Pemilu Hanya Ilusi, Sekedar Rotasi Rejim Boneka Untuk Menjaga Tradisi Pemerintahan Anti Rakyat

Pemilu Hanya Ilusi, Sekedar Rotasi Rejim Boneka Untuk Menjaga Tradisi Pemerintahan Anti Rakyat. Oleh; Rudy Hb Daman Ketua Umum Gabu...

Pemilu Hanya Ilusi, Sekedar Rotasi Rejim Boneka Untuk Menjaga Tradisi Pemerintahan Anti Rakyat.

Oleh;

Rudy Hb Daman

Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Independen

….. harus tetap mengatakan kepada seluruh rakyat bahwa pemilu pada saat ini adalah cara bagi klas yang berkuasa untuk mengatasi krisis yang terjadi di dalam dirinya sendiri sekaligus untuk memperbarui syarat-syarat kekuasaannya di masa yang akan datang. Intinya, pemilu pada saat ini adalah pemilu yang dibutuhkan oleh klas yang berkuasa. Bukan pemilu yang dibutuhkan oleh rakyat.


Pengantar

Pada 9 April 2009 lalu telah berlangsung pemilihan umum calon legeslatif , yaitu pemilihan untuk anggota DPR-RI (pusat), DPRD di tingkat Kabupaten dan Kota Madya termasuk DPD (Dewan Perwakilan Daerah), pemilu 2009 ini di ikuti oleh 44 parpol yang terdiri 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Propinsi Nangroe Aceh Darusalam.

Menurut data KPU yang tercatat sebagai DPT dalam pemilu 2009, di ikuti oleh 171 juta dari 232 juta penduduk Indonesia. Adapun calon anggota legeslatif DPRI pada pemilu tahun ini adalah sebanyak 11.215 orang, sedangkan calon anggota DPD sebanyak 1.109 orang. Jumlah TPS yang tersedia 528.217 TPS di 33 Propinsi dengan jumlah pemilih tiap TPS maksimal 500 orang.

Adapun Jumlah suara sah 104.099.785 (60,78 persen), suara tidak sah 17.488.581 (10,21 persen) dan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebesar 49.677.076 (29.01 persen). Jadi total suara tidak sah dan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebesar 67.165.657 atau 39,26% dari jumlah pemilih terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) yakni 171.265.442 pemilih. Belum lagi ditambah puluhan juta pemilih yang terpaksa Golput karena tidak terdaftar dalam DPT.

Jumlah suara sah yaitu 104.099.785, lebih rendah dibandingkan dengan pemilu legislatif 2004. Pada pemilu 5 April 2004, jumlah suara sah yaitu 113.462.414.

Berdasarkan perhitungan suara sah itu, KPU (09/05/09) telah mensahkan perolehan suara parpol untuk DPR periode 2009-2014 dari 33 provinsi dengan 77 daerah pemilihan (dapil). Dengan catatan data dapil Sumut 2 yang digunakan masih data lama karena hasil rekapitulasi penghitungan ulang Kabupaten Nias Selatan, belum rampung.

Dalam pemilu legislative 2009 ini Partai Demokrat meraih suara terbanyak (pemenang) dengan meraih suara nasional 21.703.137 (20,85) dan memperoleh 148 kursi DPR atau 26,43 persen dari keseluruhan kursi parlemen yang berjumlah 560 kursi. Disusul Partai Golkar 15.037.757 suara (14,45) dan mendapatkan 108 kursi DPR (19,29 persen), PDI Perjuangan 14.600.091 (14,03) suara dan 93 kursi (16,61 persen), PKS 8.206.955 (7,88) suara dan 59 kursi (10,54 persen), PAN 6.254.580 (6,01) suara dan 42 kursi (7,50 persen), PPP 5.533.214 (5,32) suara dan 39 kursi (6,96 persen), PKB 5.146.122 (4,94) suara dan 26 kursi (4,64 persen), Gerindra 4.646.406 (4,46) suara dan 30 kursi (5,36 persen), dan Hanura 3.922.870 (3,77) suara dan 15 kursi (2,68 persen). Dan hanya sembilan Parpol tersebut yang lolos parliamentary threshold 2,5 persen.

