Pernyataan Sikap GSBI: Dukungan Perjuangan untuk Buruh di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA)

Pernyataan Sikap  Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Nomor: PS.00041/DPP.GSBI/JKT/VII/2025   Tentang: Dukungan Perjuangan Untuk Buruh d...


Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)
Nomor: PS.00041/DPP.GSBI/JKT/VII/2025
 
Tentang:
Dukungan Perjuangan Untuk Buruh di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) yang Dipimpin Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE-KIBA) Dalam Melawan Praktek Ketenagakerjaan “Primitif” PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia Yang Merampas Hak-hak Buruh. Serta Desakan dan Tuntutan Agar Pengusaha Huadi Group Segera Melaksanakan dan Memenuhi Tuntutan Hak Buruh.
 
 
Salam Demokrasi Nasional!
Pada tanggal 14, 15 dan 16 Juli 2025 ini para buruh yang tergabung dalam SBIPE-Kawasan Industri Bantaeng -Sulawesi Selatan akan kembali akan melakukan aksi unjuk rasa lanjutan dari perjuangan sebelumnya yang telah ditempuh dalam menuntut perusahaan PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia dan tiga anak perusahaannya yaitu; PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Huadi Yatai Nickel Industry, dan PT Huadi Yatai Nickel Industry II untuk segera membayar kekurangan Upah lembur sejak tahun 2018, membayar Upah sesuai ketentuan UMP Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2025, menghentikan PHK dan Merumahkan Buruh, serta hak-hak buruh lainnya.
 
PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia dan tiga anak perusahaannya (Huadi Group) kesemuanya beroperasi di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) sejak tahun 2018, dengan mempekerjakan sebanyak ± 1.900 orang buruh. Saat ini ada ± 3.000 orang buruh yang bekerja di KIBA. PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia perusahaan smelter nickel asal China menjadi pemain utama di KIBA, dengan kapasitas produksi feronickel per tahun sebesar ±350.000 ton.
 
Berdasarkan Harga Mineral Logam Acuan (HMA) yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 101.K/MB.01/MEM.B/2025 untuk HMA Nikel bulan April 2025 sebesar US$16.126,33 per Dry Metrik Ton (dmt) atau setara dengan Rp. 258.021.280,- per dmt. Sementara menurut Irwandi Arif Stafsus Menteri ESDM biaya produksi feronikel di Indonesia dengan teknologi RKEF berada pada kisaran US$8.052 per Ton atau setara dengan Rp. 128.832.000 (biaya sudah termasuk pembelian bijih, biaya peleburan, pengiriman, hingga tenagakerja). Jika benar demikian. Maka, setiap perusahaan smelter nikel di Indonesia yang menggunakan teknologi RKEF di bulan April 2025 dapat dipastikan memiliki potensi keuntungan bersih per ton feronikel sebesar Rp. 129.189.280,- dan jika di bulan April 2025 perusahaan tersebut menjual sebanyak 23.000 ton feronikel, perusahaan berpotensi memiliki keuntungan bersih sebanyak Rp. 2.948.353.440.000 (dua triliun sembilan ratus empat puluh delapan miliar tiga ratus lima puluh tiga juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) dalam satu bulan. PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia beserta anak cabangnya merupakan perusahaan smelter yang menggunakan teknologi RKEF.
 
Untuk diketahui, Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) adalah sebuah proyek berlumur darah dan sarat pelanggaran. KIBA merupakan salah satu proyek ambisius negara dalam upaya mendorong industrialisasi nasional, khususnya industri feronikel. yang dibangun dan ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan kembali ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh presiden Prabowo di tahun 2025 melalui Peraturan Presiden No 12 Tahun 2025 pada 10 Februari 2025.Tak tanggung-tanggung, proyeknya direncanakan seluas 3.252 ha, terbagi atas lahan daratan di enam desa dengan luas 3.151 ha, dan 101 ha wilayah perairan yang akan direklamasi. Ditilik dari daya rusaknya, pembangunan perdana di KIBA oleh PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia (Huadi Group) telah menghancurkan ruang hidup di darat, laut hingga meracuni udara di Pa’jukukang, bahkan merusak tatanan sosial-ekonomi masyarakat.
 
