Pernyataan Sikap GSBI Mengecam Tindakan Kekerasan dan Biadab Dalam Penggusuran Warga Kampung Pulo

PERNYATAAN SIKAP GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) MENGECAM PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA YANG MELAKUKAN PENGGUSURAN WARGA KAMPUNG...

PERNYATAAN SIKAP
GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI)

MENGECAM PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA YANG MELAKUKAN PENGGUSURAN WARGA KAMPUNG PULO TANPA GANTI RUGI SEPESERPUN
HENTIKAN PENGGUSURAN, PENUHI TUNTUTAN DAN HAK WARGA KAMPUNG PULO DENGAN MEMBERIKAN GANTI RUGI DAN PERUMAHAN LAYAK

GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) mendengar dan menyaksikan bahwa telah terjadi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta cq. AHOK terhadap warga Kampung Pulo Jatinegara Jakarta Timur.

Penggusuran warga kampung Pulo tanpa ganti rugi sepeserpun dengan jalan kekerasan yang melibtkan aparat gabungan dari kepolisian, satpol PP, Brimob dan TNI telah mengakibatkan puluhan warga mengalami luka-luka dan 27 orang di tangkap. Ini adalah merupakan bukti kediktatoran AHOK terhadap warganya.

Tindakan barbar dan brutal yang dipertontonkan oleh pihak aparat keamanan dalam melakukan penggusuran warga dari kampung halamannya telah mencederai hati dan perasanan tidak hanya bagi warga kampung pulo saja sebagai korban, akan tetapi juga telah menyakiti seluruh rakyat Indonesia. Tuduhan keji terhadap warga yang menghuni kawasan kampung pulo yang dinilai merupakankawasan kumuh, penyebab banjir dan sudah tidak layak huni, baik dari segi kesehatan dan keamanan hanyalah sebagai alasan pembenaran untuk melakukan penggusuran. Padahal sebenarnya kondisi tersebut adalah merupakan bukti nyata ketidak mampuan pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi banjir dan menyediakan perumahan layak bagi warganya.

Bagi warga kampung pulo tanggal 20 Agustus 2015 adalah hari yang naas dalam hidupnya, ironisnya tanggal tersebut adalah dua hari setelah HUT kemerdekaan RI yang ke 70 thn. Warga kampung pulo yang telah tinggal berpulu-puluh tahun bahkan sudah lebih dari 1 abad lamanya, dirampas tanah dan tempat tinggalnya dengan cara yang keji dan biadab, mungkin bagi AHOK saat ini sudah tidak ada artinya lagi PANCASILA dan UUD 1945 sehingga dengan lantangnya dia memberikan pernyataan bahwa “warga di Kampung Pulo tidak berhak meminta ganti rugi, karena warga telah tinggal di tanah milik Negara”.

Relokasi yang dilakukan oleh AHOK dengan menyediakan rumah susun sederhana bagi warga Kampung Pulo adalah omong kosong, karena rumah susun tersebut tidaklah diberikan secara cuma-cuma, sebagaimana yang terjadi kepada warga korban penggusuran disekitar Kali Apuran dimana warga yang digusur ditempatkan di rumah susun sederhana hanya gratis selama 6 bulan, namun setelah 6 bulan kemudian warga Kali Apuran harus membayar sewa yang tergolong mahal, jauh dari tempat kerja untuk mencari nafkah, jauh dari tempat sekolah, akses menuju rumah susun juga tidak layak Selain itu jika penyewa tidak sanggup untuk membayar maka pengelola rusun akan mengusir paksa. Gubenur AHOK tidak pantas menjadi peminimpin rakyat Jakarta, nyata dan terang bahwa kekejaman dan tindakan fasis yang dilakukannya hanya semata – mata untuk membela kepentingan modal. Ahok tidak memiliki komintmen untuk memperbaiki kehidupan rakyat miskin di Jakarta dan mengkabing hitamkan masyarakatnya sebagai penyebab banjir dijakarta.

GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) menilai bahwa pernyataan AHOK yang mengatakan bahwa warga Kampung Pulo Jatinegara adalah warga Ilegal adalah pernyataan yang ngawur. Kalau kemudian AHOK mengatakan bahwa tanah di Kampung Pulo adalah tanah milik Negara, sesungguhnya seluruh tanah dan kekayaan alam yang terkandung di Indonesia adalah milik Negara, tetapi pertanyaannya kemudian adalah tanah Indonesia sebenarnya untuk apa dan untuk siapa? Kalau untuk kesejahteraan rakyat mengapa AHOK justeru mengabaikan hal tersebut, dan justeru merelokasi warga di rumah susun yang telah disediakan tanpa memikirkan hak-hak mereka. Relokasi tanpa penggantian tanah dan bangunan bukanlah solusi bagi warga yang tinggal di Kampung Pulo, warga butuh kepastian yang dapat menjamin tempat tinggal mereka, pendidikan anak-anak mereka serta kehidupan mereka sehari-hari.