Sebagai perbandingan saja, pada pemilu 2004 lalu diikuti oleh 24 partai politik nasional, dengan jumlah calon legeslatif (caleg) DPR-RI 7.785 orang, calon DPD sebanyak 920 orang dengan jumlah penduduk 214 juta dan hanya 148 juta jumlah pemilih di 32 propinsi. Sedangkan TPS yang tersedia 578.901 TPS, dimana tiap TPS maksimal 300 orang pemilih. Adapun perolehan suara parpol pemenang pemilu 2004 adalah , Partai Golkar 4.480.757 (16,54 persen), PDI-P 21.026.629 (14,21 persen), dan PKB 11.989.564 (8,10 persen). Partai Demokrat 8,437,868 (7.46 persen) 55 kursi, PPP 9,226,444 (8.16 persen) 58 kursi, Partai Amanat Nasional 7,255,331 (6.41 Persen) 53 kursi dan Partai Keadilan Sejahtera 8,149,457 (7.20 Persen) 45 kursi. Jumlah pemilih terdaftar untuk pemilu legislatif 5 Juli 2004 adalah 148.000.369, sesuai keputusan KPU No 23/2004. Menurut perhitungan manual yang dilakukan KPU 23 April-4 Mei 2004, sementara jumlah pemilih yang menggunakan haknya 124.449.038 (83 persen), suara yang sah 113.498.755, dan suara tidak sah 10.957.925 (8,81 persen).

Pemilu legislatif dan pemilu presiden ini (2009) berlangsung di tengah situasi krisis global yang kronis yang juga menghantam semua sendi penghidupan rakyat Indonesia. Tidak kurang dari Rp 10,4 triliun uang Negara di rampas untuk membiayai pemilu ini, Pemilu ini mamput mengalihkan perhatian seluruh rakyat Indonesia. Dan Pemilu diadakan tanpa makna kecuali untuk melanggengkan kekuasaan semata bagi klas penguasa yaitu borjuasi.

Selain menghabiskan dana sangat besar pemilu 2009 ini di nilai pemilu paling buruk, paling tidak demokratis dibanding pemilu pada 1955 dan 2004, dimana banyak kecurangan, dan bermasalahnya DPT serta distribusi surat suara yang kacau balau, termasuk didalamnya kenetralan penyelenggara pemilu yang cenderung ”katanya” berpihak pada incumbent. Padahal bagaimanapun pemilu adalah salah-satu perwujudan kekuasaan rakyat secara politik, bahwa partisipasi dalam pemilu adalah hak demokratis setiap warga negara yang harus dijamin oleh penyelenggara negara. Oleh karenanya, tindakan-tindakan yang telah menghilangkan hak memilih dan dipilih rakyat, melalui karut-marut Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan kekacauan distribusi surat suara dan kenetralan penyelenggara pemilu sungguh sangat disayangkan dan menunjukkan penghianatan pada sistem demokrasi borjuasi sendiri yang sedang dibangun dan di bangga-banggakannya sendiri.

Berebut Tahta Untuk Jadi Bonekan Baru Imperialisme.

Pada 8 Juli 2009 nanti akan dilangsungkan pemilihan umum untuk memilih Presiden dan wakilnya. Saat ini sudah ada tiga kandidat yang sudah dipastikan maju menjadi Calon presiden, yaitu : Megawati- Prabowo yang diusung oleh PDI-Perjuangan dan Partai Gerindra, SBY-Budiono yang di jagokan partai Demokrat yang didukung oleh koalisi 24 parpol diantaranya; PKS, PKB, PAN, PDS dll, serta pasangan JK-Wiranto yang di usung oleh Partai Golkar dan Hanura.

Untuk memenangkan hati rakyat dalam pemilu nanti semua calon presiden mengumbar janji dan slogan-slogan yang memikat rakyat, kontrak politik, termasuk menyebar poster dan baliho dimana-mana, mulai pasar, jalan raya, tempat ibadah, sekolah dan kampus dllnya semua jadi sasaran, dan slogan Lanjutkan, Lebih cepat lebih baik, Ekonomi kerakyatan, satu untuk rakyat mengalir bak air bah setiap hari muncul di televisi. Lebih menarik adalah bagaimana pemblejetan terhadap sistem ekonomi yang bercokol selama ini yaitu sistem ekonomi Neo-liberalisme -- perdebatan dan saling sindir terus terjadi, saling tuding dan mengelak tidak mau mengakui madhab neoliberal yang selama ini di dijalankan dan dipuja-pujanya. Semua mengaku tidak menganut neoliberalsime dan Woshington consensus, semua akan menjalankan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Pertanyaanya rakyat yang mana??. Ilusi dan tebar pesona ekonomi terus ditaburkan oleh tiga kandidat capres ini (kaum reaksi) sembari menipu rakyat dan melupakan bahwa mereka sendiri adalah akar dari krisis yang terjadi di negeri Indonesia ini. Mereka adalah sumber malapetaka bagi rakyat dan bukan solusi. Kebangkitan Nasional yang di kumandangkan adalah bahasa tanpa makna, karena tanpa menyentuh aspek rakyat sedikit pun. Semuanya seperti terkena amnesia massal tentang apa yang telah mereka perbuat selama berkuasa adalah tidak lain kecuali melakukan secara intensif perampasan atas upah, kerja dan tanah rakyat.

