Pernyataan Sikap GSBI dalam Peringatan Hari Buruh Internasional " May Day" 2025
Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Nomor: PS.000 39/ DPP. GSBI/JKT/V/2025 Dalam Peringatan Hari Buruh Internasional...

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai serikat buruh nasional, pusat perjuangan buruh dan serikat buruh di Indonesia, dengan semangat mengambil warisan utama May Day berdiri bersama semua klas pekerja Indonesia dan seluruh dunia dalam memperingati Hari Buruh Internasional: bangkit bersatu, menghadapi, melawan dan melumpuhkan sistem kapitalisme dan imperialisme untuk selamanya! Melawan dikte neo-liberalisme, menjaga demokrasi, menuntut cabut omnibuslaw cipta kerja, serta segera wujudkan Undang – Undang Ketenagakerjaan Baru untuk buruh bermartabat.
Peringatan Hari Buruh Internasional “May Day” tahun 2025 berlangsung di tengah rakyat dunia tengah menyaksikan dan diperhadapkan pada malapetaka besar; Krisis ekonomi saat ini menghantam semua keluarga pekerja dengan keras!, kekacauan dan kerusakan lingkungan (krisis iklim), sistem perdagangan dunia -perang dagang-, berkobarnya perang proxy dan non proxy yang mendekatkan pada perang nuklir antar imperialism. Biang kerok utama semua ini adalah AS Imperialis nomor satu dunia, yang diperankan saat ini oleh presiden Donald John Trump, sebagai wajah asli imperialis AS yang paling sovinis, paling reaksioner dan paling barbar.
Di bawah presiden Trump, proteksionisme menjadi platform utama kebijakan neo-liberal imperialis AS sebagaimana yang disusun dalam politik “America First: Make America Great Again”. Artinya, Amerika Srikat akan mengutamakan kepentingan kapitalis monopoli AS sepenuhnya, mengembalikan kejayaan industri manufaktur AS ditanahnya sendiri, menindas kekuatan kapitalis monopoli pesaingnya, serta menghancurkan kemampuan negara dunia ketiga untuk membangun industri nasionalnya sendiri agar tidak sanggup berdikari, sehingga tetap terbelakang dan bergantung.
Perwujudan dari keganasan dan kerakusan imperialis AS dijalankan dengan melancarkan perang proxy dan non-proxy, serta “perang dagang” dengan menerapkan tarif biaya masuk barang komoditas yang tinggi terhadap seluruh negeri di dunia yang melakukan ekspor barang ke Amerika Serikat.
Politik perang proxy
dan non-proxy seperti yang berkobar di Ukraina, Palestina, hingga Yaman
dilakukan untuk menindas musuh-musuh strategis Amerika Serikat, penjualan dan
pengujian peralatan perang, perampokan sumber daya alam vital, serta perluasan
kontrol atas teritori dunia. Sedangkan “perang dagang” ala Trump yang di sebut Liberation
Day, adalah untuk membebaskan perekonomian Amerika Serikat dari berbagai
ketergantungan terhadap barang manufaktur, teknologi dan perdagangan khususnya
kepada Tiongkok. Karena diberlakukan untuk semua negeri eksportir barang ke
Amerika Serikat, hampir semua negeri terkena dampak politik proteksionisme Trump,
termasuk Indonesia.
Negeri-negeri bekas
koloni, setengah koloni dan bergantung di berbagai belahan dunia, kini semakin
sengsara dalam ketidakpastian global. Situasi buruk yang semakin memperdalam
krisis permanen di dalam negeri. Negeri imperialis utama seperti Amerika Serikat,
tidak hanya menindas dan memonopoli perdagangan dunia – yang pada umumnya
adalah investasi Barat itu sendiri di negeri dunia ketiga yang getol membangun
industri orientasi ekspor. Sasaran strategis imperialis AS sebenarnya adalah
menghancurkan kemampuan negeri pesaing utama maupun kemampuan negeri dunia
ketiga agar tidak memiliki syarat membangun industri nasionalnya, tidak
melahirkan pesaing bagi industri dan kerakusan monopoli yang dijalankannya.
