Terungkap !: Kenyataan Hidup Bekerja di Pabrik Pakaian Ivanka Trump di Subang, Jawa Barat

(Laporan investigasi media luar negeri – The Guardian – dari Subang, Jawa Barat) Oleh : Krithika Varagur, Selasa 13 Juni 2017 INFO GSBI....


(Laporan investigasi media luar negeri – The Guardian – dari Subang, Jawa Barat)
Oleh : Krithika Varagur, Selasa 13 Juni 2017

INFO GSBI. "Pekerja mengeluhkan pelecehan verbal, target yang terlalu tinggi, dan upah yang sangat rendah yang menyebabkan mereka harus tinggal jauh dari anak-anaknya.”

“Buruh di sebuah pabrik pembuat pakaian untuk label mode Ivanka Trump mengatakan bahwa mereka dianiaya secara verbal.”

Realitas bekerja di pabrik pembuat pakaian untuk label Ivanka Trump telah terungkap melalui suara para buruh yang berbicara tentang upah mereka yang sangat rendah sehingga tidak cukup untuk hidup Bersama dengan anak-anak mereka. Bukan hanya itu, intimidasi anti-serikat pekerja juga terus berlangsung. Bahkan, bagi buruh perempuan, mereka ditawari bonus jika tidak mengambil jatah cuti haidnya.

The Guardian telah berbicara dengan lebih dari selusin pekerja di pabrik label fashion di Subang, Indonesia, di mana para buruh mengatakan bahwa mereka diupah dengan upah minimum paling rendah di Asia dan dengan target produksi yang sangat tinggi (hampir mustahil dicapai). Sayangnya, kompensasi uang lembur yang seharusnya mereka terima pun juga dianggap tidak jelas.

Keluhan para pekerja ini muncul satu minggu setelah para aktivis buruh yang menyelidiki kemungkinan pelanggaran di sebuah pabrik di China yang membuat sepatu Ivanka Trump dinyatakan hilang secara misterius oleh kepolisian. Menurut seorang pengacara dan anggota keluarga yang pernah diinterogasi, pemerintah setempat nampaknya berusaha meredam gejolak ini dan berusaha membungkam para aktivis buruh.

Kelompok aktivis buruh mengklaim bahwa mereka telah menemukan sejumlah pelanggaran di pabrik tersebut, termasuk besaran gaji yang di bawah upah minimum yang berlaku di China, kekerasan verbal para manajer terhadap buruh pabrik, dan pelanggaran hak-hak buruh perempuan lainnya.
Di Indonesia, keluhan serupa memang sering muncul, namun memang upah yang dibayarkan kepada karyawan di Subang ini kenyataanya jauh lebih rendah.

Disini Kami mencoba melihat kehidupan di dalam pabrik melalui wawancara dengan para buruh. Semua informan buruh ini meminta agar data diri mereka disamarkan untuk menghindari PHK perusahaan.

“Kami tidak suka kebijakan Donald Trump!”

Alia adalah salah satu contoh pekerja yang telah keluar masuk menjadi buruh pabrik sejak Ia lulus SMA. Kini ia telah memiliki dua orang anak dan bekerja sebagai buruh pabrik garmen yang memproduksi beberapa merek, termasuk merek milik Ivanka Trump, di PT. Buma Apparel Industry di Subang, Jawa Barat.

Sepanjang pernikahannya dengan Ahmad, salah satu atau keduanya selalu bekerja keras. Namun, kata Alia, pasangan itu tidak pernah bisa berpikir untuk membersihkan hutang mereka dengan pekerjaan saat ini. Selama bertahun-tahun bekerja di PT Buma, mereka hanya mampu menyewa dua kamar di sebuah rumah kos berdebu seharga Rp. 390.000,- (atau sekitar 30 USD)  per bulan. Dinding kamar kos itu dihiasi dengan puluhan foto anak-anak mereka karena pasangan tersebut terpaksa tinggal berjauhan dengan buah hati mereka. Mereka bahkan tidak bisa bermimpi untuk bisa membeli sebuah rumah dengan penghasilan mereka sekarang.

Anak-anak tinggal (dititipkan) kepada nenek mereka. Dari rumah kos tersebut, mereka masih perlu berkendara motor berjam-jam lamanya untuk sekedar melihat orang tua dan anak-anak mereka.