Demokrasi Indonesia tetaplah demokrasi yang di dominasi oleh musuh-musuh rakyat – borjuis komprador,tuan tanah dan kapitalis birokrat. Merekalah yang mengendailikan politik di Indonesia. Seluruh partai politik adalah bagian dari mesin kekuasaan yang mereka miliki dan sepenuhnya di bawah kendali mereka. Partai-partai milik klas yang berkuasa masih mendominasi baik di eksekutif maupun legislative, dan memaksa partai-partai kecil untuk tunduk-patuh-tertindas dengan segala konsesi murahan yang menunjukan betapa bangkrutnya partai-partai milik kaum borjuis tersebut.

Mari menengok dana kampanye beberapa partai yang mereka hamburkan selama pemilu legislatif: Gerindra (Rp 308 miliar), Partai Demokrat (Rp 243,8 miliar), Golkar (Rp 164,5 miliar). Angka tersebut belum termasuk pemilu presiden dan hanya sebagian kecil dari seluruh ‘belanja politik’ yang mencapai trilyunan dari jumlah total kekayaan klas dari perampokan klas mereka. ‘Belanja politik’ merupakan investasi untuk merebut kekuasaan negara sebagai pusat politik untuk melahirkan berbagai kebijakan ekonomi yang menguntungkan mereka selama berkuasa nanti.

Track Record Kontestan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

Dari seluruh catatan dan track record kontestan pemilu presiden dan wakil presiden yang ada, secara hakekat menunjukan tidak ada perbedaan latar belakang klas dan watak kepemimpinannya. Semua berasal dari klas yang berkuasa atau pun pernah berkuasa. Baik itu pasangan SBY-Budiono, JK-Wiranto, ataupun Mega-Prabowo. Dan yang istimewa adalah pasangan kombinasi pasangan yang ada semuanya melibatkan mantan militer yang punya catatan fasis.

Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau yang lebih di kenal Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947 anak kedua Presiden Soekarno, Ia merupakan presiden wanita pertama dan presiden kelima di Indonesia. Megawati dilantik menjadi presiden Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999-2001, Megawati menjabat sebagai Wakil Presiden.

Megawati tercatat memiliki harta kekayaan baik Harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan sebesar Rp 36,51 miliar. Harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp 2.20 miliar terdiri dari 29 mobil dan motor. Harta bergerak lain senilai Rp 32,77 miliar, terdiri dari logam mulia, batu mulia dan barang antik. Surat berharga senilai Rp 22,55 miliar.Total harta kekayaan Megawati sebesar Rp 86,26 miliar (Sumber: data LHKPN 9 Desember 2004) Sedangkan kekayaan Megawati sampai 30 Mei 2005 sebesar Rp 105,8 miliar. Jumlah itu terdiri dari Rp 71,5 miliar berupa harta tak bergerak dan bergerak, Rp 22,5 miliar surat berharga, dan Rp 11,8 miliar giro serta rakas.

Prabowo Subianto, lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951 Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (1974-1998), profilnya sangat jelas sebagai salah satu mantan jenderal muda yang paling sukses dengan kekayaan mencapai Rp 1,7 trilliun (dalam catatan BPK) dengan Uang tunai Rp 28 miliar. Asset bergerak dan tak bergerak lain senilai Rp 1,42 triliun. Asset bergerak dan tak bergerak yang dimiliki Prabowo, antara lain 27 perusahaan di bidang perkebunan, pertambangan, dan peternakan, serta 90 ekor kuda.

Mantan menantu keluarga cendana ini juga sangat lekat dalam kasus pelanggaran HAM berat 1998, sebagai pangkostrad setelah sebelumnya duduk sebagai komandan jenderal komando pasukan khusus tahun 1996-1998. Setelah di non aktifkan dari jabatannya Prabowo kemudian menjadi pengusaha di Luar negeri yang membawanya ketingkat sukses yang tinggi, saat ini paling tidak dia masih tercatat sebagai komisaris perusahaan migas Karazanbasmunai di Kazakstan, presiden dan CEO PT Tidar Kerinci Agung (Perusahaan Produksi Minyak Kelapa Sawit), Presiden dan Ceo PT Nusantara Energy (Migas, Pertambangan, Pertanian, Kehutanan Dan Pulp), President Ceo PT Jaladri Nusantara(Perusahaan Perikanan) serta dia juga menjabat sebagai Ketua Umum HKTI (2004-2009) . Dalam pemilu kali ini Prabowo maju sebagai kandidat calon wakil presiden berpasangan dengan calon presiden yang terbukti gagal dalam pengalamannya menjadi presiden yaitu Megawati Soekarno Putri.