Wajah dunia saat ini sangat terang berderang, meneguhkan kembali politik neo-koloni dari imperialis utama Amerika Serikat. Sebagaimana pada jaman kolonial dahulu politik merkantilis monopoli dagang serupa dijalankan oleh Inggris dan Belanda. Lahirnya revolusi industri nasional pertama di Inggris adalah kelahiran paksa yang dibidani oleh penindasan dan penghancuran terhadap industri tekstil di India (negeri jajahan inggris), selain perampasan primitif atas sumberdaya alam dan eksploitasi manusia di negeri-negeri koloni, sama persis bagaimana kolonial Belanda di era VOC maupun politik tanam paksa yang memonopoli perdagangan gula, cengkeh, nila (indigo), dll; dan hasil perampokan selama politik tanam paksa menjadi modal utama pembangunan industri kapitalis Belanda.
Apa yang
membedakan persaingan dagang di era imperialisme tua sekarang adalah Amerika
Serikat melawan Tiongkok, Rakyat Tiongkok dalam periode
transisi sosialis di bawah pimpinan Mao Zedong telah menghancurkan sisa-sisa
feodalisme dan berhasil membangun industri nasional yang menyediakan
syarat-syarat objektif untuk tinggal landas masuk ke tahap pengkonsolidasian
sosialisme. Tapi setelah Mao meninggal, kudeta klik revisionis
anti-sosialis Deng Xiao-ping pada tahun 1976 telah mengalahkan garis
revolusioner meneruskan revolusi di bawah kondisi kediktaturan proletar.
Reform kapitalis dan kebijakan membuka pintu lebar-lebar Deng
Xiao-ping telah mengintegrasi Tiongkok ke dalam sistem kapitalis global. Dengan
begitu, di satu pihak Tiongkok telah menyelamatkan untuk sementara sistem
kapitalisme global dari krisis kelebihan produksinya dengan membuka pasar
domestiknya, menyediakan ruang untuk penanaman modal kaum kapitalis monopoli
dan tenaga kerja murah guna diperas habis-habisan di sweatshops yang berserakan
di daerah ekonomi khusus. Di pihak lain, kaum kapitalis monopoli Amerika dan
negara-negara imperialis lainnya telah membantu perkembangan kapitalisme
Tiongkok dengan aliran modal, konsesi perdagangan dan teknologinya.
Kontrol ketat dari Negara yang dipertahankan Tiongkok
terhadap korporasi-korporasi, penjiplakan teknologi asing dan
mengembangkannya untuk mencapai tujuan ekonomi strategisnya telah
memungkinkannya untuk menjadi kekuatan ekonomi dan politik baru yang menantang
hegemoni tunggal AS.
Dalam situasi inilah, imperialis AS semakin melemah dan terancam dominasi tunggalnya, atas nama kepentingan sovinis nasionalnya secara terang-terangan melakukan serangan politik ekonomi untuk menindas dan mengisolasi perkembangan ekonomi Tiongkok secara global maupun negeri-negeri dunia ketiga. Dikte, intimidasi dan pemerasan yang dilakukan oleh imperialis nomor satu dunia ini menjadi pemantik bagi api perlawanan rakyat dan bangsa seluruh dunia yang mendambakan kedaulatan maupun pembebasan nasional. Sebuah tugas sejarah besar dan mulia yang mustahil dibebankan di atas pundak klas-klas reaksi yang berkuasa. Karena tugas sejarah yang maha mulia hanya sanggup diemban oleh gerakan rakyat yang mandiri dan sudah terbukti berjuang mati-matian dalam garis anti-imperialis dan anti feodal.
Dikte imperialis AS di bawah Trump, dalam kebijakan “perang dagang”, Indonesia terkena kebijakan tarif dasar sebesar 10 persen dan tarif resiprokal sebesar 32 persen langsung tunduk tanpa balasan. Trump menyebutnya “Negara-negara mulai menjilat saya”. Dalam masa jeda untuk membuka negosiasi selama 90 hari yang diberikan oleh pemerintah AS, Pemerintah Indonesia bersikap tidak membalas dan siap melakukan perundingan negosiasi tarif resiprokal. Dan sudah dipastikan, tekanan imperialis AS terhadap Indonesia merupakan pukulan berat dan merugikan kepentingan industri nasional.
