Batalkan Pasal 59 UU PPTKILN, TKI Tidak Perlu Urus Perpanjangan di Indonesia

Jakarta, 17/10/2014. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk menghapus satu dari empat pasal dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004 ...


Jakarta, 17/10/2014. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk menghapus satu dari empat pasal dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) yang dimohonkan oleh tiga orang buruh migran untuk diuji. Dalam putusannya, MK membatalkan Pasal 59 yang menyebutkan "TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan yang telah berakhir perjanjian kerjanya dan akan memperpanjang perjanjian kerjanya, maka TKI yang bersangkutan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia".

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, menyatakan Pasal 59 UU PPTKILN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tutur Ketua Majelis MK Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan perkara nomor: 50/PUU-XI/2013 di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2014).

Pertimbangan Mahkamah, ketentuan yang mengharuskan pulang terlebih dahulu ke Indonesia kontradiktif. Diantaranya, menyulitkan TKI kembali bekerja pada majikan yang sama atau setidaknya memperoleh kembali pekerjaan dengan kualitas yang sama. Atau berpotensi menghilangkan kesempatan bagi TKI untuk memperpanjang perjanjian kerja dengan pengguna jasa TKI yang sesuai dengan TKI.

Mahkamah menyatakan, tidak menemukan argumentasi yang kuat mengapa TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia saat akan melakukan perpanjangan perjanjian kerja. Sebaliknya, bagi TKI yang bekerja di bawah naungan instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, badan hukum swasta di negara pengguna TKI tidak diwajibkan pulang.

Mahkamah berpendapat, pembedaan perlakuan terhadap TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 59 UU PPTKLN telah menghalangi hak para pemohon untuk diperlakukan sama di hadapan hukum serta melanggar hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

"Permohonan pengujian konstitusional Pasal 59 UU PPTKLN beralasan menurut hukum," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan Mahkamah. Sementara tiga pasal lainnya, yakni Pasal 10 huruf b, Pasal 58 ayat (2), dan Pasal 60 UU PPTKI tidak beralasan menurut hukum.

Sebelumnya, tiga buruh migran, Arni Aryani Suherlan Odo, Siti Masitoh dan Ai Lasmini yang tergabung dalam Yayasan PRO TKI mengajukan uji materi UU PPTKILN. Mereka menganggap Pasal 10 huruf b, Pasal 58 ayat (2), Pasal 59, dan Pasal 60 UU PPTKILN melanggar hak-ahak konstitusionalnya.

Mereka menilai, Pasal 59 sangat tidak efektif dan berpotensi para TKI kehilangan kesempatan kerja pada majikan yang sama. Mereka menilai pasal ini bersumber dari ketentuan pengguna jasa TKI. Pasal 1 angka 7 UU PPTKI LN menyatakan, pengguna TKI berupa instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, badan hukum swasta, dan atau perseorangan.

Bagi TKI yang bekerja di bawah naungan instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, badan hukum swasta, ditempatkan oleh pemerintah dengan dasar perjanjian tertulis antara pemerintah dengan pemerintah atau instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, badan hukum swasta, dan atau perseorangan pengguna TKI di negara tujuan. Sementara TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) lewat mitra usaha di negara tujuan.

Perbedaan tata cara penempatan tersebut, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 59, dinilai pemohon memunculkan diskriminasi antara TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan dengan TKI yang bekerja di bawah naungan lembaga atau instansi pemerintah dan badan hukum swasta.

Kemudian ketentuan Pasal 10 huruf b mereka anggap absennya negara melindungi TKI pengguna perseorangan dengan menyerahkan tanggung jawab kepada swasta, yakni PPTKIS. Sementara Pasal 58 ayat (2) khususnya frasa "Oleh dan menjadi tanggung jawab PPTKIS" diartikan yang boleh mengurus perpanjangan perjanjian kerja hanya PPTKIS. Sementara Pasal 60 disebutkan jika perpanjangan perjanjian kerja itu dilakukan sendiri oleh TKI, PPTKIS tidak bertanggung jawab atas segala resiko yang timbul.

Untuk itu, para Pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu karena dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.(SI-rd2014).


Sumber berita: http://www.gresnews.com/berita/hukum/001710-batalkan-pasal-59-uu-pptkiln-tki-tidak-perlu-urus-perpanjangan-di-indonesia/ reporter : Karim Siregar,redaktur : Muhammad Fasabeni

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item