Persidangan ke-3 Kasus PHK Sewenang-Wenang Buruh PT. Sulindafin di PHI Banten

INFO GSBI- Banten. Kasus PHK sewenang-wenang Buruh  PT. Sulindafin Kota Tangerang yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sep...


INFO GSBI- Banten.
Kasus PHK sewenang-wenang Buruh  PT. Sulindafin Kota Tangerang yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBGTS-GSBI) resmi masuk ranah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Banten dengan Nomor perkara : 52/PDT. SUS. PHI/PN. Srg  sejak 6 Mei 2020 lalu.

PHK sewenang-wenang  dilakukan PT. Sulindafin sejak 28 November 2019 dengan alasan perusahaan mengalami kerugian (bermasalah dalam keuangan) lalu menyatakan stop produksi untuk jangka waktu yang belum di tentukan (tutup secara sepihak) melalui pengumuman Nomor : 23/Dir/Hrd/Sdlf/XI/2019 tertanggal 28 Nopember 2019 yang di tandatangani Mr. Hendra Hermijanto selaku Presiden Direktur yang disampaikan pada malam hari pukul 23.00 wib tanggal 27 Nopember 2019 oleh kepala Satpam dengan didampingi oleh aparat Kepolisian. 

Dengan dihentikannya proses produksi (perusahaan ditutup), manajemen PT. Sulindafin menawarkan kompensasi (pesangon) yang diberikan kepada buruh sebesar 70%  dari 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat 2, 3 & 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, dan pembayarannya pun di cicil.

Kebijakan tutup perusahaan ini mengakibatkan terlantarnya ratusan buruh dan keluarganya,  perusahaan tidak memberikan upah dan menghentikan Iuran serta layanan BPJS Kesehatan. 

Sedangkan pernyataan kerugian keuangan perusahaan pun tidak pernah di buktikan secara hukum, tidak pernah di perlihatkan kepada buruh. 

Atas kebijakan tersebut, buruh yang di PHK yang tergabung dalam SBGTS-GSBI pun melakukan gugatan ke PHI Banten, terlebih sejak 20 Januari 2020 perusahaan PT. Sulindafin buka dan beroperasi kembali seperti biasa.

Dalam gugatannya buruh PT. Sulindafin , menyatakan  bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa adanya putusan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dengan alasan mengalami kerugian tetapi tidak tutup permanen dan kemudian perusahaan beroperasi kembali dan mempekerjakan buruh baru, merekrut buruh yang telah menerima kompensasi 70% dari satu kali ketentuan pasal 156 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan perusahaan menghentikan pembayaran upah serta menontaktifkan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan para buruh secara sepihak adalah tindakan  intimidasi, dan tidak berkprikemanusiaan dan batal demi hukum.
 
Hari ini Rabu, 17 Juni 2020 dalam sidang ke-3 dengan agenda Jawaban Gugatan  dari  Tergugat (PT. Sulindafin) di hadiri lengkap oleh para pihak baik Penggugat  (buruh PT Sulindafin dan Kuasanya DPP GSBI maupun Tergugat (PT. Sulindafin).

Dalam jawaban Gugatan,  perusahaan menyatakan dan meminta kepada majelis hakim,  Penggugat dan Gugatannya  antara Posita dan petitum tidak relevan dimana dalam gugatan para PENGGUGAT meminta dipekerjakan kembali tetapi dalam tuntutan meminta ganti rugi materil dan imateril.  Dan selanjutnya menyatakan bahwa pengadilan PHI Serang tidak berwenang memeriksa dan mengadili GUGATAN terkait Kompetensi Absolut atau Wewenang mutlak. 

Pihak Tergugat  juga memohon putusan sela agar yang mulia Majelis Hakim Menolak semua dalil gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima  NIET ONVAKELIJKE VERKLAARD (N.O) dan menolak semua gugatan para Penggugat. 

Kokom Komalawati dari DPP GSBI sekaligus sebagai Kuasa Hukum Buruh yang hadir di Persidangan menanggapi jawaban Tergugat mengatakan, "Jawaban perusahaan tidak mendasar kalau perusahaan mengatakan rugi. Sejak mediasi perusahaan terus-menerus mengatakan kerugian selama dua tahun berturut-turut periode 2017 dan 2018 tapi tidak memberikan bukti otentik laporan keuangannya kepada buruh. Dalil perusahaan tidak mendasar dan bohong. Jadi tidak aneh bagi kami sebagai buruh mendengarkan hal demikan. Dari catatan buruh, puluhan tahun buruh Sulindafin bekerja, katanya mereka tidak pernah mendengar bahwa ada berita perusahaan untung. Setiap meeting yang di sampaikan perusahaan rugi, tapi puluhan tahun perusahaan terus berjalan, rekrut buruh baru, menambah pabrik-pabrik baru." 

Kedua bohong besar jika perusahaan tidak ada melakukan rekrutmen kembali kepada buruh-buruh yang dengan terpaksa menerima kompensasi 70% dari satu pasal 156 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, kami memiliki bukti dan saksi atas semua tuntutan Gugatan kami. Ungkapnya.
Selain kuasa hukum dari DPP. GSBI, dalam persidangan kali ke 3 ini juga dihadiri oleh perwakilan buruh PT. Sulindafin yang aktif mengawal jalannya persidangan. 

Aktifitas melibatkankan anggota dalam setiap kegiatan organisasi terlebih dalam advokasi biasa dilakukan GSBI sebagai media edukasi dan praktik langsung memahami situasi dan masalah. Inilah wujud dan bentuk GSBI sebagai alat perjuangan dan sekolah bagi buruh untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan buruh.  [Ss-juni2020]#.

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item