Pandangan dan Sikap GSBI dalam Peringat International Migrant Day, 18 Desember 2010

Pandangan dan Pernyataan Sikap : Gabungan Serikat Buruh Independen (Federation of Independent Trade Un...


Pandangan dan Pernyataan Sikap :
Gabungan Serikat Buruh Independen (Federation of Independent Trade Union)

No :  007-SP/DPP.GSBI/JKT/XII/2010
Tanggal  : Sabtu,18 Desember 2010                        
Tentang  : Peringat International Migrant Day, 18  Desember 2010

Kontak person :  (1). Rudi HB Daman  (Ketua Umum GSBI)
 Telp/HP          : +62818-08974078
                        : (2).  Emelia Yanti MD Siahaan (Sekjend GSBI)
Telp/HP           : +62818125857         

Pemerintah (SBY-Budiono) Harus Bertanggung Jawab atas Perlindungan, Tindak Kekerasan dan Perampasan Upah Yang Dialami oleh Buruh Migran Indonesia (BMI)
“HENTIKAN PERAMPASAN UPAH, TANAH DAN KERJA
Ratifikasi Konvensi PBB 1990 tentang Buruh Migran dan Segera Buat Undang-undang Yang Melindungi dan Berpihak Pada Buruh Migran.


Salam Solidaritas!
Krisis ekonomi global yang semakin akut yang terjadi di negeri-negeri imperialis terus berupaya mencari jalan keluar untuk mempercepat pemulihan ekonomi di dalam negeri mereka. Krisis imperialis yang terjadi akibat dari keserakahan dalam produksi (over produksi) yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar milik imperialis, telah membawa kemiskinan dan penderitaan yang semakin buruk bagi rakyat di seluruh negeri khususnya negeri-negeri yang berada dalam dominasi imperialis, tidak terkecuali Indonesia yang merupakan negeri bergantung, setengah jajahan dan setengah feudal.
Dampak terburuk dari krisis imperialis yang terjadi di dalam negeri, dapat dilihat dari semakin meningkatnya perampasan atas upah, kerja dan tanah. Rakyat semakin menderita karena sumber-sumber ekonomi dan penghidupanya di rampas. Tanah yang menjadi sandaran ekonomi dan penghidupan sebagian besar rakyat (kaum tani) terus dirampas oleh perusahaan-perusahaan besar milik asing dan komprador yang ada di dalam negeri bekerjasama dengan pemerintah. Bahkan pemerintah memberikan pelayanan dan akses serta fasilitas bagi perusahaan-perusahaan imperialis di dalam negeri untuk merampas lebih banyak lagi kekayaan alam Indonesia. Begitu juga dengan perampasan atas kerja dan upah yang semakin massif terjadi, kaum buruh diperhadapkan dengan upah murah dan ketidak pastian pekerjaan karena diberlakukannya system kontrak jangka pendek dan outsourcing. Sementara pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi tanpa mampu dihentikan oleh pemerintah. begitu juga dengan pemuda mahasiwa dan golongan rakyat lainya tidak memiliki akses atas pendidikan dan kesehatan serta tidak memiliki akses atas lapangan pekerjaan, karena pemerintah tidak sanggup menyediakannya yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran.
Akibat dari situasi tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang layak dan manusiawi serta lahan sebagai sumber pencarian ekonomi, membuat sebagian rakyat miskin khususnya di pedesaan dengan terpaksa menjadi buruh migrant di luar negeri karena kemiskinan yang terstruktur yang terus dilanggengkan oleh pemerintah.
Saat ini, jumlah buruh migrant Indonesia yang bekerja di luar negeri di berbagai negeri tujuan telah mencapai 6 (enam) juta orang baik yang berdokumen maupun yang tidak berdokumen. Sebagian besar dari jumlah BMI tersebut adalah perempuan yang bekerja di sector domestic (rumah tangga), jumlah yang terus meningkat dari 3-4 tahun sebelumnya. Disamping itu berbagai kasus kekerasan fisik, seksualitas, perampasan upah, kecelakaan kerja, korban perdagangan orang, dan lain sebagainya, yang masih dan terus dialami oleh BMI tidak mampu diselesaikan oleh pemerintah. Bahkan pemerintah cenderung tidak peduli dan tidak ada upaya preventif yang dilakukan untuk menekan tindak kekerasan yang terus dialami oleh BMI. Sepanjang tahun 2010 saja, tercatat ada 5.636 Buruh Migran di Arab Saudi yang mengalami kasus serius. Dan berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri sepanjang tahun 2009 saja kasus BMI telah mencapai 69.000 orang (DetikFinance, 17/12/2010).