Sektor paling terdampak adalah industri garmen, tekstil, alas kaki dan furniture yang menyumbang 50-60% ekspor ke AS, selain elektronik, minyak kelapa sawit, karet dan perikanan. Fatalnya adalah industri manufaktur seperti garment, tekstil dan alas kaki di Indonesia menampung jumlah tenaga kerja terbesar yang tengah mengalami kehancuran, belum pulih karena Covid19, dan sekarang ditimpa kemalangan susulan kebijakan tarif Trump terbaru. Belumlah beres nasib ribuan buruh PT Sritex yang ter-PHK karena pailit, kini gelombang PHK kembali mengancam klas buruh Indonesia di sektor ini yang berjumlah hampir 4 juta buruh.
Klas buruh yang bekerja
di kawasan industri pengolahan nikel seperti di PT IMIP Morowali, Sulawesi
Tengah, sebagai kawasan industri pusat hilirisasi nikel terbesar di Indonesia
yang sangat dibanggakan selama rezim Jokowi berkuasa, tidak kalah buruk dan
menyerupai kerja di abad tengah yang amburadul dan terbelakang. Berulang kali
mengalami kecelakaan kerja yang menyebabkan ratusan buruh menjadi korban,
termasuk puluhan jiwa meninggal dunia. Sepanjang tahun 2023 hingga 2025, buruh
di Kawasan PT IMIP Morowali berulang kali melakukan perjuangan massa bahkan
pecah kerusuhan karena buruknya kondisi kerja dan keselamatan kerja, meledaknya
tungku smelter, kebakaran kolam limbah, longsor tailing di kawasan eksploitasi
nikel yang menimbun pekerja hingga tewas, buruknya moda transportasi dan jalan yang
jauh dari layak, telah mengorbankan para buruh. Situasi kerja yang sungguh
mirip perbudakan modern, kontras dengan propaganda rezim yang hanya berbicara
nilai tambah dan keuntungan semata.
Sementara kaum buruh yang bekerja di perkebunan kelapa sawit, telah lama berada dalam sistem ketenagakerjaan primitif tanpa ada jaminan pendapatan minimum, K3 yang buruk bahkan tidak sedikit perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak mempunyai sistem K3 dan membiarkan buruhnya terpapar bahan kimia dan racun berbahaya, kondisi kerja yang buruk ini adalah nyata tanpa ada perbaikan selama puluhan tahun.
Rencana dibukanya kembali penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke negara-negara yang sebelumnya ditutup (tidak dibolehkan) seperti Arab Saudi, dan dijalankannya revisi UU PPMI Nomor 8 taun 2017 secara sepihak oleh DPR RI saat ini, akibat dari ketidak-mampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan didalam negeri sesuai dengan jumlah angkatan kerja. Maka jurus ampuh-nya menambah jumlah dan perluasan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia keluar negeri dengan menjanjikan perlindungan dan penguatan hak, padahal tujuan utamanya hanya mengejar pundi-pundi devisa dari buruh migran.
Kaum tani di perdesaan tidak kalah sengsara. Mengalami perampasan tanah dan sumber daya alam. Perluasan perkebunan dan pertambangan skala besar, program cetak sawah, food estate, dan infrastruktur, meratakan nasib kaum tani dan masyarakat adat. Hampir tak ada sisa hak-hak kepemilikan tanah dan ruang hidup, termasuk hutan, gunung, lautan bagi kaum tani, suku bangsa minoritas di pedalaman, nelayan di pesisir pantai.
Tanpa ada rencana dan pelaksanaan pembangunan industri nasional diatas landreform sejati, dilikwidasinya dikte neoliberal, dihancurkannya feodalisme, di jaga dan dikembangkannya demokrasi, diberantasnya korupsi dan pungli serta dimiskinkan, nasib kaum buruh dan rakyat Indonesia akan tetap gelap.
