May Day, Merosotnya Penghidupan Kaum Buruh dan Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi

May Day, Merosotnya Penghidupan Kaum Buruh dan Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Paket Kebijakan Ekonomi yang dirilis oleh pemerintahan ...

May Day, Merosotnya Penghidupan Kaum Buruh dan Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi


Paket Kebijakan Ekonomi yang dirilis oleh pemerintahan Jokowi-JK sejak akhir tahun 2015, tidak ubahnya sebagai dikte imperialisme terhadap rejim bonekanya di Indonesia. Hal ini didasarkan pada isi dari seluruh paket kebijakan ekonomi (I s.d XIV) yang syarat akan kepentingan imperialisme untuk terus memperkokoh dominasinya secara politik, ekonomi, kebudayaan hingga militer terhadap bangsa Indonesia.

Berbagai kemudahan investasi yang ditawarkan dalam paket kebijakan ekonomi ala Jokowi tidak lain adalah usaha dari pemerintahan Jokowi untuk memberikan kemudahan bagi negeri-negeri imperialisme menanamkan investasi (melakukan ekspor kapital) di Indonesia, guna membantu negeri-negeri imperialisme tersebut keluar dari krisis yang terus melanda. Disisi yang lain, melalui paket kebijakan ekonominya, pemerintahan Jokowi juga menawarkan upah buruh murah, jaminan keamanan bagi investasi, kemudahan atau keringanan pajak, hingga kemudahan dalam mendapatkan ijin pemanfaatan lahan bagi perkebunan dan pertambangan. Terasa lengkap apa yang telah dilakukan oleh rejim ini dalam memberikan kuasa kepada imperialisme untuk mengeksploitasi seluruh sumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia.

Melalui paket kebijakan ekonomi yang telah dilahirkan, pemerintahan Jokowi terbukti telah memerosotkan penghidupan bagi klas buruh, kaum tani dan seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, faktanya klas buruh yang bekerja diperkotaan semakin tertindas dengan berbagai kebijakan pengupahan pemerintah yang terus mempertahankan skema politik upah murah. Meskipun setiap tahun mengalami kenaikan, namun sesungguhnya nilai dari upah yang diterima selalu defisit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika diperbandingkan, pada tahun 1990-an, seluruh upah buruh dalam sebulan dapat membeli sekitar 350 kg beras, tetapi pada 2013, upah buruh di Jakarta yang besarnya 2,2 juta rupiah hanya mampu membeli 200 kg beras (BBC Indonesia, 29 Oktober 2013). Ini berarti bahwa dalam 15 tahun nilai riil upah minimum turun hampir 50%.

Kemerosotan upah buruh terus terjadi secara berturut-turut. Diakhir tahun 2013, diterbitkan Inpres No.9 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan juga Kepmen No.7 tahun 2013 tentang Upah Minimum. Ini adalah respon agar tidak ada lagi kenaikan upah yang angkanya melebihi 30 persen, yang oleh pemerintah dianggap dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Puncaknya, pembatasan upah dilakukan kembali pada kepemimpinan Jokowi-JK dengan menerbitkan PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Secara berturut-turut, kenaikan upah minimum bagi buruh mengalami penurunan yang signifikan. Jika pada tahun 2015 kenaikan upah secara nasional masih diangka 18,6 persen, turun menjadi 11,5 persen pada tahun 2016 dan hanya naik 8,25 persen pada tahun 2017. Defisit yang harus ditanggung oleh buruh yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya dari penurunan upah ini mencapai 30-35 persen (berdasarkan survey internal GSBI pada 2016).




Data Kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten di Jawa tahun 2017

No
Kota/Kabupaten
UMK
Selisih
Kenaikan
2016
2017
Hari
Jam
1
Kota Tangerang
3,043,950
3,295,075
251,125
10,045
1,255
2
Kab. Tangerang
3,021,000
3,270,936
249,936
9,997
1,249
3
Kota Bekasi
3,327,160
3,601,650
274,490
10,979
1,372
4
Kab. Bekasi
3,261,375
3,530,438
269,063
10,762
1,345
5
Kab. Karawang
3,330,505
3,605,271
274,766
10,999
1,373
6
Kab. Sukabumi
2,195,435
2,736,558
541,123
21,644
2,705
7
Kab. Jombang
1,924,000
2,082,730
158,730
6,349
793
8
Rata-Rata
2,871,917
3,160,379
288,462
11,538
1,442