Muhammad Jusuf Kalla Anak dari pasangan pengusaha Haji Kalla dan Athirah Lahir di Wattampone Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942, adalah seorang pengusaha dan pedagang sukses dari Indonesia timur dengan bendera “Kalla Group” yang meliputi bisnis berbagai jaringan di beberapa bidang. Pertama kali menjabat sebagai menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai menteri perindustrian dan perdagangan yang 6 bulan kemudian dipecat dengan alas an KKN. Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5). Saat ini Jusuf Kalla (JK) adalah wakil Presiden Republik Indonesia mendampingi SBY. JK juga menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar saat ini menggantikan Akbar Tandjung sejak Desember 2004

Jusuf Kala bersaudara 16 orang. Semasa menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin hingga menjadi sarjana, JK sempat menjabat Ketua Umum HMI dan KAMI Ujung Pandang, serta Ketua Senat Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.

NV Haji Kalla Trading Company adalah satu dari sedikit perusahaan keluarga yang mampu bertahan hingga generasi kedua. Ayah Jusuf memulai usahanya dengan membuka perusahaan tekstil di Kota Bone, Sulawesi Selatan. Pindah ke Ujung Pandang, ia mendirikan tujuh firma seiring dengan nasionalisasi perusahaan asing. Itulah awal kegiatan mereka di bidang impor ekspor. Jusuf mulai sepenuhnya menangani usaha warisan ayahnya pada tahun 1967. Usaha pertokoan dibenahi, sambil mengurus jatah sandang pangan. Ekspor dihidupkan kembali, dengan usaha bidang angkutan sebagai basis, bermodalkan 10 bis. Pada tahun 1977, Jusuf mulai berdagang mobil. Kebetulan saat itu Kantor Gubernur Sulawesi Selatan memerlukan sejumlah kendaraan. Kedutaan Jepang yang dihubunginya menjelaskan, impor mobil bisa dilakukan dalam jumlah minimal lima buah. Ketika PT Astra ditunjuk sebagai penyalur mobil Toyota di Indonesia, NV Haji Kalla menjadi agen untuk Sulawesi. Hingga kini perusahaan itu hampir memonopoli pasaran mobil di Indonesia bagian Timur.

Saat ini JK tercatat memiliki kekayaan mencapai Rp 253 Milliar dan USD 14928, dalam bentuk antara lain 50 tanah dan bangunan di Makassar senilai Rp 80,3 Milliar dan memiliki berbagai usaha antara lain perkebunan, perikanan, peternakan dan pertanian.

Wiranto Lahir di Yogyakarta, 4 April 1947 dari pasangan R.S.Wirowijoto dan Ibu Suwarsijah lulusan Akademi Akademi Militer Nasional, tahun 1968, pernah menjadi ajudan presiden Soeharto pada tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karir militer Wiranto meningkat ketika menjabat sebagai Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD. Selepas KSAD, ia diangkat oleh presiden Soeharto menjadi Pangab (sekarang menjadi Panglima TNI) pada tahun 1998. Pada masa itu terjadi pergantian kepemimpinan nasional dan ia tetap dipertahankan sebagai Pangab di era Presiden B.J. Habibie. Di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, meskipun kemudian dinonaktifkan dan mengundurkan diri.

Wiranto penanggung jawab utama dalam keamanan Negara pada tahun 1998, karena saat itu mantan jendral ini menjabat menhankam/pangab. Serangkaian penculikan aktivis dan berbagai kerusuhan yang memakan korban ratusan jiwa rakyat Indonesia adalah sebagian karya jenderal lulusan terbaik lemhanas 1995 ini. Wiranto adalah salah satu kesayangan jenderal fasis kanan Soeharto, pada pemilu 2004 lalu setelah memenangi Konvensi Partai Golongan Karya (Golkar) maju sebagai calon presiden bersama pasangan kandidat wakil presiden Salahuddin Wahid. Pada tanggal 21 Desember 2006, ia mendirikan Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura) dan menjadi ketua umum partai. Dalam pemilu ini (2009) maju menjadi wakil presiden pasangan dari JK yang merupakan sodagar dan tuan tanah besar yang terbukti gagal dalam masa pemerintahnnya bersama SBY.