Klas buruh Indonesia tidak mungkin hanya pasif berpangku tangan menunggu badai perang dagang berlalu dengan sendirinya serta meletusnya perang imperialisme yang semakin dekat. Kemiskinan dan kesengsaraan rakyat pekerja adalah fondasi kekayaan elit global. Dari darah, keringat dan air mata klas pekerja muncul miliarder dan portofolio triliunan dolar perusahaan mereka, memanfaatkan dolar di kantong mereka untuk menghasilkan lebih banyak keuntungan, yang merugikan setiap keluarga pekerja. Maka inilah saat yang paling tepat dan krusial bagi klas buruh Indonesia menteladani dan mengambil himah dari hari buruh internasional -may day- selain mendidik dan memberdayakan serta mempersenjatai diri dengan ilmu yang telah dibuktikan ampuh untuk membimbing perjuangan panjang memenangkan hari depan yang cerah bagi generasi anak cucu, sembari melancarkan perjuangan nasional anti-imperialis dan anti perang dalam apapun bentuknya, bersatu dengan kaum tani, semiproletar, borjuasi kecil, borjuasi nasional dan seluruh rakyat tertindas dan terhisap menuntut rezim Prabowo-Gibran untuk menjalankan pembangunan industrialisasi nasional diatas landreform sejati sebagai jalan pasti dan terang bagi rakyat Indonesia. Demi terwujdukannya kedaulatan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam peringatan Hari Buruh Internasional 2025, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menegaskan beberapa tuntutan dan sikapnya:
1. Sebagai bangsa berdaulat, GSBI mendesak dan menuntut Pemerintahan Prabowo harus segera menghentikan seluruh ikatan perjanjian ekonomi dengan imperialis Amerika Serikat dan negeri-negeri kapitalis monopoli lainnya, perjanjian yang timpang, tidak adil dan khianat yang telah terbukti sekian lama menyengsarakan rakyat Indonesia. Kami tidak sudi lagi diatasnamakan hanya untuk melanjutkan kebijakan dikte neo-liberal, melestarikan ketergantungkan kapital, teknologi dan barang jadi mereka, dikte sistem keuangan, perdagangan barang dan jasa yang menguntungkan imperialis dan memberikan beban berlipat ganda di pundak klas pekerja Indonesia dengan upah rendah dan tidak adanya perlindungan memadai.
2. Jaga, Pertahankan dan Perkuat Demokrasi, Hentikan segala bentuk tindasan fasisme terselubung maupun terbuka, pemberangusan kebebasan berkumpul, berserikat dan berbicara, kriminalisasi, teror, penangkapan, penyiksaan, intimidasi, pecah belah, yang dilakukan aparatus kepolisian, militer dan paramiliter. Hentikan memberikan peranan, tugas, tanggung jawab dan fungsi pada militer (TNI) diluar urusan Pertahanan, Hentikan Dwi Fungsi TNI dan Polri, batalkan RUU Polri yang terbukti menujua arah merusak kebebasan sipil dan demokrasi. Jadikan Militer (TNI) sebagai alat pertahanan yang profesional sebagaimana mestinya.
3. Menolak dan Hentikan seluruh perang Imperialism dengan segala bentuknya, maupun operasi militer berkedok melawan “terorisme global” yang dikobarkan oleh imperialis AS dan para sekutunya di tanah Palestina, Ukraina, Yaman dan berbagai negeri! Karena Perang hanya menempatkan kebiadaban kemanusiaan, kematian, kerusakan, memerosotkan kehidupan rakyat termasuk menempatkan lebih banyak perempuan dan anak-anak di garis bidik kekerasan militer, pemerkosaan, pemindahan (migrasi) paksa, dan kekerasan yang dilembagakan. Mendesak pemerintahan Prabowo untuk aktif membela rakyat dan bangsa Palestina serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Menuntut dijalankannya Industrialisasi nasional dan reforma agraria sejati, bukan hilirisasi energi atau produksi barang setengah jadi yang dialirkan untuk kepentingan industri kapitalis asing. Karena klas buruh Indonesia berhak atas jaminan kepastian kerja, upah yang lebih baik, jam kerja yang pendek, keselamatan kerja dan jaminan sosial memadai, beban kerja yang semakin ringan, serta mesin-peralatan kerja yang maju (modern) bukan mesin dan peralatan terbelakang yang bikin celaka (kecelakaan kerja). Kebijakan tarif Trump harus menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki ekosistem tata kelola industri, memperkuat pondasi ekonomi melalui pembangunan ekonomi berdikari dan penguatan pasar dalam negeri. Diversifikasi (keberagaman) pasar eksport, re-negosiasi utang, penertiban import, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta pungli perlu diiringi dengan reforma agraria sejati dan kebijakan yang berpihak pada rakyat, termasuk peningkatan upah buruh. Dengan ekosistem industri yang sehat dan berorientasi nasional, Indonesia bisa lebih tahan terhadap goncangn global. Dan akan bisa berdiri diatas kaki sendiri (berdikari).
