwa pemogokan spontan berlangsung mengerikan. Buruh yang rerata ibu-ibu, ada pula dalam keadaan hamil, harus menghadapi sejumlah aparat keamanan dari kepolisian dan paramiliter. Para lelaki tersebut dengan berbagai cara membubarkan pemogokan.

bersambung, .....

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item