Harta Kekayaan Calon Wakil Presiden Wiranto, Sampai tahun 2007 yang dilaporkan ke KPK, jumlah kekayaannya adalah Rp 46,5 miliar.

Siapa Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, presiden terpilih pada pemilu 2004 yang lalu adalah mantan militer tulen. Lahir di Pacitan Jawa Timur 9 September 1949 adalah lulusan terbaik AKABRI Darat angkatan 1973 pernah mengikuti berbagai pendidikan spesialisasi militer di luar negeri termasuk di AS. Kursus yang diikuti antara lain American language course 1976, Airborn School 1976, jungle warfare school tahun 1983, Command and General staff College di AS tahun 1990-1991 dan berbagai kursus kemiliteran lainnya. Dalam karier militernya SBY juga tercatat terlibat dalam berbagai operasi militer yang dikemudian hari di permasalahkan sebagai pelanggaran HAM berat, terutama di timor leste. SBY terlibat dalam operasi seroja 1976-1977, operasi tuntas 1979-1980 sampai dengan operasi keamanan timor-timur 1986-1988 yang kesemuanya dilakukan di tomor leste. Pada peristiwa 1998 SBY juga dianggap terlibat, karena saat itu SBY menjabat sebagai kepala staf territorial TNI.

Total Kekayaan SBY tercatat sebesar Rp 7,14 Milyar dan USD44.887 yang terdiri dari harta tidak bergerak terdiri dari enam bidang tanah dan bangunan senilai Rp2.98 Milyar, harta bergerak, Alat transportasi dan mesin lain sebesar Rp.509,5 juta, harta bergerak lain senilai Rp151,6 juta, Surat berharga, tidak ada Giro dan setara kas lain Rp3,49 miliar ( ditambah USD44.887) yang berasal dari hasil sendiri. (sumber data LHKPN 2 Juli 2007)

SBY juga menjadi bagian dari pemerintahan Megawati Soekarno putri, saat itu duduk sebagai menkopolkam di kabinet Gotong Royong, bersama pasangannya sekarang Budiono yang menjabat menteri perencanaan pembangunan nasional di era tersebut. Di era pemerintahan Megawati inilah privatisasi BUMN dilakukan besar-besaran, berbagai produk perundangan yang menindas rakyat di keluarkan. Salah satunya adalah di keluarkannya UUK No 13 th 2003 yang mendapat tentangan luar biasa dari buruh dan seluruh rakyat Indonesia, produk lainnya misalnya UU Migas No 21 th 2002 dan UU kehutanan. Saat itu juga kenaikan harga BBM juga dilakukan sebanyak 2 kali yaitu tahun 2001 dan tahun 2003. Pada pemerintahan era Megawati jumlah utang Indonesia mencapai Rp 1.100 triliiun. Perlu di catat bahwa berbagai kebijakan liberalisasi pasar dan privatisasi BUMN yang dilakukan semuanya adalah bagian kebijakan yang di komandoi Budiono sebagai kepala Bappenas.

Budiono lahir pada tanggal 25 Februari 1943 di Kota Blitar Jawa Timur, sebelum maju jadi Cawapres mendampingi SBY menjabat sebagi Gubernur Bank Indonesia, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Kordinator Perekonomian Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu. Boediono juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong tahun 2001-2004. Pada Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999), Boediono adalah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus sebagai Kepala Bappenas.

Pada masa pemerintahan Soeharto Pak Boediono juga pernah menjabat sebagai Direktur Bank Indonesia. tentang pendidikan Boediono tergolong cukup berprestasi, beliau merupakan salah seorang yang memperoleh gelar Bachelor of Economics (hons) dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian dia mendapatkan gelar Master of Economics yang diperolehnya dari Universitas Monash. Pada tahun 1979, ia mendapatkan Gelar S3 (Ph.D.) dalam bidang Ilmu ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania.

Budiono yang berpasangan dengan SBY tercatat memiliki total harta kekayaan senilai Rp18,66 Milyar terdiri dari harta tidak bergerak sebesar Rp5,8 milyar, surat berharga dan lain-lain senilai Rp12,86 milyar.

Jadi Tradisi anti rakyat ini kemudian juga berlanjut ke pemerintahan SBY-JK, pasangan yang terpilih pada tahun 2004 yang kemudian menjadi rival dalam pemilihan presiden 2009. Keduanya begitu kompak menindas rakyat, berbagai kebijakan yang dilahirkan pada hakekatnya tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Kenaikan harga BBM tetap saja terjadi, PHK terhadap buruh tetap saja dilakukan, bahkan jauh lebih besar. UU Penanaman Modal tahun 2007 disahkan, bahkan pendidikan adalah salah satu sector yang di perdagangkan, karena menjadi salah satu jenis yang terbuka untuk investasi. Jika Megawati mengeluarkan induk undang-undang tentang system pendidikan nasional yang kontroversial, maka SBY-JK melanjutkannya dengan peraturan yang jauh lebih rigid tentang komersialisasi pendidikan yang di manifestasikan dalam UU BHP yang disahkan 17 Desember 2008.