Besarnya potensi keuntungan yang diraup perusahaan Huadi Group bertolak belakang dengan praktek ketenagakerjaan yang dijalankan oleh perusahaan ini. Berdasarkan laporan buruh dan temuan serta data-data yang dihimpun SBIPE-KIBA perusahaan Huadi Group telah ditemukan melakukan banyak pelanggaran undang-undang dan peraturan Ketenagakerjaan:
  1. Upah Lembur yang dibayarkan tidak sesuai dengan perudang-undangan yang berlaku. Hal ini berlangsung sejak buruh masuk kerja (2018) hingga saat ini, dan diperikirakan jumlah buruh yang diperlakukan demikian sebanyak ±1.900 orang
  2. Gaji Pokok + Tunjangan Tetap, yang dibayarkan lebih rendah dari ketentuan Upah Minimum /UMP Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2025. Berlangsung per Januari 2025, hal ini diberlakukan kepada buruh yang jabatanya operator.
  3. Gaji Pokok + Tunjangan Tetap, Perhitungan pembayaranya oleh perusahaan didasarkan pada jumlah jam kerja, mekanisme ini mengurangi Gaji Pokok + Tunjangan Tetap. Jika, dalam satu bulan terdapat 2 – 3 hari libur nasional (tanggal merah diluar hari libur reguler sabtu dan minggu) Maka, berdampak pada jumlah Gaji Pokok + Tunjangan Tetap yang diterima buruh yaitu nilainya berada dibawah Upah Minimum Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2025. Hal ini diberlakukan pada buruh yang mempunyai jabatan operator keatas.
  4. Praktek Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap 67 orang buruhnya yang dilakukan oleh Perusahaan, dengan alasan efesiensi.
  5. Adanya praktek penolakan oleh perusahaan terhadap hak Cuti Hamil yang diajukan oleh buruh perempuan yang sedang hamil.
  6. Praktek Pemutuhan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dengan skema “merumahkan buruhnya” yang disebut oleh perusahaan dengan istilah “Break” dimana perusahaan tidak memberikan jaminan pendapatan selama dirumahkan dan jaminan kepastian waktu kapan dipekerjakan kembali. Pada bulan Juni 2025 buruh yang dirumahkan sebanyak 350 orang, dan di Bulan Juli 2025 perusahaan kembali merumahkan buruhnya sebanyak 600 orang.
Padahal dengan potensi keuntungan bersih sebulan sebagaimana dipaparkan diatas, mestinya tidak ada syarat bagi perusahaan Huadi Group untuk tidak membayar upah pokok buruh sesuai UMP Sulawesi Selatan tahun 2025, Upah lembur buruh sesuai dengan ketentuan undang-undang berlaku. Bahkan dengan potensi keuntungan sedemikian besarnya perusahaan Huadi Group membayar upah buruhnya 10 juta/bulan  pun mestinya mempunyai kemampuan.
 
Menurut Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) praktek ketenagakerjaan yang dijalankan oleh  PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia beserta tiga perusahaan anak cabangnya merupakan praktek ketenagakerjaan “Primitif” dan sangat terang merupakan praktek perampasan hak buruh, merupakan tindak pelanggaran kejahatan berat ketenagakerjaan, karena sepenuhnya mengangkangi hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Republik Indonesia, terlebih kedudukan perusahan ini berada dalam kawasan industri dengan status Proyek Strategis Nasional, Keblangsatan perusahaan yang demikian sudah tidak patut lagi diwajarkan!
 
Dan atas perjuangan yang sedang dilakukan oleh para buruh di KIBA yang tergabung dalam SBIPE, kami Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai serikat buruh nasional, pusat perjuangan buruh di Indonesia mendukung sepenuhnya perjuangan dan segala usaha para buruh dan SBIPE dalam menuntut dan memenangkan hak-haknya. GSBI memastikan diri bahwa GSBI berada dan bersama para buruh KIBA dan SBIPE.
 
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) juga menuntut:
  1. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Gubernur Sulawesi Selatan, Dinas Tenagakerja Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Tenagakerja Kabupaten Bantaeng, Kementerian Ketenagakerjaan RI, Imigrasi, Kepolisian RI dan pihak terkait lainnya untuk segera menangkap, dan setidaknya untuk mencekal pengusaha Huadi Group (PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia dan tiga anak perusahaanya; PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Huadi Yatai Nickel Industry, dan PT Huadi Yatai Nickel Industry II untuk tidak melarikan diri ke luar negeri (kabur ke negaranya/Cina), karena nyata-nyata perusahaan ini telah melakukan kejahatan ketenagakerjaan. Tindakan ini untuk memastikan bahwa perusahaan bertanggung jawab dan memenuhi seluruh hak buruh yang selama ini di rampas, serta mempertanggungjawabkan segala bentuk kejahatan yang telah dilakukannya.
  2. Pengawas Ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan konferehensi terhadap perusahaan Huadi Group, dan jika perusahaan ini tidak patuh, maka wajib untuk dipastikan diberikan sanksi yang tegas dan jelas.
  3. Mendesak pengusaha Huadi Group untuk segera membayarkan seluruh kekurangan upah lembur buruh, dan kekurangan upah yang dibayarkan dibawah Upah Minimum Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2025, Segera Laksanakan Hak Cuti Hamil bagi Buruh Perempuan, Hentikan PHK dengan alasan efesiensi dan alasan apapun, termasuk hentikan merumahkan buruh dengan hak dan waktu yang tidak jelas, serta penuhi dan laksanakan hak buruh sebagaimana yang tertuang dalam perundang-undangan ketenagakerjaan RI.
Selanjutnya GSBI menyerukan kepada seluruh buruh di KIBA dalam usaha memastikan memenangkan perjuangan, dipenuhinya segala tuntutan, untuk terus merapatkan barisan, segera bergabung dalam serikat buruh SBIPE, meluaskan  organisasi dan tetap teguh dalam segala halangan dan rintangan perjuangan.
 
Dan kepada seluruh anggota GSBI dimanapun di seluruh indonesia serta berbagai organisasi rakyat, untuk memberikan dukungan perjuangan dengan menggelorakan aksi solidaritas terhadap perjuangan buruh Huadi Group di KIBA yang tergabung dalam SBIPE-KIBA dengan melakukan aksi-aksi yang terukur ditempat kerja maupun di pusat-pusat pemerintahan di daerah, serta bentuk dukungan lainnya.
 
Demikian pernyataan sikap ini disampaikan, untuk dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak terkait.
 

Jakarta, 14 Juli 2025
 
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP.GSBI)

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item