Sepatu Mereka, Derita Kami

Siapa bilang Indonesia tidak ada di Piala Dunia? Saat miliaran pasang mata di dunia menonton aksi para bintang sepak bola di Afrika Selatan,...

Siapa bilang Indonesia tidak ada di Piala Dunia? Saat miliaran pasang mata di dunia menonton aksi para bintang sepak bola di Afrika Selatan, maka mereka melihat hasil kerja tangan-tangan buruh Indonesia. Keringat mereka melekat di sepatu Lionel Messi, Kaka Christiano Ronaldo dan maestro bola lainnya. Di balik triliunan rupiah nilai ekonomis sepatu-sepatu itu, kemiskinan tetap menghantui buruh-buruh yang tak akan pernah bisa bermimpi memiliki sepasang sepatu saja. Kepada Reporter KBR68H Andreas Ronny, buruh-buruh Adidas dan Nike menceritakan getir kerja mereka, menjadi bagian kelam dari gemerlap industri olahraga terakbar di dunia ini.

BLOK I

ATMOS: Lagu Patrick Juvet - La Tristesse De Laura (fade in – fade out)

SUTRINI: Saya Sutrini, asli Jogja, umur 28 tahun. Kerja di Framas 24 Oktober 2002. Di bagian produksi sebagai finishing. Selama kerja di sana masih banyak penindasan, misalnya cuti haid cuma dibayar sehari padahal harusnya dua. Lalu seragam cuma di kaos aja, padahal harusnya lengkap ada sepatunya juga.

SAIMAH: Saya Saimah, asal Cilacap, umur 38 tahun, kerja di Framas mulai 1 Maret 1999. Saya bekerja di Framas kurang lebih sama dengan yang dikatakan teman saya Rini tadi, soal seragam, harusnya dikasih baju, celana dan sepatu, tapi hanya dikasih kaos saja. Lalu soal uang makan juga kecil, dari 4500 sampai 6500, sekarang udah 2 tahun baru naik 1000 lagi.

Sutrini dan Saimah adalah buruh di PT Framas Plastic Technology, di kawasan Bekasi, Jawa Barat. Mereka membuat sol sepatu olahraga Adidas.

SAIMAH: Pernah waktu saya lembur. Saya kan udah gak punya cuti, dipaksa lembur. Anak saya sampai sakit gitu ya. (nangis). Sampai gak ada anak saya.

KBR68H: Sakit apa anaknya?
SAIMAH: Panas dan mencret. Saya sampai diancam leader saya kalau gak masuk takutnya di PHK, sampai anak saya besoknya gak ada. Pernah ada kejadian kan gak masuk lembur besoknya di PHK. Jadi saya maksain, anak saya sakit maksain aja lembur. Itu saya gak ada lupanya itu, mas.

Sebelas tahun bekerja di PT Framas, Saimah mendapat upah 1 juta 350 ribu rupiah. Sedangkan Sutrini lebih kecil, 1 juta, 280 ribu rupiah. Keduanya sudah di-PHK hanya karena persoalan bangku di ruang produksi.

SUTRINI: Awalnya kan kita kerja dengan duduk, gak masalah dari dulu, sampai kemarin Februari 2010. Tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan bangku itu diambil, kita disuruh kerja sambil berdiri. Karena gak kuat kita kerja sambil duduk di lantai. Tiba-tiba dikasih teguran SP 1. Trus SP 1 belum selesai, langsung keluar SP 2 dan 3. Padahal semua sama, tapi yang di SP itu cuman orang tertentu, alasannya ada bukti foto. Dan ngasih suratnya itu pun gak dipanggil, SP1 itu kita cuma di pintu masuk ruang HRD. Jadi kayak gak ngajeni lah kalau kata orang Jawa. Gak sopan santun kalau kita masih karyawan. Trus minta penjelasan, tidak ada. Padahal... belum dikasih surat PHK kan kita nunggu di luar. Gak boleh masuk, ke toilet gak bisa, solat gak boleh, akhirnya solat di luar pagar pabrik.