Mereka mengunjungi orang tua dan anak-anaknya hanya sekali dalam sebulan pada saat akhir pecan. Itu pun jika mereka sudah merasa cukup mampu untuk membeli bensin dan ongkos pulang. Menurut Alia, keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan itu hanya akan terjadi jika dia bisa melihat anak-anaknya lebih dari sebulan sekali.

Alia menerima upah untuk pekerjaannya itu sesuai standar UMK di provinsinya, sekitar 2,3 juta rupiah atau $ 173 sebulan. Ini termasuk upah terendah di Indonesia secara keseluruhan, dan 40% lebih rendah daripada standar upah buruh pabrik di China, sumber tenaga kerja lain untuk merek Ivanka Trump.

PT Buma itu sendiri merupakan perusahaan garmen milik Korea yang memulai usahanya di Indonesia pada tahun 1999. Perusahaan ini adalah salah satu pemasok untuk G-III Apparel Group, produsen grosir untuk merek fashion ternama termasuk merek pakaian Trump.

Banyak pekerja di PT. Buma yang tahu siapa itu Ivanka Trump. Alia melihat labelnya bermunculan di pakaian sekitar setahun yang lalu. Ahmad, yang juga bekerja di industri garmen lokal, seperti istri dan sebagian besar pekerja di pabriknya di PT Buma, adalah seorang Muslim yang taat, mereka mengatakan: “Kami tidak menyukai kebijakan Donald Trump.” Dia pun mengikuti berita tentang kebijakan Trump dari TV, termasuk larangan sementara bagi sebagian negara mayoritas Muslim masuk ke Amerika tahun ini.

“Tapi kami tidak dalam posisi untuk membuat keputusan kerja berdasarkan prinsip kami,” katanya.

Ketika Alia kami tunjukkan tentang buku baru dari Ivanka Trump tentang wanita di tempat kerja, dia tertawa terbahak-bahak. Gagasannya tentang keseimbangan hidup dan bekerja, katanya, hanya akan terjadi jika dia bisa melihat anak-anaknya lebih dari sebulan sekali.

Menurut data Dinas Tenaga Kerja setempat, saat ini ada sekitar 2.759 buruh di PT. Buma. Total tenaga kerja yang menjadi anggota serikat buruh sekitar 200 orang yang terbagi dalam dua organisasi serikat pekerja.

Bagi sebagian besar pekerja non-serikat buruh di PT. Buma, pekerjaan mereka adalah kesulitan yang harus dihadapi. Tiga perempat di antaranya adalah perempuan, kebanyakan berstatus sebagai seorang ibu. Sebagaimana kehidupan Alia, mereka mencurahkan hampir semua pendapatan mereka kepada anak-anak yang tidak bisa tinggal Bersama mereka.

Sita, 23 tahun, adalah salah satu pekerja tersebut. Dia harus putus kuliah saat orang tuanya jatuh sakit, dan mulai bekerja di PT. Buma tahun lalu. Dia mengatakan kepada Guardian bahwa kontraknya akan segera diakhiri setelah tujuh bulan bekerja.

“Itu salah satu cara perusahaan untuk mengatasi biaya tambahan,” katanya.

Sebagai pekerja kontrak, dia tidak akan mendapatkan pesangon apapun.

“Saya tidak tahan lagi. Saya bekerja lembur tanpa bayar setiap hari dan masih berpenghasilan hanya 2,3 juta [rupiah] sebulan. Saya berencana akan pindah dari Subang karena upah minimumnya terlalu rendah. Tapi aku belum tahu ke mana harus pergi? Aku tidak punya koneksi.”

Walaupun demikian, dilihat dari sisi kesempatan kerja dan paket gaji, walaupun kecil tapi bagi sebagian buruh sudah dianggap memuaskan.