SBY-Boediono dalam program 100 (Seratus) harinya menjadikan pengiriman Buruh Migrant ke luar negeri menjadi salah satu program utamanya dengan target pengiriman sebanyak 1 (satu) juta jiwa per tahun. Peningkatan pengiriman BMI yang ditargetkan tersebut tentu untuk menggenjot pemasukan devisa negara melalui remitansi ke dalam negeri.  Bagaimana tidak jika pada tahun 2009 saja International Labour Organisation (ILO) mencatat BMI telah menghasilkan remittance sebesar 6,639 Trilliun USD pada tahun 2009 dan diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun 2010. Dengan angka tersebut mendudukan pengiriman remitensi BMI tersebut menjadi devisi negara terbesar ke dua setelah sector Minyak dan Gas (Migas).
Besarnya sumbangan devisa BMI dari pengiriman remitensi ke tanah air, tidak membawa perubahan atas keadaan dan kehidupan BMI dan keluarganya, karena pemerintah tidak pernah serius untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap BMI dan keluarganya. Kebijakan pemerintah yang hanya memikirkan untuk meningkatkan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai jalan keluar dari jumlah pengangguran yang terus meningkat tanpa berupaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Semakin memperlihatkan bahwa pemerintahan hari ini melepaskan tanggung jawabnya dalam memenuhi hak-hak dasar rakyat Indonesia.  Bahkan peraturan perundang-undangan yang dibuat serta badan khusus yang dibentuk untuk urusan penempatan tenaga kerja di luar negeri (BNP2TKI) tidak mampu memberikan jaminan dan perlindungan bagi buruh migrant dan keluarganya.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus dan masalah persoalan yang dihadapi oleh mayoritas BMI di luar negeri yaitu, Pemotongan upah yang tinggi untuk biaya penempatan (Overcharging), penahanan paspor, upah di bawah standar, kekerasan fisik, pelecehan seksual, perkosaan, penyiksaan, kecelakaan kerja hingga pada kasus kematian. Padahal kasus-kasus tersebut merupakan kasus-kasus lama yang selalu dialami oleh BMI, dari Nirmala Bonat hingga Sumiati yang disiksa secara biadab dan Kikim Komalasari yang di bunuh. Ini juga menunjukan bahwa pemerintah Indonesia tidak memiliki kekuatan politik dalam menekan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh negara penerima. Ketidakseriusan pemerintah Indonesia juga dapat dilihat dari belum diratifikasinya Konvenan PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya.
Persoalan dan kasus-kasus yang dialami BMI dan keluarga hingga hari ini tidak dapat dipisahkan  dari persoalan mendasar yang terjadi di dalam negeri. Ekspor BMI secara besar-besaran yang terus dilakukan oleh pemerintah adalah dampak dari tidak tersedianya lapangan kerja serta persoalan pokok rakyat Indonesia yang selalu terancam atas perampasan upah, kerja dan tanah. Karena pada dasarnya banyak rakyat miskin yang bekerja di luar negeri sebagai BMI bukan karena keinginan terbesarnya tapi merupakan keterpaksaan karena himpitan ekonomi dan kemiskinan structural yang dilakukan oleh pemerintah.
Tanggal 18 Desember 1990 di jadikan momen untuk Memperingati Hari Migran Sedunia. Kehadiran momen ini di tandai munculnya Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarganya, Konvensi ini didasarkan pada pengakuan dunia tentang problematika yang di hadapi Buruh Migran dan Keluargannya. Dua puluh tahun (20) tahun sudah dunia mengakui dan momentum 18 Desember di jadikan ajang Kampanye Massa untuk memaparkan berbagai persoalan Buruh Migran. Tak lain halnya di Indonesia dengan jumlah Buruh Migran Indonesia (BMI) lebih dari 6 juta orang, yang dikirim ke berbagai Negara tujuan. Dimana persoalan yang dihadapi oleh BMI semakin mengarah kebuntuan tanggung jawab Pemerintah RI.
Maka sehubungan dengan Peringatan Hari Migran Internasional ke 20 tahun yang diperingati pada tanggal 18 Desember 2010. Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Independen, mengajak seluruh masyarakat dari berbagai sector untuk bersama-sama memberikan dukungan dan ambil bagian secara aktif bagi perjuangan dan penegakan hak-hak dasar buruh migrant Indonesia dan keluarganya.

