Pandangan dan Sikap GSBI atas Krisis Perang di Ukraina

Pandangan dan Sikap  Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Nomor : PS.0002/DPP.GSBI/JKT/III/2022   Atas Krisis Perang Di Ukraina   T...


Pandangan dan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)

Nomor : PS.0002/DPP.GSBI/JKT/III/2022

 Atas Krisis Perang Di Ukraina

 

Tidak untuk Agresi AS-NATO, Tidak untuk Imperialis Rusia,

Tidak untuk Perang atas Ukraina!

 

 

Salam Demokrasi !!

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) sebagai pusat perjuangan buruh di Indonesia merasa penting untuk menyampaikan pandangan dan sikap atas krisis perang yang terjadi di Ukraina. Karena krisis perang di Ukraina jelas merugikan kepentingan klas pekerja dan rakyat Ukraina, Eropa Timur dan dunia. Pandangan dan sikap ini juga merupakan kecaman keras bagi sistem imperialis dan negara-negara imperialis yang terlibat mengobarkan perang di tengah pandemi global yang terus berlanjut dan salah satu krisis ekonomi terburuk dalam sejarah, yang keduanya menghancurkan kehidupan klas pekerja dan rakyat dunia.

Sebagaimana diketahui, Ukraina, sejak 24 Februari 2022, telah menjadi medan perang baru antara kekuatan Imperialis Nomor Satu Dunia USA-NATO dengan sekutunya, melawan Federasi Rusia-CSTO (Collective Security Treaty Organization). Perang itu pecah, sesudah sebelumnya Republik Federasi Rusia memberikan pengakuan kemerdekaan terhadap Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR). Dengan dalih melindungi rakyat Donestk dan Luhansk dari kekejaman rezim Neo-Nazi Ukraina yang Pro USA-NATO dibawah Kepemimpinan Volodymyr Zelensky, serta atas permintaan bantuan DPR dan LPR kepada Republik Federasi Rusia, Vladimir Putin kemudian memustuskan “Operasi Kampanye Militer Khusus”. Tujuannya untuk “Demiliterasisasi dan Denazifikasi” rezim Boneka USA-NATO di Ukraina. Kampanye politik-militer Rusia-Putin ini juga mendasarkan pada kepentingan pertahanan dan keamanan strategis Rusia dari ancaman USA-NATO yang secara berkelanjutan terus memperluas dominasi dan hegemoninya terhadap negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur, tak terkecuali terhadap negara-negara bekas Uni-Soviet yang kecil dan lemah, termasuk Ukraina.

Ukraina, sebelum pecahnya Uni Soviet pada Tahun 1991, merupakan bagian dari Union of Soviet Sosialist Republics (USSR). Ukraina dan Rusia, bahkan sudah memiliki hubungan historis yang kuat selama hampir 200 tahun, sejak sama-sama di bawah kekuasaan Tsar Rusia. Dimana dalam perkembangan sejarah selanjutnya, keduanya dengan patriotis dan herois bersama-sama membangun masyarakat sosialis setelah secara gemilang memenangkan Revolusi Besar Sosialis Oktober pada Tahun 1917.

Rakyat Ukraina dan Rusia, juga membuktikan dirinya sebagai patriot dan pahlawan besar dalam membela dan mempertahankan tanah airnya dari invasi brutal Rezim Nazi Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler. Keduanya, juga memberikan sumbangan besar pada Front Pertempuran Kedua di Timur  dalam Perang Imperialisme II (Perang Dunia Ke-2), dan memiliki jasa tak terlupakan dalam mengalahkan Nazi-Jerman, ketika Tentara Merah Uni Soviet menjadi kekuatan yang pertama-tama berhasil menduduki Jerman pada Tahun 1945 dan menggulingkan kekuasaan Adolf Hitler-Nazi Jerman.