Ketiga Capres ini juga melahirkan beberapa paket kebijakan kreatif-destruktif yang merusak dan menghancurkan lingkungan hidup, baik melalui partai politiknya yang ada di parlemen maupun selama masa kepemimpinannya. Paket kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut; (1). Perpu 1/2004 yang kemudian menjadi UU No. 19/2004 yang mengijinkan13 perusahaan melakukan penambangan terbuka di hutan lindung (Dimasa pemerintahan Megawati); (2). Melepas LNG Tangguh dan privatisasi BUMN sektor-sektor strategis (Dimasa pemerintahan Megawati); (3). UU 18/2004 tentang Perkebunan (Dimasa pemerintahan Megawati); (4) UU 7/2004 tentang Sumberdaya Air (Dimasa pemerintahan Megawati); (5). UU 27/2007 Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Dimasa pemerintahan SBY – JK); (6). UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal (Dimasa pemerintahan SBY – JK); (7). UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang (Dimasa pemerintahan SBY – JK) dan (8). UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Dimasa pemerintahan SBY – JK).

Privatisasi BUMN tetap saja dilakukan, SBY-JK tercatat melego 34 BUMN. Selain itu pemerintahan SBY-JK juga menjual blok cepu ke pihak AS, padahal diperkirakan cadangan minyak yang ada diblok Cepu mencapai 10,9 Milyar barel atau setara dengan semua cadangan minyak yang ada saat ini di Indonesia. Kenaikan GDP selama 4 tahun masa SBY-JK memerintah hanya 0,9% dengan utang Negara mencapai Rp 1,456 Trilliun. Kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat juga terus meningkat dan tentu saja kian mencekik penghidupan rakyat. Ketika rakyat tercekik akibat imbas krisis global, sangat nyata pemerintahan SBY-JK lebih memilih menyelamatkan klas dan golongannya, kebijakan PB 4 menteri, buyback dan program stimulus fiscal menjadi bukti nyata kegagalan pemerintahan SBY-JK atas rakyat Indonesia.

Sehingga jika kita melihat track record pasangan yang maju ke pemilihan presiden dan wakil presiden baik itu dari SBY-Budiono, JK-Wiranto ataupun Mega-Prabowo kita melihat pada hakekatnya benar-benar tidak ada yang mampu membuktikan diri secara kongkret sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Berbagai pentas yang selama ini mereka lakoni ketika menjabat di pemerintahan telah membuktikan bagaimana politik kekuasaan yang dijalaninya.

Pemilu Hanya Ilusi Bukan Solusi, Karena Hanya Rakyat Sendiri yang Akan Mampu Menyelesaikan Masalahnya Sendiri.

Berkali-kali pemilu dilaksanakan, sejak reformasi saja bahkan pemilu 1999 dan 2004, kekuasaan politik yang terbentuk tidak pernah berdiri memihak pada rakyat. Selama ini, rakyat masih ditaruh diluar kekuasaan. Sebaliknya, kekuasaan politik yang terbangun justru menjadi penopang dan kaki-tangan dari imperialisme dan mempertahankan sisa-sisa feodalisme yang semakin akut. Sehingga bangsa Indonesia hingga sekarang ini masih terjajah, baik di lapangan politik, ekonomi, dan kebudayaan.

Di bidang politik, praktek penjajahan asing berlangsung melalui keterlibatan asing dalam menentukan poros politik Indonesia, kemudian penyusunan UU (legilslasi) banyak memuat kepentingan penjajahan asing (imperialisme), seperti UU migas, UU penanaman modal, UU BHP, UU minerba, UU ketenaga kerjaan, dan lain-lain. Di bidang ekonomi, praktek penjajahan asing nampak terlihat pada penguasaan asing pada sektor-sektor ekonomi yang vital, seperti migas (85%-90%), telekomunikasi (65%), investari (75%), dan perbankan (48%). Dalam aspek budaya, rongrongan kebudayaan imperialis kini menggerogoti dan menghancurkan jati diri dan karakter Indonesia sebagai sebuah bangsa merdeka.