Paket kebijakan ekonomi Jokowi telah menetapkan formulasi tentang kenaikan upah buruh hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, buruh semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Dua tahun terakhir paska penetapan upah melalui PP No.78 tahun 2015, buruh yang bekerja disektor alas kaki hanya mendapatkan kenaikan upah sebesar Rp. 10,589 per hari, atau setara dengan Rp. 1,323 per satu jam kerja.  Tidak berbeda jauh dengan rata-rata kenaikan upah minimum per jam sesuai tabel data diatas. Hal ini tidak sebanding dengan laba maksimum yang diterima oleh perusahaan, karena melalui paket kebijakan ekonomi mereka mendapatkan bantuan revitalisasi mesin, keringanan dan potongan pajak, insentif energy listrik, hingga dukungan infrastruktur untuk mempermudah keluar masuk arus barang. Situasi sulit yang demikian, pada akhirnya memaksa buruh untuk bekerja lembur, ataupun mencari penghasilan tambahan lain (:ikut ojeg online, Jualan Pulsa, berdagang), bahkan mayoritas klas buruh Indonesia dipaksa harus menekan pengeluarannya, “mengencangkan ikat pinggang” hanya untuk mengejar defisit upah guna memenuhi kebutuhan hidup minimumnya.

Tidak hanya upah, tindasan pemerintah terhadap klas buruh juga dihadirkan melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dengan berbagai alasan. Karena Perusahaan tutup/pailit, pindah atau relokasi, menurunnya order, efisiensi, dan berbagai alasan lainnya. Tidak adanya jaminan atas kepastian kerja, sehingga buruh senantiasa dihinggapi kekhawatiran akan kehilangan satu-satunya sumber penghidupan bagi keluarga mereka. Sistem kerja kontrak, outsourcing dan yang terbaru saat ini adalah diterbitkannya aturan tentang pemagangan. Terkait dengan hal ini, organisasi memandang bahwa tidak adanya jaminan atas kepastian kerja mempunyai hubungan yang erat dengan fleksibilitas tenaga kerja. Jumlah pengangguran (cadangan tenaga kerja) yang besar sesungguhnya sengaja diciptakan dan dipertahankan sebagai upaya untuk melemahkan perjuangan buruh atas upahnya. Buruh dipaksa agar tidak menuntut upah terlalu tinggi, dan selalu diancam dengan PHK kalau melakukan hal tersebut, karena pengusaha mengetahui benar bahwa mereka memiliki cadangan tenaga yang melimpah dan siap diupah rendah.

Agar memudahkan pengusaha untuk mengakses cadangan tenaga yang melimpah inilah maka dibutuhkan fleksibilitas tenaga kerja, diperlukan kebijakan dari pemerintah yang mengatur bagaimana penggunaan tenaga kerja bisa berganti dengan mudah dan cepat. Maka lahirlah sistem kerja jangka pendek, masih dipertahankannya outsourcing dan ditambah lagi saat ini dengan praktek pemagangan yang telah mulai berjalan diberbagai perusahaan. Dengan memberikan upah bagi buruh magang lebih rendah, perusahaan dapat menikmati tenaga buruh dengan waktu kerja yang sama dengan buruh tetap. Seluruhnya memiliki motif ekonomi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari tenaga kerja yang murah, sementara secara politik akan mengancam keberadaan serikat buruh termasuk ancaman akan hilangnya kebebasan berserikat bagi buruh. Tanpa jaminan atas kebebasan berserikat, mustahil bagi klas buruh untuk melancarkan perjuangan kenaikan upah didalam pabrik.

Persoalan lain yang mengemuka dan dihadapi klas buruh saat ini adalah praktek pemberangusan serikat buruh yang terus saja terjadi. PHK terhadap pimpinan serikat buruh, tidak diberikannya kebebasan bagi serikat buruh untuk menjalankan aktifitas dan kegiatan organisasi, intimidasi terhadap pimpinan dan anggota serikat buruh, bahkan hingga penggunaan kelompok masyarakat sipil tertentu untuk menindas keberadaan serikat buruh yang mempunyai konsistensi untuk memperjuangkan hak-hak buruh didalam pabrik, serta berbagai metode lainnya.

Di perkotaan, rakyat saat ini juga menghadapi persoalan penggusuran yang semakin masif. Berbagai mega proyek infrastruktur yang menjadi program strategis pemerintahan Jokowi-JK telah mengorbankan kepentingan rakyat dan akan terus menjadi ancaman bagi masyarakat. Bagi gerakan buruh militant yang anti imperialisme, maka persoalan penggusuran harus dipahami sebagai masuknya investasi imperialisme dengan mengatasnamakan pembangunan, sementara tidak pernah ada investasi yang memberikan kenguntungan bagi rakyat. Investasi hanya akan menghadirkan penggusuran, mendatangkan tindasan fasis negara terhadap rakyat yang berusaha mempertahankan haknya. Sehingga tidak ada alasan bagi gerakan buruh yang berbasis di perkotaan untuk tidak terlibat dalam setiap kampanye dan perjuangan melawan penggusuran, karena sesungguhnya berjuang melawan penggusuran adalah implementasi dari gerakan anti-imperialisme.