Ukraina dan Rusia, keduanya juga berhasil membangun modernisasi di bawah USSR. Namun, akibat garis keliru di bidang politik dan ekonomi di era Uni Soviet, sejak akhir tahun 1950-an, membuat perpecahan dan kebangkrutan Uni Soviet tidak terhindarkan dan tertolong. Bubarnya Uni Soviet, pada akhirnya juga diiringi dengan bubarnya Pakta Warsawa, sebuah aliansi pertahanan politik militer sebagai tandingan terhadap North Atlantic Treaty Organization (NATO) di bawah kontrol dan kendali USA-Imperialis. Setelahnya, banyak negara-negara yang menjadi penyusun Uni Soviet mendeklarasikan kemerdekaan dan menjadi negara berdaulat, termasuk Ukraina.

Rentetan krisis ekonomi, korupsi, di tengah krisis periodik dari sistem ekonomi kapitalis monopoli dunia, telah membawa perubahan-perubahan politik tertentu di Ukraina dan sebagian besar negara-negara bekas Uni Soviet. Pada saat yang bersamaan, USA-NATO terus melakukan hasutan dan provokasi ekonomi, politik dan militer untuk memastikan dominasinya bertahan dan meluas ke Eropa Timur dan Eropa Tengah. Imperialisme USA juga mempromosikan kebijakan Neo-Liberal untuk diadopsi oleh negara-negara bekas Uni Soviet, dan negara-negara Eropa Tengah maupun Eropa Timur. Dengan didahului “Revolusi Orange”, dan di tengah krisis ekonomi sistem kapitalisme monopoli dunia, USA-NATO-Uni Eropa melanjutkan hasutan-hasutan politik, ekonomi, dan militer, hingga mendorong perubahan-perubahan rezim politik negeri-negeri Eropa Tengah, Eropa Timur, tak terkecuali di Ukraina. Rezim baru, membawa tendensi “ultra nasionalis”, paham “Neo-Nazi”, mengadopsi kebijakan Neo-Liberal, dan memperkuat keinginannya bergabung ke Uni Eropa dan NATO. Hasil dari itu semua, membawa politik “persatuan” Ukraina dengan Rusia berganti menjadi “Politik Permusuhan” dan mengalihkan persekutuannya dengan USA-NATO dan Uni Eropa. Usaha buruk NATO dibawah kepemimpinan USA untuk terus menghasut negara-negara bekas Uni Soviet bergabung ke dalam Pakta Pertahanan tersebut, dianggap oleh Republik Federasi Rusia sebagai ancaman strategis atas pertahanan dan keamanannya. Saat ini, keanggotan NATO telah bertambah menjadi 30 negara anggota dari sebelumnya hanya 12 negara anggota pada saat pendiriannya pada Tahun 1949. Negara-negara di Eropa Timur, seperti Polandia, Latvia, Lithuania, Moldova, yang memiliki perbatasan langsung dengan Rusia telah bergabung menjadi anggota NATO.

Hasutan dan provokasi USA-NATO telah membuat hubungan damai antara kedua rakyat, Ukraina dengan Rusia rusak. Demikian halnya dengan hasil-hasil modernisasi pembangunan di era sebelumnya hancur dan beralih kepada pembangunan ekonomi Neo-Liberal-Kapitalis yang menghancurkan standar hidup rakyat di Ukraina, Rusia dan Eropa Timur maupun Eropa Tengah. Kedua rakyat dan bangsa yang sebelumnya bersahabat, hidup rukun dan damai, sekarang hancur karena hasutan dan provokasi perang berkelanjutan dari USA-NATO sebagai usahanya untuk mempertahankan dominasi dan hegemoninya, dan mencegah kebangkitan negeri imperialisme lainnya, yaitu Rusia dan China.


Dalam pandangan GSBI, Imperialisme adalah Perang. Dan merupakan “momok” yang  mengancam peradaban agung umat manusia. Karena itu, imperialisme harus di hancurkan. Perang yang pecah di Ukraina, merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sekaligus sebagai kelanjutan perang agresi maupun perang proksi Imperialis. Semua itu adalah usaha-usaha terkutuk kekuatan negeri-negeri imperialis memperebutkan dominasi dan hegemoni politik, ekonomi, dan militer di berbagai kawasan di dunia, sebagaimana terjadi di Irak, Libya, Yaman, Afganistan, Suriah, serta tindakan-tindakan provokasi dan hasutan perang di Laut Cina Selatan, Semenanjung Korea, Afrika maupun di kawasan Latin Amerika.