Total ada 23 buruh yang di PHK untuk kasus yang sama. Sebagian menerima PHK dan mengambil pesangon mereka. Tapi Sutrini dan Saimah menolak karena mereka masih tetap ingin bekerja. Mereka menyerahkan kuasa kepada LBH APIK untuk menangani kasus PHK ini.

Kasus PHK Sutrini dan Saiman bukan satu-satunya kondisi kerja yang merugikan buruh, kata Ketua Serikat Buruh PT Framas, Asep Wahyu Saparudin.

ASEP: Masalah poliklinik. Poliklinik itu ada di lantai 2. Harusnya ada di lantai 1 karena 90% lebih produksi ada di lantai satu. Kita sudah jelaskan, kalau poliklinik di atas, bagaimana kalau ada yang sakit atau ada kecelakaan kerja. Kita akan sulit musti bopong orang ke atas, dan itu menyita waktu sehingga pertolongan pertama tidak efektif. Trus soal K3, Keselamatan Kesehatan Kerja. Itu tidak ada. Seperti pekerja perempuan yang berhubungan dengan mesin tidak diberikan sepatu. Jelas ini untuk melindungi kaki ya. Ini kan berhadapan dengan mesin, mesin injeksi plastik yang panas, cair. Misalkan ketika injek itu bisa saja suatu waktu keluar cairan dari mesin itu, dan itu sering sekali ke bawah. Kalau tidak pakai sepatu, kena kaki bahaya. Nah untuk lembur... lembur itu sering dipaksa, bahkan lebih dari 4-5 jam, ada yang sampai overnight. Seharusnya lembur itu didiskusikan karena sifatnya sukarela, tidak boleh ada paksaan. Kalau di Framas, saat itu atasan minta lembur ya harus lembur, pekerja tidak punya hak untuk tawar menawar lembur atau tidak, pokoknya harus

Kepala SDM PT Framas Plastic Technology, Hanny Budiantoro membantah adanya pengabaian kesejahteraan buruh di perusahaan itu. Buruh mendapat penghasilan bersih hingga 1,9 juta rupiah, melebihi UMR Bekasi. Ini masih ditambah 2 kali tunjangan per tahun, bonus mingguan jika melewati target produksi, premi hadir, uang shift, lembur dan insentif lainnya. Untuk kasus PHK Sutrini, Saimah dan 10 buruh lainnya, perusahaan justru menunggu kesediaan buruh untuk berunding. Kasusnya sendiri sudah diproses Pengadilan Hubungan Industrial.

Musik

PT Framas Plastic Technology berdiri pada 1994 di Bekasi sebagai perusahaan investasi asal Jerman. Pabrik ini satu-satunya pembuat sol sepatu untuk merk Adidas di Indonesia. Sol-sol sepatu itu disuplai ke empat perusahaan lain yang merangkainya menjadi sepatu utuh. Sol sepatu dari Framas juga diekspor ke Jerman, Vietnam dan Korea.

ATMOS: Lagu Claude Ciari - Le Premier Pas (fade in – out)
ATMOS: Suasana di jalan raya serang (fade out) (suara mobil-motor-lalu lintas)

Puluhan kilometer dari tempat Sutrini dan Saimah di Bekasi, masih ada lagi kisah serupa. Reporter KBR68H Andreas Ronny menemui Elis Ariati, buruh sepatu Nike, di Balaraja, Tanggerang, Banten.

ELIS: Nama saya Elis Ariati, lahir di Bogor, tinggal di Tangerang, kerja. Pertama kali di toko sepatu. Karena kebutuhan, lalu kerja di PT Dowson, itu kira-kira sampe 7 tahun. Karena tutup, saya kena PHK. Pindah ke PT Sumber Masanda Jaya di Balaraja, itu bergabung Januari 2004. Usia saya 39 tahun.