Dan atas dasar uraian diatas serta fakta-fakta yang di himpun oleh GSBI, dengan ini GSBI menuntut : Pemerintah (SBY-Budiono) untuk Bertanggung Jawab atas Perlindungan, Tindak Kekerasan dan Pemotongan Upah yang Dialami Buruh Migran Indonesia, Menuntut segera Di HENTIKAN PERAMPASAN UPAH, TANAH DAN KERJA, menuntut Pemerintah untuk segera MeRatifikasi Konvensi PBB 1990 tentang Buruh Migran dan Segera Membuat Undang-undang Yang Melindungi dan Berpihak Pada Buruh Migran.
 Selain hal tersebut diatas kami juga menuntut :
  1. Segera Hapus Biaya Penempatan berlebih yang dibebankan pada BMI (Stop Overcharging)!
  2. Segera  di Tindak dengan tegas para pelaku kekerasan dan pelanggar Hak BMI!
  3. Untuk segera di Hapus terminal Khusus TKI!
  4. Bubarkan PJTKI!
  5. Hentikan berbagai tindak KEKERASAN terhadap BMI!
  6. Libatkan buruh migran dan serikatnya dalam setiap pembuatan kebijakan tentang BMI!
  7. Stop perampasan upah pada BMI!
  8. Beri Kepastian Pekerjaan!
  9. Sediakan lapangan Pekerjaan untuk rakyat Indonesia!
  10. Berikan Kebebasan untuk Kontrak Mandiri bagi BMI!
  11. Berantas calo-calo perekrut BMI!
  12. Berikan Jaminan kebebasan berserikat bagi BMI !
  13. Buat kontrak standar kerja untuk BMI!
  14. Jaminan hari libur mingguan, cuti, dan Upah Standar sesuai Negara Penempatan!
  15. Cabut UUPPTKILN No. 39 tahun 2004, Ratifikasi Konvensi Migran PBB tahun 1990 dan buat Undang-undang yang pro dan melindungi BMI!
  16. Sahkan segera RUU PRT  di Indonesia sekarang Juga!
  17. Hapuskan Sistem kerja Kontrak jangka pendek dan outsourcing !
  18. Naikkan Upah Buruh, dan menuntut penetapan Upah Minimum 2011 100% KHL!
  19. Hentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam Bentuk apapun!
  20. Dihentikannya praktek-praktek Pemberangusan Serikat Buruh (Union Busting) serta pelarangan dan pembatasan atas hak kebebasan berpendapat di muka umum yang selama ini terus terjadi, maupun tindakan-tindakan kekerasan lainnya!
  21. Segera mencabut 3 (tiga) paket Undang-undang Perburuhan dan segera membuat Undang-undang yang Pro buruh, Membatalkan rencana Revisi UUK 13/2003 versi pemerintah dan pengusaha yang jelas akan terus merugikan buruh dan rencana revisi ini sangat jelas bertentangan dengan kehendak aspirasi seluruh buruh Indonesia! 
  22. Laksanakan reforma agraria sejati!
  23. Menolak Komersialisasi Pendidikan, Menuntut pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat! 
  24. Menuntut untuk dihentikan pejualan asset-aset Negara (privatisasi BUMN) dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya! 
  25.  Menunut untuk di Tangkap dan adili para koruptor tanpa pandang dan pilih bulu!
Demikian Pandangan dan Pernyataan Sikap GSBI dalam Memperingati Hari Migran Internasional 18 Desember 2010 ini kami buat dan disampaikan kepada pemerintah serta pihak-pihak terkait lainnya untuk di ketahui, dipenuhi dan di tindaklanjuti secara seksama.

Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.


GALANG SOLIDARITAS LAWAN PENINDASAN

Hidup GSBI !!!
Jayalah Perjuangan Rakyat !!


Jakarta, 18 Desember 2010

Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
                                                 


Rudi HB Daman                               Emelia Yanti MD Siahaan
Ketua Umum                                      Sekretaris Jenderal

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item