Pernyataan Sikap GSBI : GSBI Menolak Intervensi Tentara dalam Rencana Pelaksanaan Rapat Penentuan Upah di Provinsi Jawa Barat

Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) :

GSBI Menolak Intervensi Tentara dalam Rencana Pelaksanaan Rapat Penentuan UMSP Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat 

Salam Demokrasi !!

PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan semakin terbukti memberikan tindasan secara ekonomi serta politik terhadap klas buruh di Indonesia. Sejak disahkan Oktober 2015 yang lalu, PP No.78/2015 telah menghambat laju kenaikan upah buruh, di tahun 2017, dalam penetapan UMP dan UMK dibeberapa wilayah seperti Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Sumatra Utara, Provinsi Jawa Timur, kenaikan upah hanya sebesar 8,25%.  Angka ini lebih rendah dari tahun 2016, dimana upah hanya mengalami kenaikan sebesar 11,5 persen secara nasional. Rendahnya kenaikan upah tahun 2017 tidak terlepas dari PP No.78/2015 yang kemudian diperkuat implementasinya dengan SE Menakertrans No. B.175/MEN/PHIJSK-UPAH/X/2016 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi.

Tindasan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kemudian juga diiringi dengan tindakan fasis negara melalui kekuatan militernya. Pada aksi penolakan PP No.78/2015 tahun lalu, telah mengakibatkan 26 orang aktifis buruh dinyatakan bersalah, dituntut 1 bulan kurungan dengan masa percobaan 2 bulan. Belum lama ini intervensi militer didalam urusan perburuhan kembali menguat. Ini terlihat melalui surat undangan Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat Nomor: Und.19/XI/Perlin mengenai Rapat Pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat untuk Penentuan UMK dan UMSP Jawa Barat yang akan diselenggarakan pada 21 November 2016 bertempat di Markas KODAM III/Siliwangi TNI AD-Bandung. Hal ini membuktikan karakter sesungguhnya pemerintahan Jokowi yang fasis dan anti demokrasi. Sebelumnya, TNI juga memainkan peran aktifnya untuk melakukan intimidasi terhadap buruh pada 9 November  2016 di ICE Serpong, Tangerang dengan meminta perusahaan-perusahaan yang ada di Tangerang untuk mengerahkan buruhnya guna mendapatkan pengarahan langsung dari Jendral TNI AD.

GSBI memandang, keterlibatan TNI dalam memfasilitasi penyelenggaraan Rapat Pleno Dewan Pengupahan di lingkungan kesatuan TNI AD, termasuk juga mengundang buruh didalam berbagai pertemuan-pertemuan luas adalah bentuk intimidasi dan intervensi serta teror dalam urusan perburuhan serta mematikan proses demokrasi didalam penetapan kenaikan upah bagi buruh. Menyelenggarakan rapat untuk membahas persoalan yang menyangkut penghidupan kaum buruh namun dilakukan di markas tentara (TNI) yang jauh dari lingkungan kerja buruh adalah tindakan yang tidak mencerminkan demokrasi, dan semakin membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi-JK telah kehilangan cara selain menggunakan tindakan kekerasan untuk meredam aspirasi rakyat.

  

Atas dasar tersebut, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai organisasi pusat perjuangan buruh di Indonesia yang Independen, militan, patriotik dan demokratik menyatakan sikap: “Mengecam dan Menolak Intervensi Tentara (TNI) dalam Rencana Penyelenggaraan Rapat Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat untuk Membahas Upah Buruh yang akan diselenggarakan di Markas KODAM III/Siliwangi TNI AD, 21 November 2016”. GSBI juga menuntut.

1. Cabut PP No.78 tahun 2015.
2. Naikkan upah buruh sesuai dengan Kebutuhan Hidup Minimum buruh dan keluarganya, bukan hanya bersandar pada prosentase pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
3. Berikan jaminan kebebasan berserikat termasuk melakukan pemogokan.
4. Hentikan terror, intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap buruh serta aktifis rakyat lainnya
5. Turunkan harga bahan kebutuhan pokok rakyat.
6. Laksanakan reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional sebagai jalan keluar atas persoalan klas buruh di Indonesia.
   

Jakarta, 19 November 2016

Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia  (DPP GSBI)

Rudi HB Daman                                Emelia Yanti MD Siahaan

Ketua Umum                                       Sekretaris Jendral