5. Menuntut segera di Cabut Omnibus Law UU Cipta
Kerja Nomor 6 Tahun 2023 dan seluruh aturan turunanya. Dan segera bentuk UU Ketenagakerjaan Baru yang
menghadirkan Negara untuk hubungan kerja bermartabat yang selaras dan sejalan
dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
6. Naikkan Upah Buruh dan Turunkan segera harga-harga kebutuhan pokok
rakyat, serta segera tetapkan dan berlakukan Sistem Upah Minimum Nasional (UMN)
dengan perhitungan dasar PDB per Kapita tahun berlaku. Upah Minimum Nasional (UMN) yang dimaksudkan GSBI adalah sistem
pengupahan dasar (terendah) - jaring pengaman - yang dibayarkan kepada
buruh yang tidak dikecualikan dan tidak boleh dinegosiasikan, berlaku secara
nasional untuk buruh dengan masa kerja nol sampai dengan satu tahun, yang
ditetapkan langsung oleh pemerintah pusat (nasional) dengan tetap melibatkan partisipasi
serikat buruh, asosiasi pengusaha melalui dewan pengupahan nasional. Meskipun berlaku upah minimum nasional (UMN), masing-masing daerah
provinsi, kota dan kabupaten dapat menetapkan dan memberlakukan upah minimum
provinsi, kota atau kabupaten sendiri yang melewati persyaratan upah minimum
nasional (UMN). Artinya besaran upah minimum provinsi, kota dan kabupaten tidak
boleh lebih rendah dari upah minimum nasional (UMN) yang ditetapkan dan
diberlakukan pemerintah pusat (nasional).
Bahwa semua aturan pengupahan yang ada saat ini tidak
akan membuat upah buruh naik secara signifikan, tidak akan bisa menjawab
masalah disparitas upah dan diskriminasi upah, buruh upahnya tetap akan
mengalami defisit dari tahun ketahun. Karena aturan yang ada hanya
mengotak-atik rumus (formula) yang hakekatnya melanggengkan politik upah murah
(rendah) dan perampasan upah serta menjalankan pengupahan sistem kapitalisme monopoli. GSBI yakin, bahwa dengan
ditetapkannya Upah Minimum Nasional (UMN) maka ketimpangan (disparitas) upah
dan diskriminasi upah yang terjadi dan berjalan puluhan tahun hingga saat ini
akan teratasi (bisa di jawab). Sekaligus bahwa penerapan konsep UMN ini adalah
bentuk nyata implementasi dari Konstitusi UUD 1945 dan Pancasila, bentuk nyata
negara hadir dan memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Penerapan UMN juga
dapat dipastikan akan mendorong tingkat produktivitas, pertumbuhan ekonomi yang
inklusif di setiap daerah dan nasional. Karena sesungguhnya tenaga
kerja (buruh) adalah subjek sekaligus objek dari pembangunan. Kegiatan
pembangunan pada akhirnya adalah untuk manusia dan manusia yang bekerja akan
kembali menghadirkan pembangunan yang lebih baik lagi.
7. Hentikan PHK, Hapus sistem kerja Kontrak, Outsourcing dan Pemagangan.
Ciptakan lapangan kerja seluas-luasnya didalam negeri untuk seluruh rakyat khususnya bagi pemuda, mahasiswa, dan kaum perempuan.
8. Wujudkan Sistem Jaminan Sosial Sejati (JS3H), serta segera Revisi UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
9. Hentikan penggunaan dana buruh di BPJS Ketenagakerjaan untuk Investasi yang merampas tanah rakyat dan merusak lingkungan. Alihkan dana tersebut untuk investasi yang melahirkan Industri Nasional berbasis pada pertanian dan perkebunan rakyat yang ramah lingkungan dengan penggunaan energi terbarukan yang bebas dari intervensi asing!. Tidak ada transisi energi yang adil tanpa menjaga dan melestarikan lingkungan serta yang menjamin hak-hak buruh dan memajukan kesejahteraan buruh beserta keluarganya.