Bagi kaum tani di pedesaan, paket kebijakan ekonomi juga menghadirkan ancaman yang tidak kalah hebatnya. Berbagai kemudahan ijin untuk penguasaan tanah untuk pertanian dan perkebunan skala besar, pertambangan dan infrastruktur telah dan akan terus menghancurkan penghidupan bagi kaum tani. Perampasan tanah akan semakin masif seiring dengan diterbitkannya berbagai ijin pengelolaan lahan oleh pemerintah. Artinya, akan semakin banyak kaum tani yang akan kehilangan tanah mereka sebagai sumber penghidupan utama bagi keluarga.

Yang juga menjadi persoalan bagi kaum tani saat ini adalah program reforma agrarian palsu yang tengah digagas oleh pemerintahan Jokowi-JK, dimana pemerintah akan membagikan lahan kepada kaum tani seluas 9 juta hektar. Kenapa disebut sebagai reforma agrarian palsu? 

Bagi kaum tani di Indonesia, masalah utama yang dihadapi saat ini adalah monopoli atau penguasaan atas tanah yang membuat kaum tani tidak lagi memiliki tanah sebagai sumber penghidupannya. Program reforma agraria yang dijanjikan oleh pemerintahan Jokowi sama sekali tidak menyentuh atau menghilangkan praktek monopoli tanah yang saat ini masih eksis di Indonesia. Reforma agraria sejati adalah program untuk membebaskan kaum tani dan rakyat Indonesia dari praktek monopoli atas tanah, bukan hanya sekedar memberikan atau membagikan tanah kepada kaum tani. Tidak ada artinya bagi rakyat Indonesia jika Jokowi memberikan 9 juta hektar kepada kaum tani, namun disisi yang lain memberikan 26 juta hektar kepada perusahaan-perusahaan perkebunan sawit ataupun jutaan hektar lainnya untuk pertambangan skala besar. Pemerintahan Jokowi masih tetap memberikan kemudahan investasi untuk penguasaan lahan di Indonesia melalui paket kebijakan ekonomi, termasuk memberikan kemudahan dalam proses perijinannya.

Selain itu, program reforma agraria Jokowi sama sekali tidak menyentuh terhadap pemberian subsidi kepada kaum tani. Tidak menyediakan sarana produksi pertanian yang murah bagi kaum tani, termasuk memberikan perlindungan terhadap hasil produksi kaum tani. Tanpa memberikan subsidi dan perlindungan harga didalam program reforma agrarianya, pemerintahan Jokowi telah mengirim kaum tani kedalam beban penghidupan yang sangat berat. Belum lagi jika kaum tani dipedesaan harus menghadapi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok sebagai akibat gagalnya pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap harga bahan pokok.

Aspek lain yang menjadi dasar obyektif bagi organisasi kita untuk mengatakan bahwa program reforma agraria yang dijalankan oleh Jokowi adalah palsu atau bukan reforma agrarian sejati yaitu, tidak dilibatkannya kaum tani, atau organisasi-organisasi tani dalam menyusun program reforma agraria tersebut. Pemerintahan Jokowi-JK tidak pernah menanyakan kepada kaum tani, tidak juga melibatkan organisasi massa tani nasional didalam menetapkan program reforma agraria. Sehingga hasilnya, program reforma agraria tersebut tidak sama sekali mewakili kepentingan atau aspirasi kaum tani di Indonesia.

Untuk mengimplementasikan rekomendasi dan aspirasi American Chamber (AmCham) 2015 yang mewakili kepentingan seluruh perusahaan asing dan lembaga dana asing, pemerintah Jokowi terus menggenjot pembangunan infrastruktur. Berdasar pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, Jokowi telah merancang pembangunan infrastuktur besar-besaran: membangun 30 waduk baru, 33 PLTA, jalan baru sepanjang 2,600 km, jalan tol sepanjang 1,000 km, 15 bandar udara baru, 24 pelabuhan baru, jalur kereta api baru sepanjang 3,200 km, dan perluasan areal perkebunan kelapa sawit untuk menunjang penggunaan 15 persen biofuel pada setiap liter solar, 36 PLTU bertenaga batubara 20.000 MW sebagai bagian dari rencana pembangunan 35.000 MW, puluhan kawasan industri baru dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Setelah menerbitkan Perpres No. 30/2015 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum (infrastruktur), Jokowi juga mengikat keputusan politiknya melalui PP No.3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang berisi 225 proyek nasional, selain Peraturan Presiden No.107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. Seluruh keputusan politik Jokowi yang merampas tanah rakyat besar-besaran demi melempangkan aliran kapital asing, telah menjadi kenyataan politik yang pahit di negeri ini.