Penggusuran yang dilakukan oleh aparat hukum dan aparat keamanan bangsa Indonesia yang diturunkan oleh AHOK adalah tindakan kejam dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), saat ini warga yang telah terkena gusuran paksa tersebut tetap berjuang untuk mendapatkan haknya sebagai warga Negara Indonesia, dan tetap menempati tanah mereka di Kampung Pulo walaupun hanya dengan tutupan triplek dan tenda-tenda sederhana, mengingat rumah mereka telah dirobohkan dengan paksa.

20 Agustus 2015 adalah bukti yang kesekian kalinya bagi masyarakat Indonesia atas rezim Jokowi-JK yang berkuasa, anti terhadap rakyatnya sendiri dengan perampas tanah rakyat khususnya tanah warga Kampung Pulo, dengan cara diam tanpa sikap.

GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) berpandangan bahwa Klas buruh adalah saksi nyata atas segala tindakan perampasan tanah di desa-desa, yang kemudian warga desa tersebut menjadi pengangguran dan menjadi buruh, semakin meningkatnya perampasan tanah di desa-desa mengakibatkan meningkatkan pengangguran/sumber daya manusia yang melimpah mengakibatkan upah buruh murah, karena pengusaha mempunyai banyak pilihan terhadap buruh yang butuh kerja dan pendapatan untuk biaya hidupnya dengan upah murah. Industry-industri yang ada di Indonesia tidak dibangun untuk kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan pengusaha, karena hasil produksi tersebut diperuntukan pasaran eksport, bukan untuk kebutuhan rakyat Indonesia. Bahwa pembangunan pabrik-pabrik dan perusahaan besar untuk pasaran eksport juga telah merampas tanah rakyat disekitarnya berpuluh-puluh hektar bahkan ratusan hektar, lihat saja kawasan-kawasan industry.

Kalau kemudian penggusuran atas tanah rakyat tetap dibiarkan maka akan habis tanah yang digarap rakyat dan akan dikuasai oleh Tuan Tanah dalam hal ini Negara, dengan kata lain sistem feodalisme akan semakin kuat di Indonesia dan merugikan, karena sistem feodalisme berarti kedaulatan rakyat berada di tangan satu orang atau sekelompok orang yang mengambil hak kemerdekaan individual masyarakat dalam suatu komunitas dan ini bertentangan dengan demokrasi, yang berarti kedaulatan berada di tangan rakyat.

Atas dasar tersebut Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyatakan sikap:
1. Bahwa penggusuran tanah yang terjadi di Kampung Pulo adalah perampasan tanah dan monopoli tanah yang dilakukan oleh Negara, dengan mengatasnamakan pembangunan melakukan penindasan seenaknya terhadap rakyat Indonesia. Negara harus bertanggungjawab atas penggusuran paksa yang dilakukan terhadap warga Kampung Pulo;
2 GSBI mengecam tindakan kebrutalan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, Satpol PP, Brimob serta TNI selaku perangkat keamanan rakyat Indonesia dalam melakukan penggusuran terhadap warga Kampung Pulo;
3 GSBI mendukung sepenuhnya perjuangan warga kampung pulo dalam memperjuangkan tanah dan hak-haknya sebagai warga Negara Indonesia serta ganti rugi, dan menyerukan kepada seluruh anggota serta rakyat Indonesia lainnya untuk turut serta menyuarakan perjuangan warga Kampung Pulo dan bersolidaritas dalam kampanye massa yang nantinya dilakukan oleh warga kampung pulo, untuk mendukung perjuangan ANTI PENGGUSURAN, karena hal ini juga menjadi bagian dari perjuangan dan persoalan klas buruh;
4 GSBI meminta kepada wartawan dan media untuk dapat memberikan informasi atau berita yang sesuai dengan fakta yang menjadi presoalan warga dan tidak menyudutkan warga kampung pulo;
5 GSBI menyatakan penting bagi warga kampung pulo dan juga korban penggusuran lainnya untuk juga membangun kerja sama dan memperkuat persatuan dengan organisasi massa yang berjuang untuk membela kepentingan rakyat Indonesia;
6 GSBI juga mengecam pemerintah Jokowi-JK yang justru mendukung tindakan biadab AHOK, dengan menggusur warga kampung pulo tanpa ganti rugi sepeserpun.

Hentikan penggusuran warga kampung pulo, berikan ganti rugi dan tempat tinggal layak sesuai dengan tuntutan warga serta hentikan berbagai penggusuran dan perampasan tanah di berbagai tempat di Jakarta dan kota-kota lainnya.


Jakarta, 22 Agustus 2015

Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP.GSBI)

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item