ELIS: Teman-teman hanya dapat UMK saja. Kalau UMK 1,125 juta, ya hanya itu. Tunjangan apapun tidak ada, kesehatan tidak ada, Jamsostek ada tapi hanya hari tua. Transport tidak ada, tapi pakai jemputan. Uang makan 2600 ke catering per hari. Jadi catering kalau dibilang kalori ya sangat kurang banget. Cuti haid jarang di... banyak teman yang tidak tahu soal itu. Kadang-kadang dibilang itu manja. Orang mau ajukan cuti jadi gak berani, pasti ditolak. Kadang-kadang sakit nih, sakit dari rumah, musti masuk dulu, kalau parah baru disuruh pulang. Tapi kalau ijin dari rumah, itu tidak diterima, katanya dibuat-buat)

PT Sumber Masanda Jaya adalah satu dari 30-an pabrik pembuat sepatu bermerk Nike. Jumlah buruh lebih 1700 orang. Hanya 40 diantarnya yang laki-laki. Mereka mengerjakan bagian atas sepatu, kemudian disuplai ke pabrik lain yang mengolahnya menjadi sepatu jadi yang siap jual.

ATMOS: Lagu Claude Ciari - Le Premier Pas (fade in – out)

Adidas dan Nike adalah dua pemain besar di industri perlengkapan olahraga dunia. Mulai dari seragam tim sepakbola, sepatu pemain, hingga pernak-pernik lainnya. Dari 32 tim yang berlaga di Piala Dunia 2010, seragam Adidas dipakai oleh 12 tim, sedangkan seragam Nike dipakai oleh 10 tim. Sepatu-sepatu Adidas dan Nike dipakai oleh para bintang, seperti Lionel Messi, Kaka dan Christiano Ronaldo.

Berapa penghasilan para pemain bintang ini? Miliaran rupiah.

Bagaimana nasib buruh Indonesia yang membuat sepatu itu? Mengenaskan.



BLOK II

ATMOS: Lagu shakira-it’s time for africa (fade out)
ATMOS: Suasana rekaman pertandingan Piala Dunia (fade in- fade out)

Secara internasional, Nike menerima pendapatan tahunan dari sepak bola sebesar 1,7 miliar dolar atau sekitar 15,4 triliun rupiah. Sementara Adidas menguasai 34 persen bisnis sepak bola dengan pendapatan tahunan 1,57 miliar dolar atau sekitar 1,4 triliun rupiah.

ATMOS: Suasana rekaman pertandingan Piala Dunia (fade in- fade out)

Lionel Messi, Kaka dan Christiano Ronaldo masuk daftar 10 pemain berpenghasilan tertinggi di dunia menurut majalah keuangan, Forbes. Tahun lalu, Messi mendapat sekitar 180 miliar rupiah. Kaka berpenghasilan 225 miliar rupiah. Dan Christiano Ronaldo mengantongi 270 miliar rupiah. Jumlah itu diantaranya dari kontrak iklan berbagai produk. Ronaldo memakai sepatu Nike, sementara Messi dan Kaka memakai Adidas.

Bandingkan dengan penghasilan Sutrini, Saimah dan Elis. Upah bulanan mereka rata-rata 1,2 juta rupiah atau 14,4 juta setahun. Kalau harga sepasang sepatu antara 500 ribu hingga 4 juta rupiah, tak terbayang bagaimana mereka bisa membeli sepatu buatan sendiri.

ATMOS: Suasana rekaman pertandingan Piala Dunia (fade in- fade out)

Belum lagi, saat ini ada tren pencurian waktu kerja oleh perusahaan-perusahaan garmen dan sepatu, kata Ketua Serikat Pekerja Nasional SPN wilayah Tanggerang, Lilis Mahmudah. Ini membuat jam kerja buruh melebihi upah yang mereka terima.