Maka tidak terhindarkan, krisis perang di Ukraina telah menambah deretan bencana kemanusiaan yang menyedihkan akibat perang yang dilancarkan oleh negeri-negeri Imperialisme pada periode-periode sebelumnya. Kenyataannya, tidak hanya rakyat di Ukraina, akan tetapi semua rakyat dan bangsa Rusia, Donetsk, Luhansk, Krimea, Eropa Timur dan Eropa Tengah, kesemuanya menjadi korban dan harus menanggung semua penderitaan akibat perang yang berkobar. Ribuan tentara dari kedua negara yang tidak berdosa berguguran. Demikian juga dengan rakyat sipil, anak-anak dan lansia yang sudah susah payah hidupnya karena krisis ekonomi dunia, harus meregang nyawa. Ekonomi dan sarana publik hancur sehingga membawa kesengsaraan rakyat ke dalam derajat yang paling buruk sepanjang krisis sistem kapitalis monopoli dunia. Perang di Ukraina, juga telah melahirkan gelombang besar, setidaknya saat ini sudah 150 ribu rakyat terpaksa mengungsi mencari tempat perlindungan. Dimana angka ini akan terus meningkat hingga mencapai jutaan pengungsi.

Ditengah krisis perang yang berkobar di Ukraina, USA-NATO bukanya mengambil tindakan kuat untuk menghentikan perang di Ukraina melalui jalan politik damai dan diplomasi. Justru mengambil tindakan-tindakan yang membuat perang di Ukraina berkepanjangan. 

Dengan dalih membantu rakyat Ukraina, dan memperkuat pertahanan dan keamanan negara-negara anggota NATO di Eropa Timur dan Eropa Tengah dari ancaman Rusia, NATO dalam sidang daruratnya mengambil keputusan terus melanjutkan kebijakan perluasan keanggotaan NATO di negeri-negeri bekas Uni Soviet, mengaktifkan dalam kesiagaan penuh pasukan NATO Response Forces (NRF) -- setara dengan 40.000 pasukan-- yang dilengkapi persenjataan lengkap untuk pertempuran udara, laut dan darat, di Polandia, Latvia, Lithuania dan Moldova yang berbatasan dengan Rusia dan meneruskan bantuan persenjataan militer dan amunisi untuk Ukraina. Penempatan pasukan NRF NATO tersebut, termasuk 100 jet tempur  di 30 lokasi berbeda serta 120 kapal perang dari berbagai tipe dari utara hingga Mediterania.

USA-NATO secara sepihak juga mengambil kebijakan sanksi ekonomi terhadap Rusia, diantaranya memblokir seluruh akses ekonomi Rusia, termasuk bank besar Rusia, yaitu SBER Bank, VTB, Otkritie, SOV, COM Bank, Novikom Bank, serta mengeluarkan dari sistem SWIFT, memblokir akses teknologi dan pasar teknologi industri militer Rusia, penghentian Proyek Pipa Gas Nord Stream2 sepanjang 1230 km, memblokir aset pengusaha besar monopoli Rusia, Elit Politik dan Vladimir Putin sendiri. Tidak hanya itu, USA dan sekutunya juga memblokir pasar uang Rusia di dunia.

Kebijakan Sanksi Ekonomi, dukungan persenjataan militer dan amunisi kepada Ukraina, dan mobilisasi pasukan NRF NATO, pada pokoknya bukan untuk menghasilkan penyelesaian damai atas Krisis Ukraina. Tindakan itu, sesungguhnya “menumpahkan bensin di atas bara api peperangan yang sedang berkobar”.

