Koalisi Buruh Sawit untuk Hari Buruh 2022 : Jamin Pemenuhan Hak-Hak & Tetapkan Kebijakan Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit

Siaran Pers Koalisi Buruh Sawit untuk Hari Buruh 2022 : Jamin Pemenuhan Hak-Hak & Tetapkan Kebijakan Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit...


Siaran Pers Koalisi Buruh Sawit untuk Hari Buruh 2022 : Jamin Pemenuhan Hak-Hak & Tetapkan Kebijakan Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit

Luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 22,2 juta hektar. Industri kelapa sawit saat ini memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Devisa ekspor minyak sawit diperkirakan mencapai 300 triliun rupiah per tahun. Keuntungan perusahaan perkebunan sawit setiap tahun semakin meningkat bahkan dalam situasi pandemi Covid 19. Namun, besarnya penerimaan negara dan keuntungan perusahaan sangat kontras dengan kondisi buruh yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Buruh perkebunan sawit berada pada kondisi kerja eksploitatif, upah murah, status hubungan kerja rentan, minim perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun, tanpa perubahan mendasar. 
 
Koalisi Buruh Sawit meminta pemerintah Indonesia seharusnya melihat kondisi buruk buruh perkebunan sawit tersebut sebagai suatu hal yang sangat penting diselesaikan melalui dukungan kebijakan. Namun, pemerintah justru menetapkan UU Cipta Kerja yang menghilangkan kepastian kerja, kepastian upah, kepastian perlindungan sosial dan kesehatan. UU Cipta Kerja sangat tidak melindungi buruh. Dengan UU Cipta Kerja perusahaan kapan saja bisa mem-PHK buruh dengan alasan rugi  dengan pesangon yang kecil. Koalisi Buruh Sawit menegaskan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja sama sekali tidak memenuhi kebutuhan buruh atas kepastian kerja, kepastian upah, perlindungan sosial dan hidup layak.
 
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat. Mahkamah Konstitusi meminta pemerintah menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. Namun, di putusan MK tidak berlaku di lapangan. Sejumlah perkebunan sawit menggunakan PP Cipta Kerja merespon  tuntutan buruh yang tentu saja merugikan buruh. Alih-alih memenuhi tuntutan menghapus UU Cipta Kerja, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) justru akan  merevisi Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi. Kondisi ini memperlihatkan pemerintah abai terhadap tuntutan rakyat.
 
Koalisi Buruh sawit meminta pemerintah tidak menafikan keberadaan buruh sawit sebagai ujung tombak dari industri sawit di Indonesia, khususnya perempuan yng merupakan kelompok paling dirugikan dan termarjinalisasi. Koalisi Buruh Sawit meminta regulasi khusus perlindungan buruh perkebunan kelapa sawit yang menjamin kepastian kerja, kepastian upah, sistem pengupahan layak, jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, mekanisme perlindungan K3 dan perlindungan terhadap kebebasan berserikat.
 
Berkenaan dengan THR, Koalisi Buruh Sawit meminta pemerintah memastikan buruh perkebunan sawit menerima THR tanpa membedakan status hubungan kerjanya. Koalisi Buruh Sawit menerima informasi dan pengaduan buruh perkebunan sawit di Kalimantan Tengah, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Aceh, Kalimantan Utara tidak menerima THR sesuai ketentuan. Di perkebunan sawit di Aceh dan Sulawesi Tengah, sejumlah buruh belum menerima THR. Di Kalimantan Tengah perusahaan perkebunan sawit memberikan bingkisan seadanya kepada BHL sebagai pengganti THR. Di perkebunan sawit di Bengkulu, sejumlah BHL tidak menerima THR dengan alasan BHL tersebut bekerja di kebun plasma. Koalisi Buruh Sawit meminta pemerintah mengevaluasi dan memberi sanksi kepada perusahaan yang tidak memberi THR atau memberi bingkisan sebagai ganti THR. Pemerintah tidak cukup hanya membuat posko pengaduan saja, tapi memantau langsung ke perkebunan sawit untuk memastikan buruh memperoleh THR.
 
Kenaikan harga minyak goreng dan bahan pokok lainnya yang membebani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah tidak dapat diatasi oleh pemerintah. Harga barang yang sangat melonjak tidak sebanding dengan kenaikan upah buruh di sektor sawit. Hal ini sudah pasti memberi beban tambahan bagi buruh perkebunan sawit. Pemerintah tidak punya desain besar menjamin harga kebutuhan pokok, khususnya minyak goreng tidak melonjak tinggi. Ketika pemerintah menetapkan HET, minyak goreng langka di pasar. Minyak goreng kemudian membanjiri pasar saat pemerintah mencabut kebijakan HET minyak goreng. Sebagai negara dengan luas perkebunan sawit terbesar dan produsen utama minyak sawit, minyak goreng yang langka dan mahal tentu menjadi pertanyaan besar. Koalisi Buruh Sawit menyatakan negara seharusnya memiliki kedaulatan dalam mengelola industri sawit.
 
Pemerintah merespon kenaikan harga minyak goreng pemerintah menetapkan kebijakan larangan ekspor CPO. Pemerintah menyatakan kebijakan tersebut diambil untuk  memastikan produksi CPO dapat ditujukan seluruhnya untuk ketersediaan minyak goreng. Koalisi Buruh Sawit memandang kebijakan larangan ekspor CPO berpotensi memberi dampak buruk bagi buruh perkebunan sawit. Perusahaan perkebunan sawit berpotensi menjadikan larangan ekspor CPO sebagai penyebab kondisi keuangan perusahaan menurun atau operasional perusahaan terganggu dan karena itu berpotensi mengurangi jaminan pemenuhan hak-hak buruh terkait upah, hari kerja dan perlindungan kesehatan.  
 
Merespon Hari Buruh 2022, Koalisi Buruh Sawit menyatakan :
  1. Menolak Omnibus Law Cipta Kerja
  2. Menolak revisi Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) yang bertujuan untuk melegitimasi pembentukan UU Cipta Kerja
  3. Pemerintah mengeluarkan kebijakan perlindungan buruh perkebunan sawit
  4. Pemerintah menjamin buruh perkebunan sawit menerima THR sesuai ketentuan.
  5. Pemerintah memberi sanksi terhadap perusahaan perkebunan sawit yang tidak memberi THR kepada buruh sesuai ketentuan
  6. Pemerintah menjamin harga kebutuhan pokok terjangkau
  7. Pemerintah memastikan larangan ekspor CPO tidak memberi dampak buruk terhadap buruh perkebunan sawit.
 
Sabtu, 30 April 2022
 
 
Kontak Person :
Zidane - Sawit Watch/Koordinator Koalisi Buruh Sawit (081389941647)
Herwin Nasution - SERBUNDO (082267335183)
Dianto Arifin - SEPASI (081250888050)
Ismet - GSBI (081383493575)
Supian Noor (FSPM Sinarmas Kalsel (0813-5163-3628)

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item