Eka, seorang ibu tunggal berusia 30-an dengan dua anak, yang telah menghabiskan tujuh tahun di Buma, mengatakan kepada Guardian: “Saya masih menyukai pekerjaan saya. Ini tidak terlalu sulit. “
Begitu pun menurut Yuma, seorang wanita muda yang belum menikal, berkata, “Saya senang saya bekerja di Buma sekarang, karena orang tua saya adalah petani yang merupakan pekerjaan yang melelahkan. Di sini, setidaknya ada AC”

Para pekerja diajak bicara untuk melukiskan bagaimana kondisi para buruh pembuat pakaian Ivanka Trump di Indonesia. Mereka mengaku tidak dilecehkan dengan kejam, namun berada dalam situasi yang jauh dari gagasan “wanita yang bekerja” Ivanka Trump, sehingga mustahil bagi mereka untuk membayangkan situasi di mana orang akan mengenakan gaun yang mereka jahit. Ivanka Trump mengundurkan diri dari menjalankan mereknya pada bulan Januari, meskipun semua produk masih mengandung namanya di label.

Perempuan yang menjadi pegawai tetap di pabrik Buma mendapatkan konsesi tertentu: cuti hamil yang dibayarkan tiga bulan (biasanya dibagi antara enam minggu kehamilan dan enam minggu setelah kelahiran), asuransi kesehatan dan bonus bulanan sebesar Rp. 136.500 (10,50 USD) jika mereka tidak melakukan mengambil cuti untuk haid.

Kejadian dan laporan seperti dari PT. Buma ini tampaknya sangat khas di pabrik lain di Jawa Barat, kata Andriko Otang dari Serikat Buruh Indonesia. “Dengan menggunakan target produksi yang tidak realistis untuk membenarkan lembur yang tidak dibayar adalah modus yang sangat umum.”

Dari sebuah foto berisi waktu jam kerja buruh, seorang buruh menunjukkan kepada Guardian perihal target produksi yang dibagi untuk setiap setengah jam antara jam 7 pagi sampai jam 4 sore, adalah antara 58 dan 92 pakaian per periode, sementara jumlah aktual yang dihasilkan dicatat sebagai 27 sampai 40.

“Manajemen semakin pintar: mereka menghapus kartu identitas kami jam 4 sore sehingga Anda tidak dapat membuktikan apapun,” kata Wildan, seorang pekerja laki-laki berusia 25 tahun.

Tujuh pekerja lainnya juga mengatakan bahwa mereka mengalami pelecehan verbal, dipanggil dengan sebutan kasar seperti: binatang, orang bodoh dan monyet.

Otang mengatakan ini juga cukup umum.

Di luar ini, PT. Buma juga memiliki pola PHK buurh sebelum bulan Ramadhan dan mempekerjakan mereka kembali sebulan kemudian. Menurut buruh, hal ini dilakukan perusahaan untuk menghindari pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Hukum Indonesia menentukan semua pekerja diberi THR sesuai dengan agamanya, yang menghasilkan setidaknya satu bulan gaji atau lebih tergantung pada senioritasnya. menurut Toto Sunarto, pemimpin serikat pekerja SPSI di Subang, pada bulan Mei 2017, ada sekitar 290 orang yang dipecat sebelum bulan Ramadhan.

“Uang itu berhenti bersama Ivanka”

Menurut laporan ILO. Indonesia memiliki kesenjangan terbesar di antara negara-negara Asia antara upah tinggi dan rendah untuk buruh garmen tidak terampil. Tidak satu pun buruh yang berbicara dengan Guardian pernah menerima kenaikan berdasarkan kinerja. Kenaikan itu hanya Karena mandate UMK.  Sekalipun mereka telah bekerja di pabrik secara terus menerus selama tujuh tahun.

“Anda harus menilai upah minimum dalam konteks negara itu sendiri dan, dalam konteks itu, ini bukan upah untuk hidup (living wage)” kata David Welsh, direktur Indonesia dan Malaysia di Solidarity Center. “Mengingat disparitas upah di seluruh Indonesia, kita melihat tren dimana pabrik-pabrik bermigrasi ke wilayah yang menerapkan kebijakan upah terendah … yang pada dasarnya didikte dengan sengaja oleh merek-merek barat.”

Tak satu pun dari pekerja yang tidak memiliki serikat pekerja yang berbicara dengan Guardian menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan serikat buruh, dengan alasan kekhawatiran dipecat dan merasa bahwa pekerjaan mereka tidak seburuk itu. Sita, misalnya, mengatakan bahwa dia “secara sukarela” bekerja lembur hampir setiap hari karena mereka tidak pernah memenuhi target mereka.