GSBI menilai bahwa krisis perang di Ukraina memperlihatkan kebangkrutan sistem imperialis. Lebih jauh lagi menunjukkan kebangkrutan imperialisme AS. Dihadapkan dengan penurunan ekonomi dan pengaruh geopolitik yang memudar, berusaha untuk menegaskan kekuatan militernya di seluruh dunia, terutama melawan saingannya Rusia dan China. Dengan cara ini, berharap dapat meningkatkan keuntungan super kompleks industri militer, menjaga ekonominya tetap bertahan, dan menggunakan kekuatan militer superiornya untuk mempertahankan dominasi globalnya. Krisis Ukraina juga mengungkap kebangkrutan Rusia dan China yang, dalam upaya mereka untuk menegakkan kepentingan negara adidaya mereka, berkontribusi untuk membawa dunia lebih dekat ke perang.

Krisis Ukraina adalah gambaran lain bahwa kontradiksi antar-imperialis di dunia semakin intensif. Cara kerja sistem imperialis menunjukkan bahwa kontradiksi ini hanya akan menjadi lebih buruk di masa depan.

Sementara kita juga menyaksikan, di tengah menajamnya pertentangan diantara kekuatan-keuatan Imperialisme, hasutan perang Imperialisme USA, maupun perang yang berkobar di Ukraina, dan penderitaan hidup rakyat di dalam negeri akibat krisis ekonomi dan krisis kesehatan, Pemerintahan Jokowi sebagai Ketua atau Presidensi G-20, tidak berdaya menjalankan amanat Konstitusi Republik Indonesia untuk bersama-sama dengan rakyat dan bangsa di dunia mewujudkan perdamaian dunia serta mengatasi krisis ekonomi dan krisis kesehatan yang membawa kesengsaraan rakyat Indonesia berkepanjangan.

Atas hal tersebut, GSBI mengutuk keras dan menentang semua tindakan Imperialisme yang terlibat dalam provokasi, hasutan dan perang di Ukraina dengan dalih apapun. Perang Harus Dihentikan. Perdamaian semua pihak harus dilakukan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan prinsip-prinsip de-eskalasi, menghormati kedaulatan Ukraina, dan perdamaian di Eropa Timur dan dunia. Kepentingan kaum buruh dan rakyat dunia harus diprioritaskan di atas kepentingan kaum imperialis.

Karena itu, atas Krisis Perang Di Ukraina, GSBI menyatakan sikap, mendesak dan menuntut untuk :

1.    Menolak Perang Negeri-Negeri Imperialis!!!

2.  Hentikan Provokasi dan Hasutan Perang Berkelanjutan USA-NATO Di Ukraina dan berbagai kawasan lainnya!!!

3.    Hentikan Operasi Militer Khusus Rusia di Ukraina!!!

4.  Selamatkan Rakyat dan Bangsa Rusia, Ukraina, Donetsk, Luhansk dan Krimea Serta Rakyat dan Bangsa Tertindas dan Terhisap Di Dunia Dari Bencana Perang Imperialis!!!

5.  Penuhi Hak Dasar dan Hak Demokratis Rakyat-Bangsa Donetsk, Luhansk dan Krimea!!!

6.    Lindungi, selamatkan dan penuhi hak dasar dan hak demokratis klas buruh, kaum tani, nelayan, masyarakat adat, pemuda, mahasiswa, pelajar dan semua lapisan rakyat paling miskin di Indonesia akibat krisis ekonomi, krisis kesehatan dan akibat yang timbul dari kebijakan perang Imperialis.

Perkuat Solidaritas Klas Buruh dan Tani sedunia !!! Perkuat Solidaritas Rakyat dan Bangsa Tertindas dan terhisap sedunia !!! Klas buruh dan rakyat dunia teruslah menggalang persatuan, terus memperluas dan memperkuat gerakan anti-imperialis untuk melawan perintah imperialis dan tindakan lainnya, serta proxy imperialis dan perang langsung, maupun perang agresi imperialis.

 

Jakarta, 1 Maret 2022

Hormat Kami,

DEWAN PIMPINAN PUSAT 

GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (DPP. GSBI)


Kontak WhatsApp Center GSBI : +62813-1999-6021

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item