Dan dapat dipastikan, bahwa pemilu 2009 juga tidak akan jauh berbeda, rakyat hanya di tempatkan diluar dan hanya sebagai pijakan saja untuk menduduki tampuk kekuasaan, tidak ada yang nampak berbeda dengan cara dan sistem kampanye tahun-tahun lalu. Namun minim di praktek dan implementasi. Sebab pemilu pada saat ini adalah cara bagi klas yang berkuasa untuk mengatasi krisis yang terjadi di dalam dirinya sendiri sekaligus untuk memperbarui syarat-syarat kekuasaannya di masa yang akan datang. Intinya, pemilu pada saat ini adalah pemilu yang dibutuhkan oleh klas yang berkuasa. Bukan pemilu yang dibutuhkan oleh rakyat.

Jadi Pemilu ini merupakan pesta demokrasi borjuasi yang tidak akan membawa penyelesaian atas kemiskinan dan masalah-masalah fundamental yang dialami oleh kaum buruh dan rakyat Indonesia, sebab kontestannya juga bukan dari klas buruh, kaum tani atau klas miskin yang jumlahnya mayoritas, tapi dari klas borjuasi mapan. Maka melalui pemilu, rakyat dalam hal ini kaum buruh hanya akan dijadikan alat untuk mencapai kekuasaan semata.

Dilihat dari tiga kali pemilu saja setelah tergulingnya rezim otoriter militer Suharto hanya melahirkan penguasa sebagai penerus dari kesinambungan agenda-agenda Imperialisme dengan sistem ekonomi neoliberalisme nya di Indonesia. Pemerintah hanya menjadi perpanjangan tangan dari imperialisme, para pemilik modal dan tuan-tuan tanah dan terus menggerogoti aset-aset milik bangsa dan berbagai sumber daya alam dijual dan menjadi milik swasta/asing (privatisasi).

Dari keadaan itu betapa makin menderitanya kaum buruh dengan lahirnya kebijakan tentang sistem kerja kontrak dan outsourcing, kebijakan upah murah, PHK massal, Undang-undang perburuhan yang lebih tunduk pada pesanan kapitalisme Global bernama IMF, Word Bank dan rentenir internasional lainnya, di langgarnya hak berorganisasi, lahirnya SKB empat menteri tentang antisipasi krisis global, di mana perusahaan diperkenakan tidak menaikkan upah buruh dengan alasan tidak mampu. Apalagi di tengah situasi crisis global saat ini perampasan upah dan kerja bagi kaum buruh bertambah intensif.

Karena pemilu ini bukan pemilunya kaum buruh, bukan pemilunya rakyat dan pemilu ini adalah pestanya demokrasi borjuasi bukan pestanya demokrasi rakyat. Dimana Jika menilik pada sejarahnya, Demokrasi Borjuasi/borjuis ini lahir di era kekuasaan absolute feodalisme oleh masyarakat borjuis (pemilik modal) Barat/eropa dalam melawan kekuasaan absolute feodalisme untuk bisa mengembangkan modal mereka. Demokrasi ini dilahirkan oleh masyarakat/kaum borjuis yang memiliki pandangan hidup untung-rugi, maka prakteknya pun siapa yang punya uang dialah pemegang kekuasaan, berkorban sedikit untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Demokrasi ini sering disebut demokrasi liberal, telah melahirkan sebuah watak individualis dan “kleptokrasi” (mencuri/mengambil milik orang lain-salah satunya adalah korupsi), karena intisari dan tujuan liberalisme adalah kebebasan individu. Artinya, kebebasan menurut paham liberal adalah milik setiap individu, bukan kolektif.

Sehingga menjadi keharusan bagi kita semua untuk lebih objektif melihat apa sebenarnya Pemilu bagi Indonesia, karena secara substansial pemilu selalu tidak mampu memberikan jawaban atas penderitaan rakyat. Selain hanya menghambur-hamburkan rupiah mencapai triliunan rupiah, hasil yang dicapai juga tidak lebih dari soal bagi-bagi kekuasaan diantara klik penguasa yang di dominasi oleh borjuasi besar komprador, tuan tanah dan kapitalisme birokrat. Saat pemilu mereka akan bertarung habis-habisan memperebutkan pengaruh di rakyat untuk mencapai kekuasaan tertinggi, kemudian pasca pemilu semuanya akan berakhir dengan pembagian kekuasaan lewat konsesi-konsesi busuk yang mengorbankan rakyat.