10. Hentikan seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) perampas tanah rakyat. Hentikan Perluasan Perkebunan Skala Besar dan Pertambangan yang merusak hutan, merampas tanah rakyat, pencipta krisis pangan, pencipta krisis iklim merusak bumi, dan pencipta migrasi paksa.
11. Hapuskan biaya penempatan berlebih (overcharging) dan bebaskan Buruh Migran dari jeratan hutang/biaya penempatan. Dan berikan perlindungan sejati bagi BMI dan Keluarganya.
12. Negara harus mengakui status kerja pengemudi (driver) transportasi berbasis aplikasi (online) dalam bentuk hubungan ketenagakerjaan. Segera terbitkan payung hukum perlindungan bagi pengemudi (driver) transportasi berbasis aplikasi (online).
13. Tangkap dan Adili seluruh Koruptor tanpa tebang pilih, dan segera sahkan UU Perampasan Aset untuk memiskinkan para Koruptor.
14. Hentikan Kenaikan Pajak dan Berbagai Pungutan yang memberatkan buruh dan kaum tani, GSBI menuntut dibebaskan dari pajak bagi buruh dan kaum tani.
15. Negara harus bertanggung jawab untuk segera mengakhiri segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan serta memberikan perlindungan terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan. Ratifikasi Konvensi ILO 190. Sahkan segera RUU PPRT, dan Hentikan segala bentuk perdagangan manusia. Tetapkan Cuti Hamil selama 6 (enam) bulan sebagai hak buruh perempuan dan juga suaminya.
16. Berikan perlindungan sejati bagi buruh perkebunan sawit, dan segera buat dan sahkan undang-undang perlindungan buruh perkebunan sawit.
17. Menuntut dijalankannya landreform sejati, bukan landreform palsu. Menuntut kedaulatan pangan, bukan ketahanan pangan. Karena kaum tani Indonesia berhak atas tanah yang cukup, sistem pertanian modern hasil industri nasional dan digunakan kaum tani yang merdeka, bukan di tangan tuan tanah besar yang menghisap kaum tani. Tanah harus di tangan kaum tani yang membutuhkan untuk keperluan pertanian dan kedaulatan pangan, bukan oleh korporasi besar atau TNI-Polri! Kaum tani Indonesia hanya akan sejahtera bersama landreform sejati sebagai jalan terbaik bagi kedaulatan pangan nasional.
Kapitalis dan pemerintah berkoordinasi dan terorganisir dengan baik untuk mengeksploitasi kaum buruh dan menjarah setiap ons sumber daya yang dimilikinya. Para pengeksploitasi menaikkan taruhan perjuangan dan berusaha pada setiap kesempatan untuk menghancurkan rakyat pekerja.
Untuk itu klas buruh harus meningkatkan kewaspadaan dan perjuangan, menyebarkan api perlawanan ke setiap pabrik dan sudut dunia. Klas buruh harus terorganisir, terkoordinasi dan bersama-sama dalam front persatuan perjuangan untuk menentang eksploitasi dan penindasan kapitalis di setiap sudut dan persimpangan. Front pekerja yang sama, dengan organisasi buruh yang paling tegas dan militan di garis depan, membangun serikat buruh di mana buruh dapat ditemukan, dan melakukan berbagai bentuk perjuangan terkoordinasi melawan dikte neoliberal kapitalis adalah tugas mendesak. Persatuan bersama dari semua pekerja, berdiri bahu-membahu, terkoordinasi dan berjuang melawan para bos dan pembela mereka di pemerintahan, memajukan perjuangan kita di setiap sudut dan persimpangan, termasuk untuk menetang dan melawan segala perang yang dikobarkan Imperialisme. []
Selamat Hari Buruh Internasional !
Jayalah Perjuangan Klas Buruh !
Demikian pernyataan sikap ini disampaikan.
Jakarta, 01 Mei 2025
Hormat Kami,
DEWAN PIMPINAN PUSAT
GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (DPP. GSBI)