“Tidak mengherankan bagi saya bahwa di pabrik seperti ini, Anda memiliki peringkat dan daftar pekerja yang tidak jelas mengenai hak mereka, termasuk apa yang sudah dikatakan undang-undang dalam hal upah dan hak,” kata Jim Keady, seorang aktivis hak buruh Amerika Yang telah banyak bekerja di Indonesia.

“Tapi dengan upah kemiskinan ini – dan saya akan menyebutnya begitu – hanya karena ada sesuatu yang legal, tidak berarti itu adalah sesuatu yang bermoral.”

“Uang itu berhenti bersamanya (Ivanka),” kata Keady “Ada namanya di gaun itu. Tanpa namanya, tidak akan ada merek”

Carry Somers, pendiri Revolution Fashion nirlaba mengatakan: “Ivanka Trump mengklaim sebagai tujuan akhir bagi Women Who Work, tapi ini jelas tidak berlaku bagi buruh di pabrik-pabrik di seluruh dunia.”

Pada bulan Maret, Indonesia dipanggil oleh Presiden Donald Trump karena memiliki neraca perdagangan yang kurang menguntungkan bagi AS. Presiden Trump mengangkat masalah surplus $ 13 milyar di Indonesia tahun lalu dan berjanji untuk menghukum para importir yang curang.

Kentungan merek Ivanka telah berfluktuasi liar dalam satu tahun terakhir. Menurut data G-III, selama kampanye ayahnya, penjualan bersih untuk mereknya meningkat hampir $ 18 juta di tahun yang berakhir pada 31 Januari 2017. Namun dalam beberapa bulan terakhir, beberapa department store telah menarik brandnya dan G-III dengan hati-hati menghubungkan beberapa barang Ivanka Trump dengan merek yang berbeda, Adrienne Vitadini.

Hepi Abdulmanaf, seorang pejabat kementerian tenaga kerja RI, merasa tersanjung oleh koneksi Trump. “Ini bukti bahwa barang Indonesia cukup bagus untuk dunia. Semoga ini – pakaian berkualitas – menjadi sesuatu yang dikenal dari Indonesia. “

Sementara itu, kata “minus” adalah suara umum di antara pekerja PT. Buma. “Kami tidak pernah bisa berpikir untuk meninggalkan hutang,” kata Alia. Biaya susu formula bayi, buku sekolah, atau kunjungan keluarga dapat membuat para pekerja ini bekerja lembur pada bulan tertentu.

Fadli, seorang pemuda yang bekerja di bagian gudang pabrik, melihat semua label harga dari merek-merek yang siap dikirim ke Amerika Serikat, ia berkata: “Tentu saya bangga membuat pakaian untuk merek terkenal,” katanya.

“Tapi karena saya melihat label harga, saya harus bertanya-tanya, tidak bisakah mereka membayar kami sedikit lebih banyak?”

The Guardian menghubungi PT Buma untuk mengomentari klaim yang dibuat dalam artikel ini. Seorang juru bicara mengatakan tidak satu pun dari dia atau orang lain di PT. Buma Jakarta, atau orang lain di Subang, yang ingin berkomentar.

G-III Apparel, yang menjadi pemasok eksklusif merek Ivanka Trump pada tahun 2012, mengatakan kepada Guardian dalam sebuah pernyataan: “G-III Apparel Group, Ltd. berkomitmen terhadap kepatuhan hukum dan praktik bisnis yang etis di semua operasi kami di seluruh dunia; Kami mengharapkan dan membutuhkan mitra bisnis kami yang sama di seluruh dunia. Kami mengaudit dan memeriksa fasilitas produksi vendor kami dan ketika timbul masalah, kami bekerja sama dengan mitra kami untuk segera memperbaikinya.”

The Guardian juga mendekati Gedung Putih untuk berkomentar. Namun, Tidak ada komentar sampai artikel ini dipublikasi. Demikian pula Humas perusahaan Ivanka Trump menolak memberikan komentar apapun.

(Artikel diatas diterjemahkan dari media Inggris, The Guardian)


Sumber berita :http://www.subangbaru.com/terungkap-kenyataan-hidup-bekerja-di-pabrik-pakaian-ivanka-trump-di-subang-jawa-barat/

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item