Persoalan lainnya, rakyat saat ini juga dihadapkan dengan semakin tidak terkontrolnya harga-harga kebutuhan pokok. Mulai harga daging hingga yang terakhir harga cabai melonjak hingga berkali lipat dari harga biasa. Dan pemerintah tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah-masalah demikian, tidak hanya dalam jangka pendek, akan tetapi untuk kepentingan yang lebih strategis dimasa yang akan datang. Subsidi atas listrik juga terus dicabut dan berakibat pada semakin beratnya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh rakyat. Pengurangan subsidi terhadap pengguna listrik 900 VA sejak awal tahun ini telah memberikan beban tersendiri, dimana pengguna harus membayar dua kali lipat dibandingkan sebelum ada kenaikan. Ini tidak sebanding dengan kenaikan penghasilan yang diterima oleh klas buruh ataupun kaum tani di pedesaan.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa paket kebijakan ekonomi yang dihadirkan oleh pemerintahan Jokowi telah menambah beban penderitaan rakyat. Bagi buruh, tidak ada kata lain sesungguhnya selain terus mengobarkan perjuangan untuk perbaikan upah agar bisa memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Perjuangan untuk perbaikan upah bukan semata-mata menuntut hanya pada kenaikan upah yang tinggi. Lebih dari itu, perbaikan upah bagi buruh adalah usaha-usaha yang dilakukan bagi pemenuhan kebutuhan hidup minimum. Artinya, selain melancarkan perjuangan upah, buruh harus juga menuntut agar pemerintah memberikan subsidi yang besar kepada rakyat. Subsidi untuk kesehatan, pendidikan, perumahan, listrik, BBM, dan berbagai kebutuhan public lainnya, termasuk menuntut kepada pemerintah agar dapat melakukan kontrol terhadap harga-harga kebutuhan pokok, agar harga tidak melonjak tinggi dan merampas kembali pendapatan klas buruh.

Pun demikian bagi kaum tani, perjuangan untuk reforma agrarian sejati, melawan segala bentuk perampasan tanah adalah perjuangan utama yang semestinya dilakukan. Kaum tani tanpa tanah, maka sesungguhnya tidak akan ada kehidupan bagi mereka. Tidak ada tanah berarti juga tidak aka nada makanan. Sama halnya dengan gerakan buruh, kaum tani dalam perjuangannya untuk mempertahankan dan mendapatkan tanah juga penting menuntut kepada pemerintah agar diberikan subsidi yang besar, sehingga mempunyai biaya produksi, menuntut agar harga komoditas tidak jatuh, serta menuntut diuturunkannya harga kebutuhan pokok. Subsidi yang sama juga harus diberikan untuk pendidikan dan kesehatan, termasuk memberikan fasilitas-fasilitas umum yang baik bagi kaum tani.

Tidak ada yang harus dipercaya dari program reforma agrarian ala Jokowi dan rencana pemerintah membangun industri nasional, karena semuanya adalah palsu. Reforma agrarian yang sejati bukan hanya sekedar membagi-bagi tanah atau memberikan sertifikasi tanah. Reforma agraria sejati adalah pembebasan kaum tani dan rakyat Indonesia dari praktek monopoli dan perampasan tanah. Reforma agrarian yang sejati adalah syarat bagi negeri ini untuk dapat mengakumulasi kapitalnya, dengan demikian negeri inipun memiliki syarat untuk membangun industri nasionalnya. Ide membangun industri nasional oleh Jokowi adalah omong kosong. Tidak pernah industri nasional dimanapun dibangun dari investasi asing, dari modal yang diberikan oleh imperialisme. Sehingga reforma agrarian sejati adalah sebuah keharusan bagi rakyat dinegeri ini jika hendak membangun industri nasionalnya.

Peringatan Mayday 2017, harus menjadi momentum yang baik bagi kaum buruh dan seluruh rakyat diberbagai sector untuk membangun persatuannya melawan pemerintahan Jokowi-JK. Mayday bukan hanya milik klas buruh, namun harus menjadi momentum bagi gerakan rakyat untuk terus melakukan pemblejetan terhadap seluruh kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini dikarenakan seluruh kebijakan yang dilahirkan oleh Jokowi-JK melalui paket kebijakan ekonominya, terbukti hanya menghadirkan penderitaan bagi rakyat. Sehingga penting bagi gerakan untuk terus mengkampanyekan, membuka watak asli dari pemerintahan Jokowi yang tidak demokratis dan tidak nasionalis, agar seluruh rakyat mengetahuinya. Seiring dengan kampanye pemblejetan atas kebijakan Jokowi, gerakan perlawanan untuk menentang seluruh skema kebijakan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi juga harus menjadi agenda bagi gerakan rakyat untuk dijalankan. Aksi dan kampanye massa melawan PP No.78 tahun 2015 misalnya, harus terus bergelora sampai pada kemenangannya. (red2017).


Di Terbitkan oleh DPP GSBI
Untuk Peringatan Hari Buruh Internasional (MayDay) 1 Mei 2017.

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item