LILIS: Praktiknya buruh kerja dari jam 8 sampai jam 4. Jam 4 mereka absen pulang, tapi ditarik lagi ke pabrik untuk selesaikan target hari itu. Tapi kan absennya udah, berarti jam lebihnya gak dibayar dong)

LILIS: Mereka sumbang tenaga tuh 8 jam, kalau target 72 pasang, saya kalkulasikan dengan harga sepatu, 875 ribu, itu tiap buruh nyumbang ke perusahaan tiap bulan yang tidak dibayar itu 1.130.000. Di Tangerang UMR 1.125.000. Saya bilang buruh Indonesia baik-baik banget ya. Nah gimana Nike dan Adidas bisa kaya raya)

ATMOS: Suasana rekaman pertandingan Piala Dunia (fade in- fade out)

Kondisi ini menarik perhatian seorang aktifis sweatshop asal Amerika Serikat, Jim Keady. Sweatshop adalah sebutan untuk pabrik yang mempekerjakan buruhnya dengan upah murah. [baca: swet syop]

JIM: Saya menjadi pelatih sepak bola di Universitas Sint John akhir 90an. Karena kesuksesan tim kami di berbagai kejuaraan, Nike datang ke kampus dan menawarkan kontrak. Semua pemain dan pelatih akan memakai perlengkapan yang disponsori Nike. Saat itu saya juga sedang membuat penelitian untuk bahan kelulusan saya. Tulisan itu soal praktik Nike terhadap buruh di Indonesia. Dari tulisan itu dan berbagai penelitian lain yang saya baca, akhirnya saya putuskan keluar dari tim. Saya tidak mau, karena buruh telah menjadi komoditas untuk Nike.

10 tahun lalu ia datang ke Indonesia, membuktikan sendiri bagaimana kondisi buruh Nike. Puluhan kali Jim bolak-balik Amerika-Indonesia, sembari terus mengkampanyekan hasil temuannya ke berbagai forum di negaranya.

JIM: Tidak banyak yang berubah. Kemampuan belanja buruh sangat terbatas. Setelah mereka membayar sewa rumah atau kost-an, transportasi, biaya listrik dan air bersih, hanya tersisa sekitar 600 ribu rupiah dari upah mereka. Jadi sekitar 20 ribu rupiah saja per hari. Sisanya itu untuk makan, minum, sandang, kebutuhan anak... Mereka hidup dalam kemiskinan, dan ini tidak benar.

Jim Keady mengakui kampanyenya berhasil menggugah hati warga Amerika, yang kebanyakan jadi konsumen Nike. Tapi, kata Jim, hanya buruh sendiri yang bisa mengubah nasibnya. Kalau buruh melawan, barulah konsumen di dunia bisa membantu menekan dengan cara boikot produk.

JIM: yang saya harapkan dari orang banyak, saat mereka menikmati Piala Dunia, pikirkan juga buruh-buruh yang membuat seragam dan sepatu yang dipakai para pemain. Kondisi hidup mereka... sangat tidak adil.

ATMOS: Lagu Patrick Juvet - La Tristesse De Laura (fade in – fade out)

Namun solusi yang ditawarkan Jim Keady berbenturan dengan kondisi perburuhan di Indonesia. Di PT Framas Plastic Tehcnology, pembuat sol sepatu Adidas, pengurus dan anggota serikat yang aktif membela buruh terancam PHK. Ketua Serikat Buruh PT Framas, Asep Wahyu Saparudin.

ASEP: Semua pengurus serikat, contoh di Framas ini, asalnya ada 11 orang, sekarang tinggal 5 orang. Karena setiap pengurus diintimidasi, dibuat tidak betah, dicari-cari kesalahan. Ada yang di PHK, ada yang terpaksa mengundurkan diri karena tidak betah. Ada teman saya, John Saragih, dia di bagian pembelaan, sering bertemu manajemen. Suatu saat dia lakukan pembelaan terhadap buruh, oleh atasannya tidak diijinkan, lalu dia kena sanksi dimutasi jadi cleaning service. Tidak tahan lalu mundur. Dan itu tidak hanya kepada pengurus, anggota biasa yang sudah berani dan aktif juga akan mendapat hal yang sama.