Sehingga tepat jika kita tidak bisa memandang Pemilu sebagai media untuk menyelesaikan persoalan pokok rakyat, kerena persoalan-persoalan social ekonomi rakyat Indonesia hanya dapat di selesaikan dengan perjuangan rakyat itu sendiri. Karena sejarah membuktikan bahwa rakyat selalu dibiarkan menyelesaikan masalahnya sendiri, kepedulian hanya datang saat memiliki kepentingan seperti menjelang pemilu seperti saat ini. Kita lihat di mana SBY, JK, Mega atau pasangan-pasangan mereka saat terjadi kasus lumpur lapindo, kasus gizi buruk di NTB dan NTT, bencana kekeringan di Gunung Kidul atau TKI-TKI yang meninggal atau disiksa majikan dan diperas oleh agennya. Selain di Jual untuk kampanye dan politik pembangunan citra tidak ada hal apapun yang dilakukan.

Untuk itu yang tepat bagi kaum buruh dan juga rakyat Indonesia adalah menggunakan Pemilu 2009 sebagai ajang untuk membombardir para kontestan pemilu baik caleg ataupun capres dan cawapre dengan sebanyak mungkin tuntutan-tuntutan politik dan sosial ekonomi. Bukan pada aspek dan soal dukung mendukung. Hal ini dilakukan dengan kesadaran bahwa memang tidak akan semua tuntutan-tuntutan tersebut akan bisa dipenuhi, namun setidaknya bisa memaksa para kontestan tersebut untuk mengambil posisi dan sikap atas tuntutan-tuntutan tersebut sebagai cara rakyat untuk melakukan pengawasan politik terhadap wewenang dan kekuasaan yang akan dipegangnya.Tuntutan ini harus terus dikemukakan dengan berbagai macam cara untuk di implementasikan/dijalankan, karena akan menjadi syarat pokok untuk menghabisi unsur-unsur komprador, pro-imperialisme, dan anti-rakyat yang selama ini bercokol dalam struktur kekuasaan Indonesia.

Hal lain yang juga penting adalah untuk terus meningkatkan belajar akan arti, makna penting serta manfaatnya pemilu bagi peningkatan kesejahteraan dan Penyelesaian masalah-masalah pokok rakyat dan bangsa Indonesia hari ini, selanjutnya untuk tidak menyandarkan penyelesaian masalah melalui pemilu dan ruang-ruang yang disediakan oleh kekuasaan hari ini, dimana sesungguhnya ruang yang disediakan Negara/pemerintah borjuasi hari ini merupakan ilusi dan opera demokrasi yang semu, untuk itu menggelorakan perjuangan dengan membentuk dan memperkuat organisasi-organisasi massa rakyat serta menuntut kepada pemerintah untuk memberikan dan memenuhi hak-hak sosial, ekonomi dan politik rakyat, itulah yang paling pokok bagi kaum buruh dan seluruh rakyat.

Penutup

Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) menilai bahwa Pemilu ini Hanya Ilusi, bukan solusi dan hanya Sekedar Rotasi Rejim Boneka Untuk Menjaga Tradisi Pemerintahan Anti Rakyat. GSBI juga menilai bahwa tidak ada pasangan Capres-Cawapres yang berani menawarkan agenda perubahan mendasar, dengan merombak tata kuasa yang diturunkan pada sebuah nilai demokrasi kerakyatan,tata kelola untuk menjamin kedaulatan, tata produksi dan tata konsumsi yang anti imperialisme dan anti feodalisme yang dapat memastikan terwujudnya kesejahteraan dan keadilan social bagi seluruh rakyat.

Maka, memblejeti Pemilu sebagai pesta pora kaum borjuasi untuk memupuk kekuasaan tidaklah berlebihan, selain bagaimana kita terus berjuang atas hak-hak social ekonomi kita melalui organisasi yang tepat dan hal ini menjadi tugas kita (GSBI) untuk terus menjelaskan keadaan obyektif Indonesia saat ini kepada kalangan masa kaum buruh, organisasi-organisasi serikat buruh yang saat ini terjebak dikubangan lumpur reformisme, oportunisme serta yang masih sesat piker, termasuk menjelaskan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk kemudian berjuang bersama-sama. Karena jika tidak seperti itu penderitaan rakyat hanya akan terus menjadi jualan laris imperialisme lewat kaki tangannya komprador di dalam negeri. Munculnya perjuangan rakyat lewat organisasi yang tepat dengan garis anti imperialisme dan feodalisme adalah keniscayaan yang tidak akan dapat dihindari dan kekuatan inilah yang akan meluluhlantakan kekuatan pengabdi setia imperialime.

Maka tulisan ini adalah memperteguh dan memperjelas dari apa yang pernah di sampaikan oleh GSBI pada 11 Maret 2008 atas Sikap dan pandangannya terhadap Pemilu baik itu pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden. []


Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item