Sementara di PT Sumber Masanda Jaya, yang memproduksi sol untuk sepatu Nike, sejak Januari lalu, serikat buruhnya vakum. Sebelumnya, serikat di perusahaan ini hanya kedok, kata buruh Elis Ariati.

ELIS: Nike itu beri order untuk perusahaan yang punya serikat. Tapi yang ada jadi formalitas doang. Serikat itu ada, tapi anggota tidak tahu. Tidak kenal ketuanya, memang ada serikat? Misalnya ada perubahan jam kerja dari manajemen, dia cukup minta tandatangan ketua. Tapi menurut kami itu bukan ketua kita. Tidak mewakili.

Elis ditunjuk oleh rekan-rekannya untuk membangun kembali serikat buruh di perusahaan itu. Jangankan bicara soal tuntutan, Elis dan rekan-rekannya harus bersusah payah mencari waktu luang untuk berkumpul di serikat baru itu.

ATMOS: Susana demo Aliansi Buruh Sepatu

Perjuangan tetap dilakukan, meski perlahan. Beberapa serikat buruh yang mewadahi buruh sepatu Adidas dan Nike membentuk aliansi bersama. Namanya Indonesian Play Fair Alliance. Sehari sebelum Piala Dunia digelar, mereka berunjuk rasa di Jakarta. Upah minim dan kebebasan berserikat menjadi tuntutan utama. Ketua Serikat Pekerja Nasional SPN, Lilis Mahmudah.

LILIS: Kita punya 3 tuntutan: kebebasan berserikat, upah layak dan buruh kontrak. Dalam dialog, buyer menyepakati bikin aturan main bagaimana kebebasan berserikat bisa dilaksanakan. Sebetulnya yang paling penting di situ. Kalau kebebasan berserikat sudah dilakukan dengan benar, soal buruh kontrak dan upah layak punya ruang nego oleh serikat.

Kata Lilis, pabrik sepatu olahraga akan menerima order besar menjelang Olimpiade 2012 di Inggris. Kini aliansi beberapa serikat buruh sepatu olahraga sedang menjalin hubungan dengan serikat-serikat buruh di Inggris. Supaya nasib buruk buruh sepatu Indonesia didengar dunia.

LILIS: Kami ingin Nike dan Adidas secara faktual mengakui bahwa mereka punya hubungan dengan buruh, di Indonesia dan negara lain. Gak mungkin mereka bangun kerjaan bisnis begitu besar, dengan keuntungan berlipat ganda, triliunan poundsterling, gak mungkin bisa didapatkan kalau gak ada buruh.

ATMOS: Lagu piala dunia_shakira
ATMOS: Suasana rekaman pertandingan Piala Dunia

SAIMAH: Ya tuh Im, kata laki saya, sepatunya dipake, itu kan Adidas.
KBR68H: Pernah tau harga jualnya?
SAIMAH: Taunya mahal aja.
KBR68H: Mampu terbeli?
SAIMAH: Boro-boro gaji aja tidak cukup, apalagi beli sepatu itu. Ya bangga, ampun sepatunya mahal kok gaji saya kecil. Ngenes aja, ketimbang bangku sampai diangkat saya di PHK. Saya kepikir gitu di rumah kalo lagi liat bola.

ELIS: Sebenarnya ada senang juga apa yang kita kerjakan dipakai mereka, tapi timbal baliknya. Kita kerja keras, kewajiban kita lakukan, tapi timbaliknya kurang. Sangat ingin mereka tahu bahwa yang mereka pakai itu dengan keringat kita, dengan keadaan seperti ini. Biar ada perubahan.

ATMOS: Lagu piala dunia_shakira
ATMOS: Suasana rekaman pertandingan Piala Dunia

Demikian SAGA yang disusun Reporter KBR68H Andreas Ronny. Saya Fia Anwar, terima kasih sudah mendengarkan.

(diambil Dari FacabookKBR68H-- SAGA)

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item